Membangun Digdaya Sepak Bola Wanita

Muhammad Imam Prasojo
Seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tertarik di dunia olahraga khususnya Sepak Bola.
Konten dari Pengguna
8 Maret 2022 17:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Imam Prasojo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Timnas Wanita Indonesia bermain melawan Singapura dalam kualifikasi Piala Dunia Wanita 2022. Foto: Twitter @indra_sjafri
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Wanita Indonesia bermain melawan Singapura dalam kualifikasi Piala Dunia Wanita 2022. Foto: Twitter @indra_sjafri
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sepak bola bagi sebagian orang adalah bagian dari hidupnya. Mengolah si ‘kulit bundar’, bermain dari kaki ke kaki, dan menjelajah setiap inci lapangan hijau menjadi sebuah kebiasaan.
ADVERTISEMENT
Kita mungkin tahu cerita bagaimana banyak pesepak bola bisa menjadi legenda, sebut saja cerita Diego Maradona yang terlahir dari keluarga miskin. Keterampilannya bermain sepak bola terhalang oleh keinginan ibunya yang ingin anaknya lebih fokus menjadi seorang akuntan.
Seperti halnya Maradona dan banyak pesepak bola lain yang punya banyak turbulensi demi mengejar cita-citanya menjadi pesepak bola profesional, perjalanan pesepak bola wanita juga harus menerjang banyak lika-liku.
Stigma yang menempel di kepala banyak orang mengatakan wanita tidak lazim bermain bola serta diskriminasi yang sering kali terjadi menyebabkan kondisi sepak bola wanita di Indonesia jalan di tempat. Padahal, jika menoleh ke belakang, beberapa prestasi pernah diraih tim sepak bola wanita Indonesia.
Memulai debut di ajang Internasional pada gelaran Piala Asia 1977, Timnas Wanita Indonesia berhasil menjadi semifinalis meskipun harus kalah dari Singapura untuk memperebutkan juara ketiga. Pada kesempatan selanjutnya di Piala Asia 1986, Timnas Wanita pun kembali menjadi semifinalis namun harus mengakui keunggulan Thailand untuk merebut juara ketiga.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, pencapaian dalam sepak bola tidak dapat diraih dengan instan. Banyak proses dan kerja keras yang harus dilalui, bahkan jika semua itu sudah dilakukan pun tak menjamin sebuah tim mendapatkan hasil yang diinginkan.
Keberhasilan Timnas Wanita Indonesia mendapatkan tiket Piala Asia 2022 adalah buah dari perjalanan panjang. Butuh waktu 32 tahun bagi Timnas Wanita kembali berlaga di Piala Asia Wanita. Terlepas dari hasil yang kurang memuaskan, fakta bahwa Timnas Wanita bisa kembali berlaga di ajang bergengsi menghidupkan banyak harapan.
Keterbatasan pemain dan tidak adanya kompetisi tingkat regional tentu saja menjadi kritik keras terhadap federasi sepak bola. Kompetisi sepak bola wanita Indonesia sempat berhenti cukup lama, PSSI baru kembali menggelar kompetisi resmi untuk wanita pada gelaran Liga 1 2019, itu pun belum bisa dilanjutkan karena pandemi Covid-19 yang membuat liga berhenti.
ADVERTISEMENT
Pelatih Timnas Wanita, Rudy Eka Priyambada mengakui jika kegagalan Timnas Wanita di Piala Asia 2022 karena adanya perbedaan kualitas yang jauh antara Indonesia dan negara lain.
Sebagian besar pemain Timnas Wanita yang bertanding di Piala Asia 2022 berasal dari beberapa Asprov (Asosiasi Provinsi) PSSI. Namun, ada juga pemain yang berasal dari klub profesional bahkan bermain di Eropa, seperti Shalika Aurelia Viandrisa dari SSD Roma Calcio Femminile yang bermain di Serie B Femminile, Riska Aprilia dari PSS Sleman, Sabrina Mutiara dari Arema FC, dan Octavianti Dwi dari Persiba.
Bermain melawan tim hebat yang dihuni pemain profesional menjadi sebuah pelajaran penting bagi Timnas Wanita. Berhadapan dengan punggawa Australia, Samantha Kerr yang merupakan pemain terbaik kedua dunia 2021 versi FIFA, Garuda Pertiwi tidak gentar meskipun harus kalah dengan skor telak 18-0.
Punggawa Garuda Pertiwi berfoto bersama Samantha Kerr. Foto: Twitter @TheMatildas
Kegagalan di Piala Asia tersebut harus menjadi evaluasi bersama bagi PSSI untuk mengembangkan sepak bola wanita dengan serius lagi dan mendapatkan perhatian lebih. Karena sepak bola wanita bukan hanya pelengkap saja.
ADVERTISEMENT