Konten dari Pengguna

Pajak dan Kepercayaan Publik: Haruskah Kita Selalu Patuh?

Imelda Puspitasari
Mahasiswa Akuntansi Perpajakan D4 Universitas Pamulang
29 April 2025 23:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Imelda Puspitasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi keseimbangan antara membayar pajak dengan manfaat pajak yang diperoleh, Foto: Karya Sendiri
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi keseimbangan antara membayar pajak dengan manfaat pajak yang diperoleh, Foto: Karya Sendiri
ADVERTISEMENT
Pajak sering kali dianggap sebagai beban. Namun, tanpa pajak, negara tidak akan mampu menyediakan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan yang layak. Pajak adalah darah kehidupan negara. Namun, apakah kita selalu harus patuh membayar pajak jika kepercayaan publik terhadap pengelolaan pajak masih diragukan?​
ADVERTISEMENT
Menurut data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), rasio kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pada tahun 2023 mencapai 86,97%, meningkat dari 73,06% pada 2019. Namun, angka ini masih menunjukkan bahwa sekitar 13% wajib pajak belum patuh. Lebih mencolok lagi, rasio kepatuhan wajib pajak non-karyawan justru menurun dari 75,93% menjadi 67,41% pada periode yang sama.
Meskipun ada peningkatan, kepercayaan publik terhadap pengelolaan pajak masih menjadi tantangan. Kasus penyalahgunaan wewenang oleh oknum pejabat pajak dan kurangnya transparansi dalam penggunaan dana publik sering kali menciptakan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat. Sebagai contoh, Survei Keterbukaan Anggaran Tahun 2023 menunjukkan bahwa transparansi anggaran cenderung lebih lemah selama fase pelaksanaan anggaran, yang mengurangi upaya publik untuk memantau pengeluaran aktual dan pengumpulan pendapatan.
ADVERTISEMENT

Transparansi dan Akuntabilitas: Kunci Membangun Kepercayaan

Untuk meningkatkan kepatuhan pajak, pemerintah perlu fokus pada dua aspek utama: transparansi dan akuntabilitas. Penerimaan pajak Indonesia pada tahun 2023 mencapai Rp1.869,23 triliun, tumbuh 8,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, tanpa transparansi dalam penggunaan dana tersebut, masyarakat akan sulit untuk percaya bahwa uang mereka digunakan dengan tepat. ​
Pemerintah harus memastikan bahwa anggaran digunakan secara disiplin, teliti, dan tepat sasaran. Seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, "Anggaran yang diterima Kementerian dan Lembaga negara pada APBN 2024 harus digunakan secara disiplin, teliti, dan tepat sasaran." ​

Pajak sebagai Investasi Sosial

Pajak bukan hanya kewajiban, tetapi juga investasi sosial. Dengan membayar pajak, kita berkontribusi pada pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, dan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Namun, untuk memastikan bahwa investasi ini memberikan hasil yang maksimal, pemerintah harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran.​
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Kepatuhan pajak seharusnya tidak hanya didorong oleh kewajiban hukum, tetapi juga oleh kepercayaan publik terhadap pengelolaan pajak. Pemerintah perlu memastikan bahwa dana yang dikumpulkan dari pajak digunakan dengan transparan dan akuntabel. Dengan demikian, masyarakat akan merasa bahwa kontribusi mereka melalui pajak benar-benar digunakan untuk kepentingan bersama.​