Aku Bertanya Karena Aku Manusia

Muhammad Ibnu Shina
Mahasiswa Sastra Indonesia - Universitas Pamulang Tukang tidur, ngopi dan berkhayal.
Konten dari Pengguna
1 November 2022 12:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ibnu Shina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Manusia adalah makhluk yang bertanya. Ia kerap mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaannya, dan dunia seluruhnya. Binatang tidak mampu berbuat demikian dan itulah salah satu alasan manusia menjulang tinggi di atas binatang. Aku memperhatikan banyak manusia. Kebanyakan kutemui yang mereka tampilkan adalah kepalsuan dan kemunafikan. Rasaku berkata demikian, dan aku selalu berharap mudah-mudahan rasa itu keliru.
ADVERTISEMENT
Bila diilustrasikan, ketika melihat manusia aku semacam melihat wujud halus disebelahnya, dengan rupa yang sama percis seperti tubuh aslinya. Ketika tubuh aslinya tertawa senang, wujud halus itu menangis tersedu-sedu. Sebaliknya, ketika wajah di tubuh aslinya menangis, wujud halus itu menari riang gembira. Seketika muncul pertanyaan di dalam pikiranku, yang mana sebenarnya diri manusia yang sejati?
Terkadang juga aku bertanya, apa yang sebenarnya manusia cari? Sehingga beberapa dari mereka lebih gemar menampilkan kepalsuan dan kemunafikan. Untuk apa mereka rela kehilangan dirinya sendiri? Kenapa mereka lebih memilih menjadi orang lain dan mengabaikan kesejatian dirinya sendiri?
Apa yang sebenarnya manusia cari?
Pengetahuan? Pengetahuan setinggi apa yang ingin manusia capai? Bukankah semakin banyak tahu, manusia akan semakin merasa tidak tahu? Lantas, untuk apa pengetahuan jika pada akhirnya ketidaktahuan juga yang dirasa? Bukankah lebih baik tak tahu apa-apa sedari awal? Sama saja bukan?
ADVERTISEMENT
Kebahagiaan? Bahagia yang seperti apa? Kekayaan? Keharmonisan? Bukankah semua itu tidak abadi? Jadi, untuk apa mencari kebahagiaan? Hidup ini dinamis, terkadang bahagia, terkadang juga berduka. Artinya, kebahagiaan itu tidak tetap, untuk apa mencari sesuatu yang tidak tetap?
Pengakuan? Apa pentingnya pengakuan dari orang lain jika itu menghilangkan jati diri kita yang sejati? Pengakuan dari orang lain pun pada sejatinya masih samar. Terkadang, mereka mengakui kita hanya untuk sekadar formalitas belaka. Bukankah tepuk tangan dan senyum bangga itu bisa dibuat-buat? Lantas, kenapa manusia masih mencari pengakuan?
Kebebasan? Aku tertawa setiap mendengar kata kebebasan diucapkan oleh mereka yang sebenarnya terbelenggu. Mereka berteriak-teriak kebebasan namun tak sadar bahwasanya dirinya sedang ada di dalam penjara, penjara ego dan nafsu dirinya sendiri. Mereka mengibarkan bendera kebebasan, padahal tangannya sendiri pun sedang terikat. Mereka yang telah memiliki kebebasan sejati pun kebanyakan diam saja bukan?
ADVERTISEMENT
Cinta? Haha cinta, mereka yang berkoar-koar dan seolah-olah sedang menjalani cinta sejati kebanyakan tidak mengerti apa itu cinta. Kemuliaan cinta kini telah tercoreng sebab mereka yang tak paham cinta mulai berbicara tentang cinta. Mereka berkata cinta, namun di dalam dirinya, hasrat dan nafsunyalah yang menjadi raja. Mereka berkata tak akan menyentuh dan merusak kesucian kekasihnya, namun pada akhirnya mereka kawin dan bercinta juga. Haha cinta, apa yang kau tahu soal cinta?
Tuhan? Lalu setelah Tuhan mereka temukan, mau apa? Mereka mencari Tuhan, tetapi juga masih gemar menjadi Tuhan, bukankah Tuhan itu enggan diduakan? Lantas Tuhan yang seperti apa yang mereka cari?
Banyak kita temukan orang-orang muda yang mengalami krisis iman religiusnya, terutama jika ia adalah seorang mahasiswa atau karyawan baru yang untuk pertama kalinya meninggalkan lingkungan di mana mereka dididik.
ADVERTISEMENT
Mereka menghadapi berbagai pertanyaan yang tidak dapat lagi terjawab oleh bahan pelajaran yang pernah dihafal ketika masih anak-anak. Krisis tentang iman religius yang dapat dilewati dengan baik bisa menjadi jalan masuk menuju kematangan yang lebih besar, berupa keyakinan dan pemilihan yang lebih sadar.
Semua ini hanyalah segelintir pertanyaan yang kerap muncul di dalam pikiranku, yang mana pertanyaan-pertanyaan itu aku tujukan untuk diriku sendiri sebagai manusia yang juga masih sering menampilkan kepalsuan dan kemunafikan.
Jadi, apa yang sebenarnya manusia cari?