Perempuan dan Keberadaannya sebagai Objek Pelecehan Seksual

Imelda Febi Salsabila
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
21 Juli 2022 18:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Imelda Febi Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi: canva
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi: canva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pelecehan terhadap perempuan menjadi perbincangan hangat masyarakat akhir-akhir ini. Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2022 mencatat sebanyak 338.496 kasus pengaduan kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan. Dengan jumlah kasus yang begitu besar tingkat kewaspadaan perempuan juga meningkat. Agaknya belum ada kebijakan yang mampu memberi efek jera kepada para pelaku pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
Saat ini perbuatan pelecehan seksual tidak hanya perlu diwaspadai di tempat sepi saja, para perempuan juga perlu waspada ketika berada di tempat umum. Pasal 218 KUHP telah jelas mengatur hukuman bagi pelaku perbuatan pelecehan secara verbal yang terjadi di tempat umum. Namun, tetap saja banyak kejadian pelecehan yang menjadikan perempuan sebagai objek sasaran terjadi di tempat umum. Salah satu tempat umum yang sering menjadi tempat beraksinya para pelaku kejahatan seksual adalah transportasi umum. Para pelaku ini melakukan perbuatan yang mengganggu keamanan dan kenyamanan para perempuan pengguna transportasi umum.
Misalnya kasus pelecehan yang terjadi di kereta api. Baru-baru ini video pelecehan yang dialami perempuan di Kereta Eksekutif Argo Lawu viral di media sosial. Di Dalam video tersebut terekam perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan seorang pria kepada perempuan yang duduk berdampingan dengannya di kereta. Langkah cepat pun diambil pihak KAI dengan melakukan blacklist terhadap pelaku sehingga tidak bisa menggunakan moda transportasi kereta api lagi.
ADVERTISEMENT
Belum lagi kasus pelecehan yang terjadi di transportasi Transjakarta yang berbuntut ditangkapnya seorang laki-laki misterius di Halte Grogol, Jakarta. Penangkapan pria ini didasarkan pada laporan yang didapatkan oleh pihak Transjakarta. Pihak Transjakarta mengambil langkah cepat dengan menyerahkan terduga pelaku pelecehan seksual ini kepada polisi agar bisa ditindak secara langsung. Mereka juga mengetatkan keamanan melalui CCTV dan menghimbau kepada penumpang untuk tidak segan menghubungi call center ketika mengalami ketidaknyamanan ketika menggunakan moda transportasi Transjakarta.
Sisi lain yang paling menjadi sorotan adalah pelaku pelecehan seksual. Mereka muncul dari berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari orang biasa sampai mereka yang memiliki kuasa. Lapisan masyarakat yang memiliki kuasa ini seperti pejabat publik, aparatur sipil negara (ASN), TNI, bahkan Pimpinan Pondok Pesantren. Miris memang bila melihat latar belakang yang dimiliki para pelaku yang berasal dari kalangan atas dan berpendidikan. Mereka seolah lupa akan tanggung jawab yang dipegangnya.
ADVERTISEMENT
Ironi yang paling menyayat hati adalah kasus pelecehan yang dilakukan pimpinan Pondok Pesantren yang mulai tak terhitung jumlahnya. hal tersebut dapat terlihat dari bermunculannya kasus pelecehan seksual di Pondok pesantren yang mulai terekspos ke media. Salah satu yang menjadi perhatian saat ini adalah kasus pelecehan seksual di salah satu Pondok Pesantren di Jombang, Jawa Timur. Pelaku merupakan sosok yang memahami agama namun bisa melakukan perbuatan yang merugikan lingkungannya. Tempat yang seharusnya menjadi tempat belajar ilmu agama justru dinodai oleh perbuatan pelaku pelecehan yang sangat tidak bertanggung jawab. Korban akan mengalami trauma, nama Pondok Pesantren juga akan tercoreng setelahnya. Orang tua yang menitipkan anak-anak perempuan mereka di Pondok Pesantren mulai merasakan kewaspadaan yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Hal yang selalu menjadi pertanyaan, mengapa kebanyakan pelecehan seksual objeknya selalu perempuan? tentu tidak ada yang mampu menjawab pertanyaan klise ini. Karena sejatinya yang salah adalah pandangan yang dimiliki orang-orang dengan pengetahuan yang kurang mumpuni. Mereka adalah kaum yang menganggap keberadaan perempuan sebagai objek pemuas nafsu semata. Padahal perempuan punya kemampuan, kecerdasan, optimisme, dan kreativitas yang bisa dibanggakan.
Korban yang mengalami kasus pelecehan seksual juga beragam, mulai dari perempuan dewasa bahkan anak-anak yang tak bersalah. Ironi memang melihat anak-anak menjadi korban dari perbuatan pelecehan seksual. Kebanyakan dari mereka mengalami trauma yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka di masa depan.
Perbuatan kejahatan pelecehan seksual ini dapat terjadi dimana pun dan kapan pun. Tingkat kewaspadaan terhadap orang-orang disekitar juga perlu untuk diterapkan. Tidak ada yang menjamin bahwa orang-orang disekitar juga bisa menjadi pelaku pelecehan seksual. Langkah-langkah yang bisa dilakukan perempuan untuk mewaspadai tindakan pelecehan seksual dapat dimulai dengan mawas terhadap diri sendiri, menggunakan pakaian yang sopan, tidak sungkan untuk menegur, berani speak up jika mengalami tindakan pelecehan, dan berhati-hati baik di tempat sepi maupun tempat umum.
ADVERTISEMENT
Zaman sudah berubah, perkembangan ekonomi dan pengetahuan juga berubah. Sudah seharusnya pikiran tentang perempuan dan keberadaannya yang hanya sebagai pemuas nafsu juga berubah. Pada dasarnya semua manusia pada awalnya hanya memiliki kekosongan di dalam dirinya. Tidak ada yang pernah meminta untuk dilahirkan sebagai perempuan ataupun laki-laki. Manusia akan berjalan sesuai dengan kerja keras yang ia miliki. Perjalanan hidup akan bergantung atas pengetahuan yang mereka miliki. Pikiran tentang keberadaan perempuan sebagai objek seksualitas hanya pikiran kosong tanpa arti. Sebagai sesama makhluk Tuhan sudah seharusnya sama-sama menghargai dan menghormati.