Konten dari Pengguna

Menjawab Tantangan Keamanan Digital Melalui Diplomasi Siber

Iman Amirullah
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional di Universitas Amikom Yogyakarta. Saat ini menjadi National Coordinator untuk Students For Liberty Indonesia 2024/2025 dan Managing Editor untuk Suara Kebebasan.
6 Juli 2024 23:04 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iman Amirullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Sora Shimazaki: https://www.pexels.com/id-id/foto/pangkas-pengembang-tak-berwajah-yang-mengerjakan-kode-perangkat-lunak-di-laptop-5926382/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Sora Shimazaki: https://www.pexels.com/id-id/foto/pangkas-pengembang-tak-berwajah-yang-mengerjakan-kode-perangkat-lunak-di-laptop-5926382/
ADVERTISEMENT
Diplomasi di era modern saat ini telah mengalami perkembangan pesat, utamanya seiring dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi dan semakin dinamisnya perubahan geopolitik dunia. Lahirnya masalah-masalah baru seperti serangan siber, perubahan iklim, kejahatan transnasional, hingga meluasnya peranan gerakan masyarakat sipil. Kondisi-kondisi ini memaksa diplomasi untuk mengalami perubahan secara cukup pesat, utamanya terkait pada bidang kerja diplomasi hingga bagaimana cara diplomasi dilakukan.
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi yang begitu sangat pesat, utamanya karena didorong oleh revolusi digital yang dilakukan berbagai korporasi seperti Microsoft dan Meta tentunya tidak berjalan tanpa resiko dan ancaman. Seiring dengan proses digitalisasi aktivitas kenegaraan yang begitu masif, melahirkan ancaman serangan siber yang tidak bisa dianggap remeh.
Ancaman siber sendiri menurut (Putra, 2018) merupakan sebuah kondisi, situasi maupun adanya kemampuan yang dinilai berpotensi untuk menghadirkan berbagai tindakan seperti gangguan dan serangan yang berpotensi merusak serta merugikan yang dapat menimbulkan berbagai ancaman, seperti ancaman kerahasiaan, ketersediaan, dan integritas dari sebuah sistem dan informasi.
Serangan siber sendiri kini bahkan dapat dianggap sebagai bagian dari ancaman pertahanan negara mengingat betapa banyak dan berharganya data pribadi yang disimpan dalam server penyimpanan negara seiring dengan proses digitalisasi yang dilakukan nyaris seluruh negara di dunia.
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi juga berkaitan dengan kedaulatan negara, utamanya terhadap aspek penegakan hukum. Dunia internet kerap dianggap sebagai dunia yang bersifat borderless, sehingga menjadikannya ruang yang bersifat lawless. Kondisi ini tentu mengakibatkan internet menjadi ruang yang rawan dijadikan sebagai sarana tindakan kejahatan.
Berbagai kejahatan seperti hacking, pemalsuan data, pemerasan, hingga penipuan daring menjadi beberapa kejahatan yang cukup sering kita dengar. Penegakan hukum di area internet juga menjadi sebuah tantangan tersendiri karena pengguna internet bisa berada dimana saja, bisa menggunakan identitas siapa saja, dan dapat bersifat anonim.
Lantas bagaimana diplomasi dapat membantu menyelesaikan semua masalah ini? Berbagai masalah digital yang telah dipaparkan pada akhirnya memaksa banyak negara untuk bekerja bersama-sama dalam menghadapi ancaman yang bersifat lintas negara.
ADVERTISEMENT
Hal ini akhirnya melahirkan model diplomasi yang biasa dikenal sebagai cyber diplomacy atau diplomasi siber. Diplomasi siber sendiri berjalan dengan berfokus pada aspek pengelolaan serta mitigasi ancaman siber dengan melalui kerjasama internasional untuk dapat mendorong norma, aturan, dan standar perilaku bersama antar negara dalam ruang siber. Hal ini memungkinkan negara untuk menciptakan kerangka kerja bersama dalam menegakan aturan hukum di ruang siber secara global.
Diplomasi siber bertujuan untuk membangun konsensus internasional mengenai norma dan aturan yang mengatur perilaku negara dan masyarakat secara luas di ruang siber. Forum multilateral seperti United Nations Group of Governmental Experts (UNGGE) dan Open-ended Working Group (OEWG) memfasilitasi diskusi antar negara untuk mengembangkan pemahaman dan kesepakatan bersama. Upaya-upaya ini berfokus pada penetapan norma-norma seperti mencegah negara untuk melakukan serangan siber terhadap infrastruktur penting selama masa damai dan melindungi integritas internet global.
ADVERTISEMENT
Diplomasi siber juga memungkinkan terjadinya terjadinya pertukaran pengetahuan dan sumber daya serta peningkatan kapasitas. Negara-negara yang telah lebih maju dan stabil kerap memberikan berbagai macam bentuk bantuan kepada negara dunia ketiga, guna meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi ancaman serangan siber.
Hal ini dapat menjadi mungkin karena semua negara menjadi terhubung dalam ruang siber, sehingga ketika ada sebuah negara yang tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi ancaman serangan siber, dapat menjadi celah ancaman bagi negara maju pula. Saling ketergantungan ini akhirnya memaksa negara yang lebih maju untuk mau tidak mau terlibat dalam pengembangan kapasitas keamanan siber di negara yang lebih miskin.
Karena sifatnya yang borderless, ruang siber juga menjadi ruang yang memiliki resiko tinggi untuk mengalami konflik. Diplomasi siber berperan untuk mencegah eskalasi konflik ini melalui pendekatan confidence-building measures (CBM). Pendekatan ini dilakukan misalnya melalui pertukaran informasi, inisiatif transparansi, dan penciptaan saluran komunikasi antar negara.
ADVERTISEMENT
Misalnya, Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE) telah menerapkan CBM untuk meningkatkan kepercayaan dan kerja sama di antara negara-negara anggotanya di bidang keamanan siber. CBM membantu mencegah insiden dunia maya meningkat menjadi konflik yang lebih besar dengan mendorong dialog dan pemahaman. Perjanjian ini juga memberikan kerangka kerja bagi negara untuk mengelola dan merespons insiden siber secara kolaboratif, sehingga mengurangi potensi kesalahan atribusi dan pembalasan.
Meskipun ada kemajuan yang signifikan, diplomasi siber menghadapi beberapa tantangan. Pelacakan terhadap serangan siber masih sulit dilakukan, sehingga mempersulit upaya untuk mengejar pertanggungjawaban terhadap pelakunya.
Selain itu, perbedaan kepentingan nasional mengenai tata kelola internet menghambat pembentukan norma dan aturan yang diterima secara universal. Diplomasi siber harus beradaptasi dengan lanskap teknologi yang berubah dengan cepat.
ADVERTISEMENT
Teknologi yang sedang berkembang seperti kecerdasan buatan (Ai), komputasi kuantum, dan Internet of Things (IoT) menghadirkan peluang dan risiko baru. Diplomasi siber perlu mengikuti perkembangan ini, memastikan bahwa kerangka kerja internasional up to date dan sejalan dengan kemajuan teknologi.
Diplomasi siber adalah perkembangan penting dalam dunia diplomasi untuk dapat mengatasi permasalahan modern yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi. Melalui kerja sama internasional, peningkatan kapasitas, dan langkah-langkah membangun kepercayaan, diplomasi siber bertujuan untuk menciptakan ruang siber yang aman, stabil, dan tangguh.
Seiring dengan terus berkembangnya ancaman siber, strategi dan kerangka kerja diplomasi siber juga harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa negara-negara dapat secara efektif menavigasi berbagai tantangan di era digital.