Perdagangan Internasional: Kuota Impor atau Kuota Ekspor?

Ima Cahyani
Mahasiswa Universitas Negeri Malang
Konten dari Pengguna
12 Mei 2024 15:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ima Cahyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: Buku Ekonomi Internasional Paul R. Krugman Jilid 1 Edisi Kelima
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: Buku Ekonomi Internasional Paul R. Krugman Jilid 1 Edisi Kelima
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap negara, baik maju maupun berkembang, tidak terlepas dari adanya perdagangan internasional. Ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh negara itu sendiri, sehingga memerlukan negara lainnya melalui kegiatan ekspor impor. Perdagangan internasional yang dilakukan setiap negara tentunya diiringi dengan adanya kebijakan. Masing-masing kebijakan terdiri dari langkah atau tindakan yang berbeda-beda. Tindakan ini antara lain berupa pengenaan pajak terhadap transaksi internasional, pemberian subsidi oleh pemerintah kepada pihak swasta, serta pembatasan resmi terhadap impor.
ADVERTISEMENT
Tarif merupakan salah satu bentuk kebijakan perdagangan, berupa pengenaan pajak atas barang yang diimpor. Tarif merupakan kebijakan perdagangan yang paling tua dan digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah. Seiring berjalannya waktu, tarif tidak lagi sebagai penambah kas pemerintah. Hal ini karena pemerintah suatu negara lebih memilih melindungi industri domestik dengan pemberlakuan hambatan non-tarif, seperti kuota impor dan kuota ekspor. Kuota impor diterapkan ketika suatu negara ingin membatasi jumlah barang yang diimpor. Sedangkan kuota ekspor diterapkan ketika suatu negara ingin membatasi jumlah barang yang diekspor.
Indonesia sendiri juga menerapkan kebijakan kuota impor dalam aktivitas perdagangan internasionalnya. Kebijakan impor ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Melalui peraturan ini pemerintah membatasi jumlah barang bawaan dari luar negeri, seperti barang konsumtif yang merupakan oleh-oleh. Maksud pembatasan di sini adalah apabila barang bawaan melebihi batas yang telah ditentukan, maka harus membayar bea masuk. Tujuan pembatasan semacam ini adalah agar tidak terlalu banyak barang impor yang beredar di dalam negeri. Selain itu, kuota impor juga berperan dalam melindungi produsen domestik agar tidak kalah saing dengan produk impor. Namun, apabila produk domestik belum mampu memenuhi kepuasan konsumen, tentunya akan menimbulkan kegelisahan konsumen domestik itu sendiri dan berakhir pada ketidakefisienan.
ADVERTISEMENT
Selain kuota impor, Indonesia juga menerapkan kebijakan kuota ekspor. Paslon Prabowo-Gibran yang selalu membahas ‘hilirisasi’ dalam debat, merupakan kelanjutan kebijakan masa Jokowi-Ma’ruf. Hilirisasi berarti meningkatkan nilai tambah suatu negara, termasuk dalam kegiatan ekspor. Salah satu wujud nyata hilirisasi ini adalah membatasi ekspor timah mentah dan beralih mengekspor timah yang sudah diolah. Akan tetapi, tidak semua olahan timah tersebut menjadi komoditas ekspor, melainkan hanya beberapa saja karena di Indonesia sendiri masih terlalu sedikit memanfaatkan timah produksinya, yaitu sebesar 5% dari total produksi. Dengan pembatasan kuota ekspor ini tentunya komoditas ekspor akan lebih banyak dinikmati domestik, sehingga harganya juga akan turun dan memberikan keuntungan bagi konsumen domestik. Akan tetapi, menurunnya harga tersebut akan membawa kerugian bagi produsen domestik, karena produk yang seharusnya dapat dijual dengan harga tinggi di luar negeri justru terjual dengan harga rendah di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Setiap kebijakan dalam perdagangan internasional memiliki dampaknya masing-masing, baik positif maupun negatif. Pemerintah suatu negara perlu cermat dalam mengamati kebijakan yang akan diambil untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan politik di negara tersebut agar mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang diterapkan perlu disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing negara. Pemerintah perlu melakukan kajian yang mendalam sebelum merumuskan kebijakan perdagangan. Selain itu, pemerintah juga perlu melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam proses perumusan kebijakan perdagangan. Kebijakan perdagangan yang efektif dan efisien dapat memberikan manfaat yang besar bagi negara dan masyarakat.