Kesaksian Penyintas Kamp Konsentrasi Uyghur: Bolehkan Saya Bunuh Diri?

Imam Sopyan
Redaktur Majalah RISALAH Majalah Organisasi PERSIS (Persatuan Islam), Bandung Mahasiswa Program Doktor Studi Islam Universitas Islam Indonesia Internasional (UIII), Depok
Konten dari Pengguna
20 Juni 2024 15:28 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Imam Sopyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Xinjiang Uyghur Autonomous Region Museum Foto: Wisnu Prasetiyo/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Xinjiang Uyghur Autonomous Region Museum Foto: Wisnu Prasetiyo/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada hari Ahad 12 Januari 2019, AQL Islamic Center menggelar acara “Kesaksian Mantan Tahanan Kamp Konsentrasi Uyghur” di gedung AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan. Acara ini diselenggarakan AQL khusus untuk menghadirkan beberapa simpul umat, media Islam, dan tokoh-tokoh masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai situasi dan proses yang selama ini terjadi terhadap umat Islam di Turkistan Timur atau lebih dikenal dengan nama Xinjiang.
ADVERTISEMENT
Pembicara utama dalam acara ini adalah Seyit Tumturk dari Majelis Nasional Turkistan Timur dan Ibu Gulbachar Jalilova yang pernah menjadi tahanan kamp konsentrasi selama 16 bulan. Beliau baru bebas pada bulan September 2018.
Acara ini dimoderatori langsung oleh Ust. Bachtiar Nasir, Pimpinan AQL. Sebagai tuan rumah, beliau menyampaikan beberapa poin terkait dengan situasi di Xinjiang ini.
Pertama, pembelaan umat Islam di Indonesia terhadap umat Islam di Xinjiang dilakukan atas dasar persaudaraan atas nama agama. Sebab dasar inilah yang akan menjadi perantara turunnya pertolongan Allah, khususnya bagi umat Islam di Xinjiang.
Kedua, seorang muslim berkewajiban untuk tidak menzhalimi saudaranya atau membiarkan saudaranya dizhalimi oleh orang lain. Atas prinsip inilah kita tidak boleh membiarkan umat Islam di Xinjiang terus-menerus dizhalimi oleh pemerintah Komunis China.
ADVERTISEMENT
Ketiga, beliau menyampaikan hasil pertemuannya dengan Habib Riziq Shihab di Mekah beberapa hari yang lalu.
Hasil pertemuan itu, salah satunya adalah akan diviralkannya tagar #PorosMekah sebagai tandingan dari poros Beijing. Hal ini berangkat dari sebuah paradigma bahwa capaian-capaian umat Islam di bidang politik akan dengan mudah diraih jika ideologi dan dakwah Islam kuat dan berjalan dengan baik.
Pembicara pertama, yaitu Seyit Tumturk, menyampaikan situasi umat Islam di Xinjiang secara historis hingga kondisi-kondisi mutakhir. Pada awal pembicaraan, Seyit Tumturk, beliau berbicara dengan bahasa Turki, menyampaikan ucapan terimakasih atas nama umat Islam di Xinjiang kepada umat Islam di Indoensia atas kepedulian dan pembelaannya terhadap umat Islam di Xinjiang.
Beliau juga menyampaikan bahwa publik saat ini beranggapan bahwa umat Islam di dunia saat ini sedang tertidur lepal, tuli, dan bisu. Tetapi sikap dan kepedulian yang ditunjukkan oleh umat Islam di Indonesia telah membantah hal itu.
ADVERTISEMENT
Hal yang dilakukan oleh umat Islam di Indonesia adalah contoh kongkrit dari persatuan umat Islam di dunia dan merupakan contoh bagi umat Islam di negara lain, misalnya umat Islam di Bangladesh juga melakukan demonstrasi yang sama setelah umat Islam di Indonesia melakukan demo.
Selanjutnya Seyit Tumturk menyampaikan bahwa demostrasi yang dilakukan di depan Kedubes China di Jakarta telah menimbulkan kekhawatiran pemerintahan China yang dibuktikan dengan dilakukan kunjungan ke beberapa kantor ormas Islam oleh duta besar China untuk Indonesia pasca demonstrasi ini.
