Konten dari Pengguna

Bagaimana Pasar Bebas dan Inovasi Dapat Menjadi Solusi bagi Krisis Iklim?

Iman Amirullah
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional di Universitas Amikom Yogyakarta. Saat ini menjadi National Coordinator untuk Students For Liberty Indonesia 2024/2025 dan Managing Editor untuk Suara Kebebasan.
26 September 2024 13:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iman Amirullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Pixabay: https://www.pexels.com/photo/landscape-photography-of-factory-459728/
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Pixabay: https://www.pexels.com/photo/landscape-photography-of-factory-459728/
ADVERTISEMENT
Kita melihat saat ini krisis iklim telah menuju fase semakin ekstrem. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres menyatakan bahwa kini bumi sudah tidak lagi berada di era “global warming”, tapi “global boiling”. Kenaikan suhu ekstrem terjadi di banyak belahan bumi, yang mengakibatkan begitu masifnya kebakaran hutan yang tak terkendali seperti yang terjadi di Yunani, Italia, hingga Aljazair (AlJazeera, 2023).
ADVERTISEMENT
Pendekatan mengenai masalah krisis iklim selama ini selalu lekat dengan pendekatan yang bersifat “government-based” dan menganggap aktivitas perekonomian sebagai penyebab utama pemanasan global. Pendekatan-pendekatan ini selanjutnya melahirkan konsep “degrowth”, di mana proses produksi dan konsumsi manusia dilihat sebagai akar utama dari pemanasan global dan perlu untuk dikurangi atau dibatasi pertumbuhannya (McBroom, 2021). Padahal, jika kita melihat secara lebih jernih, konsep “degrowth” justru mengabaikan kelompok-kelompok marjinal dari dunia ketiga yang belum merasakan proses pembangunan dan kesejahteraan.
Konsep pasar bebas terus disingkirkan dalam diskursus krisis iklim karena dianggap sebagai akar masalah. Padahal, pasar bebas justru secara historis telah memungkinkan munculnya berbagai inovasi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomis, tapi juga bermanfaat secara ekologis, meskipun kita juga tidak mengabaikan fakta bahwa pasar bebas juga melahirkan inovasi yang kini menjadi masalah lingkungan seperti plastik.
ADVERTISEMENT
Dalam model ekonomi pasar bebas, kita mengenal konsep substitusi, di mana ketika kita menginginkan hasil yang berbeda terhadap sebuah permasalahan, kita memerlukan adanya substitusi dalam proses produksinya. Misalnya, saat harga plastik melonjak, para pedagang kecil akan mulai mengganti plastik dengan kertas. Konsep substitusi ini tentunya memerlukan inovasi yang hanya dimungkinkan dalam ekonomi pasar bebas, di mana para pelaku ekonomi dalam pasar bebas diwajibkan untuk beradaptasi secara kreatif terhadap berbagai kondisi yang ada atau harus tersingkir dari pasar (Moss, 2019).
Dalam bentuk riilnya, proses substitusi telah berjalan dengan cukup baik dalam menghadapi tantangan krisis iklim, meskipun banyak juga kritik yang menganggapnya masih kurang cepat. Misalnya, kita melihat bagaimana pasar bebas menjawab tantangan mengenai sumber energi yang ada saat ini mencemari lingkungan dan udara kita. Pasar bebas memungkinkan manusia untuk mencapai profit, sehingga menghasilkan berbagai inovasi yang bermanfaat, seperti lahirnya energi terbarukan seperti panel surya, turbin angin, hingga nuklir. Environmental Protection Agency menerbitkan laporan bahwa sejak tahun 1970 hingga 2019, manusia menggunakan energi secara lebih efisien yang ditunjukkan dengan menurunnya enam polutan di udara kita hingga 77% (Loris, 2021).
ADVERTISEMENT
Petugas melakukan pengecekan termal kabel panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Sengkol kapasitas 7 MWp yang dioperasikan Vena Energy di Sengkol, Praya, Lombok Tengah, NTB, Senin (15/7/2024). Foto: Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO
Selain melalui proses alamiah substitusi, model insentif juga dapat menghadirkan solusi bagi masalah lingkungan. Misalnya, Komite Perlindungan Satwa Florida menerbitkan aturan, di mana para nelayan dapat menangkap 1 lobster dari setiap 10 ekor spesies invasif lion fish yang ditangkap. Insentif ini selanjutnya menghadirkan keuntungan bagi banyak pihak, para nelayan bisa mendapatkan dampak ekonomi dari tangkapannya, dan spesies laut bisa terus terjaga (Loris, 2021).
Pelibatan sektor swasta dalam pembangunan dan pengelolaan transportasi umum terbukti menghasilkan efisiensi dan kualitas yang lebih baik dibandingkan saat dikelola oleh negara sepenuhnya (Winston, 2013).
Belum lagi dengan lahirnya beragam “start-up” dan perusahaan yang menghasilkan beragam temuan yang dapat bermanfaat untuk lingkungan seperti mesin pemanen karbon dari atmosfer hingga beton rendah karbon (Scott, 2023) (NRDC, 2021). Beragam inovasi ini lahir dari inovasi para penemu yang dimungkinkan karena kondisi ekonomi yang bebas yang memungkinkan setiap orang untuk berusaha dan meraih profit.
ADVERTISEMENT
Peningkatan paling luar biasa dalam penggunaan energi ramah lingkungan dan efisiensi energi selama beberapa dekade terakhir terjadi bukan karena adanya komando dan kendali pemerintah, namun karena kemajuan dalam kebebasan ekonomi. Kemajuan tersebut mencakup peningkatan efisiensi peraturan dan keterbukaan pasar di sektor swasta yang difasilitasi oleh tingkat perdagangan yang lebih dinamis.
Di pasar bebas, akan selalu ada inovasi dan penemuan baru yang lahir untuk mengurangi ketidakefisienan proses produksi dan konsumsi, termasuk dalam masalah terkait lingkungan. Terlalu banyak orang yang meremehkan inovasi, dan justru merayakan intervensi ekonomi-politik sebagai pembebasan.