Konten dari Pengguna

Gerakan Sosial dan Perannya pada Proses Demokratisasi Dunia

Iman Amirullah
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional di Universitas Amikom Yogyakarta. Saat ini menjadi National Coordinator untuk Students For Liberty Indonesia 2024/2025 dan Managing Editor untuk Suara Kebebasan.
14 Juni 2024 16:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iman Amirullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Viktoria  Slowikowska: https://www.pexels.com/id-id/foto/dekorasi-dinding-selamat-ulang-tahun-putih-dan-hitam-5871441/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Viktoria Slowikowska: https://www.pexels.com/id-id/foto/dekorasi-dinding-selamat-ulang-tahun-putih-dan-hitam-5871441/
ADVERTISEMENT
Demokrasi pada era kontemporer saat ini telah menjadi sistem yang dipilih oleh mayoritas negara di dunia, Amos J. Peaslee pada sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1950an menemukan fakta bahwa Undang-Undang Dasar pada 83 negara di dunia 90%nya selaras dengan prinsip-prinsip demokrasi. (Zaini, 2018) Huntington menyatakan bahwa ada tiga gelombang demokratisasi yang melanda dunia. Gelombang pertama terjadi pada tahun 1828 sampai 1926 yang menyapu banyak monarki di Eropa yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi sehingga memunculkan berbagai gejolak sosial. Gelombang kedua terjadi pada tahun 1943-1962, periode ini lebih dikenal sebagai periode kemerdekaan berbagai bangsa non-barat dari cengkeraman kolonialisme negara-negara barat. Dan gelombang terakhir adalah proses demokratisasi yang melanda banyak negara pada periode 1970an hingga tahun 1990an. (Huntington, 2001)
ADVERTISEMENT
Gelombang terakhir ini terlihat sangat berbeda dibanding dua gelombang demokratisasi yang melanda dunia sebelumnya. Proses demokratisasi pada periode gelombang ketiga tidak hanya diakibatkan oleh faktor internal seperti hilangnya legitimasi rezim yang berkuasa, masalah ekonomi, maupun konflik sipil namun juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal
seperti snowball effect dari negara-negara satu kawasan, gerakan sosial, dan tekanan internasional.(Akbar, 2016)
Gerakan sosial yang disebut menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar pada gelombang demokratisasi ketiga, dapat didefinisikan sebagai kampanye yang terorganisir secara longgar namun berkelanjutan untuk mendorong perubahan sosial. (Killian et al., 2020) Peran organisasi dan gerakan sosial terbukti sangat besar dalam berbagai proses penggulingan rezim otoriter di dunia, sebut saja peran Partai Rakyat Demokratik dan berbagai underbownya pada proses reformasi Indonesia pada tahun 1998 dan aliansi politik antara berbagai partai politik, LSM, dan organisasi keagamaan yang berhasil mengorganisir penggulingan diktator Filipina, Ferdinand Marcos pada 1986.
ADVERTISEMENT
Munculnya aktor-aktor baru dalam proses hubungan internasional pada akhirnya melahirkan internasionalisasi. (Tarrow, 2012) Internasionalisasi ini selanjutnya memungkinkan aktor-aktor politik domestik sebuah negara seperti partai politik dan kelompok masyarakat untuk berkomunikasi dan melakukan aliansi politik melintasi batas negara, hal ini diakselerasi pula oleh kemajuan teknologi yang melanda dunia. (Haq et al., 2021) Hal ini bisa dilihat sangat menonjol pertama kali pada Lotus Revolution yang menyapu Mesir pada 2011, dimana untuk pertama kalinya sosial media –Facebook- menjadi alat utama untuk mengorganisir demonstrasi. (Crimethinc, 2011)
Proses internasionalisasi yang dialami oleh gerakan sosial lalu memuncul international non-governmental organization atau INGO dan international governmental organization atau IGO. Kelompok-kelompok ini selanjutnya menjadi aktor dalam hubungan internasional di era kontemporer, dimana negara tidak lagi menjadi aktor tunggal dalam hubungan internasional. Aktor-aktor baru ini bahkan memiliki posisi yang setara dengan aktor negara dalam hubungan internasional, bahkan menjadi ancaman bagi sebuah negara. IGO seperti USAID tercatat mendanai berbagai organisasi politik dan gerakan sosial yang tengah melawan rezim otoriter diberbagai negara seperti Venezuela, Kuba, dan Hongkong. (Telesur, 2014) Dukungan dana yang dikirimkan oleh USAID kepada berbagai gerakan sosial ini menjadi bentuk intervensi tidak langsung Amerika Serikat terhadap berbagai negara otoriter dan memainkan peran penting dalam proses demokratisasi.
ADVERTISEMENT
Di beberapa negara otoriter, gerakan sosial memainkan peran penting dalam proses pergantian rezim, sebut saja di beberapa negara ex-Soviet seperti Georgia, Ukraina, dan Kirgyztan. Dengan penggulingan rezim-rezim otoriter yang sebelumnya berkuasa telah membuka keran kebebasan sipil yang ditandai dengan munculnya berbagai partai politik, pers, hingga organisasi dan gerakan sosial baru yang sebelumnya ditekan oleh penguasa. Gerakan-gerakan sosial yang bergerak dalam berbagai tendensi ideologi dan tujuan pada akhirnya berfungsi sebagai saluran aspirasi masyarakat hingga melakukan fungsi check and balance terhadap rezim yang berkuasa. Gerakan sosial kini bergerak untuk memastikan pemerintah tidak melakukan abuse of power dan bertugas sesuai fungsinya.
Tak hanya mempengaruhi politik domestik, berbagai INGO ini juga mempengaruhi perpolitikan internasional, sebut saja Amnesty International yang begitu konsen pada penegakan HAM secara universal, berhasil mendorong pembebasan banyak tahanan yang dipenjara karena latar belakang ras, suku, agama, orientasi seksual, ekspresi gender, dan pandangan politik. (NobelPrize.org, n.d.) Selain organisasi, gerakan sosial pun juga mampu mempengaruhi perpolitikan internasional meskipun berbentuk sebagai kolektif yang terdesetralisir dan tanpa pemimpin. Misalnya, gerakan Black Lives Matter yang menggulung Amerika Serikat telah memunculkan solidaritas anti-rasisme global yang melanda banyak negara,(Shaw & Kidwai, 2020) atau gerakan Friday For Future yang dimulai dari Swedia hingga mengglobal di banyak negara bahkan mempengaruhi proses pengambilan kebijakan politik di banyak negara dan organisasi internasional. (Guterres, 2019)
ADVERTISEMENT
Seiring dengan globalisasi dan perkembangan teknologi yang melanda dunia, menghadirkan kesempatan bagi masyarakat sipil untuk lebih mudah terlibat dalam gerakan sosial. Keberadaan gerakan sosial dapat menjadi indikator seberapa bebasnya sebuah negara yang mengklaim sebagai negara demokratis. Keberadaan gerakan sosial menunjukan bahwa masyarakat memiliki kebebasan untuk mengekspresikan diri terhadap sebuah kebijakan pemerintah, hal yang tidak mungkin terjadi pada negara otoriter. Keberhasilan berbagai gerakan sosial di dunia menunjukan kepada kita semua bahwa pada hakikatnya pemerintah lah yang seharusnya tunduk pada rakyat, bukan sebaliknya. Maka sangat penting untuk terus mendorong keterlibatan masyarakat sipil dalam gerakan sosial dan melawan otoritarianisme, karena tidak ada demokrasi tanpa keterlibatan masyarakat sipil didalamnya.