Kunjungan ini ditujukan untuk membantah berbagai pemberitaan media dan pengakuan korban tentang apa yang mereka sebut sebagai “kamp re-edukasi”. Seyit Tumturk dengan tegas menyampaikan: "Silakan Anda putuskan, siapa yang berbohong, kami atau Kedubes China?”
ADVERTISEMENT
Seyit Tumturk kemudian mempresentasikan berbagai fakta mengenai kondisi wilayah Turkistan Timur dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah Komunis China terhadap muslim di Uyghur. Wilayah Turkistan Timur memiliki luas 1,8 juta kilometer persegi dengan 118 jenis sumber daya alam, yang terpenting adalah gas, emas, uranium, dan lain-lain.
Dengan kekayaan alam ini, sepertiga kebutuhan energi China dipasok dari Turkistan Timur. Secara historis, umat Islam di Turkistan Timur telah melahirkan banyak para ulama dan pejuang hingga berhasil mendirikan negara sendiri. Berikut poin-poin presentasi Seyit Tumturk.
 Pada tahun 1985, diberlakukan kebijakan “1 Keluarga, 1 Anak”. Pembatasan kelahiran ini lebih kejam dari Firaun, sebab tidak membedakan apakah anak kedua atau ketiga itu perempuan atau laki-laki; semuanya akan dibunuh.
ADVERTISEMENT
 Pemerintahan China pernah melakukan percobaan bom nuklir di wilayah Uyghur, sisa-sisa bom nuklir ini telah menyebabkan penyakit bagi penduduk Uyghur.
 Pemerintah China mengkategorikan orang yang melakukan shalat, berjilbab, berjanggut, dan yang lainnya sebagai seorang teroris. Ada 1 masjid besar di kota Kashgar yang mampu menampung hingga 100,000 orang dihancurkan. Pemerintah China lalu membangun beberapa masjid sebagai bentuk kamuflase; bahwa semuanya baik-baik saja.
 Ketika bulan Ramadan, muslim Uyghur dilarang berpuasa. Jika mereka diketahui berpuasa, mereka dipaksa minum alkohol.
 Pada 1949, penduduk China di Turkistan Timur hanya 2%, tahun ini (2018) jumlah mencapai 50-60%. Migrasi etnis Han ke Turkistan Timur dilakukan agar mereka menempati pos-pos jabatan penting dan menguasai suara pada pemilihan umum.
ADVERTISEMENT
 Kebijakan “1 Rumah, 1 Pisau”. Setiap pisau ini diberi barcode dan dirantai sehingga tidak bisa dibawa ke luar rumah.
 Kamp konsentrasi dimulai pada tahun 2018. Jumlah orang di dalamnya mencapai 5 juta orang. Setiap tahunnya, bangunan kamp ini terus diperluas. Istri-istri atau keluarga yang anggota keluarganya yang laki-laki ditahan di kamp kemudian didatangai oleh petugas keamanan China. Mereka hidup dan tinggal di rumah tersebut untuk melakukan pengawasan. Bahkan ada yang dipaksa menikah dengan orang China, hingga ada perempuan Uyghur berkata,”Bolehkan kita bunuh diri untuk menjaga kehormatan?”.
Seyit Tumturk menutup pembicaraannya dengan pesan kepada umat Islam di Indonesia untuk terus menyuarakan berbagai kekejaman dan kebiadaban pemerintah China kepada muslim Uyghur.
ADVERTISEMENT
Pembicara kedua adalah korban kekejaman dan kebiadaban pemerintah China, seorang perempuan berusia 54 tahun, bernama Gulbachar Jalilova. Ibu ini berpaspor Kazakhstan dan berprofesi sebagai pengusaha. Tahun lalu ketika dia berkunjung ke China, dia ditangkap oleh aparat keamanan China dengan tuduhan telah mengirimkan sejumlah dana untuk aksi-aksi terorisme. Berikut ini beberapa pengakuan Ibu Gulbachar yang dapat dicatat oleh Risalah.
Tanpa pengadilan dan proses hukum yang adil, dia lalu ditempatkan dalam sebuah ruangan kecil berukuran 7m x 3m x 2m dengan 40 tahanan lainnya. di tempat itulah mereka melakukan seluruh aktivitas, mulai dari makan hingga buang hajat. Di ruangan ini, mereka duduk berbanjar ke belakang dan harus melihat ke depan.
Di depan mereka ada sebuah televisi yang menyiarkan pidato-pidato presiden China Xi Jinping. Aktivitas buang hajat dilakukan tanpa ada sekat apa pun, sehingga semua tahanan yang ada di dalam ruangan itu terpaksa melihatnya. Makanan mereka setiap hari hanya sepotong roti kering, kuah sayur, dan segelas air putih.
ADVERTISEMENT
Untuk aktivitas tidur, karena ruangan yang sempit, para tahanan tidur bergantian selama 4 jam setiap harinya. Posisi berbaring membutuhkan ruang yang lebih luas daripada posisi duduk. Di dalam ruangan tersebut, selain dilengkapi kamera cctv, juga dilengkapi sebuah mikrofon kecil untuk merekam suara sekecil apa pun yang keluar dari mulut para tahanan.
Para tahanan juga terkadang disuntikan ke dalam tubuhnya obat-obat yang membuat mereka tidak sadar. Ibu Gulbachar sendiri sempat pingsan karena tidak tahan melihat kondisi yang dialami tahanan lainnya. Karena sakit, Ibu Gulbachar sempat dibawa ke rumah sakit, dengan kaki diberi beban logam seberat 5 kg dan kepala ditutupi karung hitam.
Oleh karena berpaspor Kazakstan, pihak negara Kazakhstan berhasil melobi pemerintah China untuk melepaskan Ibu Gulbachar. Ibu ini bercerita, tiga hari sebelum diserahkan ke pemerintah Kazakhstan, dia ditempatkan di hotel dan seluruh luka-luka di tubuhnya dipoles agar tidak berbekas. Rambutnya pun dicat hitam.
ADVERTISEMENT
Sebelum meninggalkan tahanan, Ibu Gulbachar mendapatkan pesan penting dari para tahanan lainnya. Mereka meminta agar Ibu Gulbachar menyebarkan informasi tentang apa yang dialami oleh dia dan para tahanan lainnya ke seluruh dunia. Amanat inilah rupanya yang mendorong Ibu Gulbachar untuk datang ke Indonesia.
Dalam sesi pertanyaan, ada salah satu peserta yang bertanya tentang apakah ada peran zionis dalam aksi pemerintah China. Seyit Tumturk menjawab bahwa tindakan ini murni dilakukan oleh pemerintah komunis China. Pertanyaan lainnya adalah tentang gerakan-gerakan perlawanan dari muslim Uyghur sendiri. Seyit Tumturk menjawab bahwa semua gerakan perlawanan di Uyghur dapat dibasmi karena aparat intelijen China mampu sedini mungkin mencegah tumbuhnya gerakan-gerakan ini.
Pertanyaan terakhir adalah tentang bentuk kepedulian umat Islam di Indonesia. Apakah cukup hanya dengan berdemonstrasi? Seyit Tumturk menjawab bahwa bantuan lain yang dapat dilakukan adalah dengan membantu keluarga yang ditinggalkan oleh anggota keluarganya karena di tanah di kamp konsentrasi.
ADVERTISEMENT
Dalam sesi penutup, Ustadz Bachtiar Nasir menyampaikan beberapa poin penting berkaitan dengan tindak lanjut mengenai isu muslim Uyghur ini. (1) Isu ini harus masuk ke dalam agenda perjuangan umat, di samping isu Palestina, Rohingya, dan yang lainnya. Uyghur harus masuk ke dalam doa-doa salat umat Islam. (2) Umat Islam harus terus berkomunikasi dan berkonsolidasi.
(3) Tokoh, media, dan ormas-ormas Islam harus terus menyuarakan isu Uyghur ini ke tengah-tengah umat. (4) Umat Islam harus terus menekan Komisi Luar Negeri di DPR RI untuk ikut bergerak (5) Pemerintah Indonesia harus memanfaatkan hubungan baiknya dengan China sebagai alat tekan kepada pemerintah China untuk menghentikan sikap represifnya.