Konten dari Pengguna

Bangku Kelas Versus Bangku Kantin

Muhammad Ibnu Shina
Mahasiswa Sastra Indonesia - Universitas Pamulang Tukang tidur, ngopi dan berkhayal.
18 Juni 2022 22:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ibnu Shina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar merupakan koleksi pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Gambar merupakan koleksi pribadi.
ADVERTISEMENT
Sebagian orang mungkin merasa bangga saat sudah berhasil menjadi seorang mahasiswa. Menjadi mahasiswa itu artinya dia telah berada di dalam perjalanan menuju tempat yang disebut intelektualitas. Dengan menjadi manusia intelektual, ia akan dihargai dan dihormati dalam lingkungan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Apalagi, universitas tempat mereka belajar merupakan kampus dengan kualitas tinggi. Walau sebenarnya kualitas kampus tidak begitu penting, namun tidak bisa dianggap remeh juga. Sebab, bila kampus itu berkualitas, maka sudah pasti memiliki pengajar (dosen) yang berkualitas pula, dan para dosen tersebut kemungkinan besar akan berhasil untuk dapat menghantarkan mahasiswanya sampai pada ruang intelektualitas.
“Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa yang selalu benar, dan murid bukan kerbau.” Kata-kata tersebut dituliskan oleh Soe Hok Gie ketika beliau menemukan guru yang tak terima saat ia kritik ketika guru tersebut menyampaikan teori yang keliru.
Mari kita lihat kenyataannya sekarang, apakah anda sebagai mahasiswa merasa seperti kerbau saat duduk di bangku kelas? Kerbau dalam artian hanya diam saja ketika dosen melakukan sebuah kesalahan dalam berpikir dan bertindak. Silahkan anda jawab di dalam hati masing-masing. Mahasiswa sudah bukan seharusnya lagi menjadi kerbau di dalam kelas yang hanya bisa manggut-manggut seraya malas berpikir hal yang baru atau dengan alasan takut salah dan disalahkan.
ADVERTISEMENT
Sebab, mahasiswa disiapkan untuk menjadi seorang sarjana yang pada hakikatnya adalah manusia yang berpikir dan dapat mencipta yang baru. Manusia yang bisa bebas dari segala arus masyarakat yang kacau. Manusia yang memiliki tanggung jawab serta fungsi moral dan sosial. Sekarang bila di dalam kelas saja kita tidak mampu bebas dari pemikiran kacau dosen, bagaimana kita mampu melawan arus kacau masyarakat nanti?
Jika kita coba telaah, ketika duduk di bangku kelas kebanyakan mahasiswa merasa tertekan sebab takut dianggap salah dalam berpikir dan berbicara. Padahal, ruang kelas tersebut merupakan tempat pikiran diuji, tempat retorika dilatih, tempat untuk berdialektika, tempat daya nalar diukur. Jadi, tidak ada kesalahan mutlak di dalam ruang kelas selama itu semua melalui proses berpikir yang logis.
ADVERTISEMENT
Mengapa kebanyakan mahasiswa demikan? Salah satu faktornya adalah ketidakmampuan dosen dalam mengaktifkan hasrat keingintahuan mahasiswa terhadap suatu ilmu atau pengetahuan baru. Padahal tugas dosen bukan hanya sekadar menyampaikan materi lalu menerima gaji. Dosen harus membuat mahasiswanya berpikir tentang sesuatu. Dosen harus memastikan pikiran mahasiswanya berjalan, bukan sekedar SPPnya saja yang berjalan. Dan dosen pun harus selalu konsisten untuk selalu menanamkan nilai moral dalam setiap pertemuan. Sebab intelektual tanpa moral, tiada berarti.
Jadi, selain menyampaikan materi dosen pun harus terbuka dalam menerima pemikiran mahasiswa. Dosen harus selalu membuka ruang bagi pikiran-pikiran mahasiswanya. Jangan larang kebebasan berpikir mahasiswa biar pun pemikirannya kacau bahkan liar. Jika memang dosennya berkualitas, seharusnya dosen bisa membenarkan pemikiran liar itu kan? Jadi pemikiran liar itu seharusnya dibantah seraya dibenarkan, bukan dilarang.
ADVERTISEMENT
Namun, dosen tidak bisa kita salahkan sepenuhnya. Terkadang, memang kita juga sebagai mahasiswa yang tentunya masih berjiwa muda kerap kali tergoda untuk menikmati berbagai fasilitas di zaman yang sudah canggih ini. Sehingga, membuat kita lupa terhadap peran kita sebagai mahasiswa yang seharusnya lebih kontemplatif terhadap hal-hal yang mampu membuat pikiran dan hati kita lebih jernih. Rasa-rasanya dibandingkan membaca buku, kita lebih senang membaca pesan singkat dari pacar. Itu semua pun harus kita renungkan dan perlahan-lahan kita perbaiki.
Berbeda dengan di kelas, ketika berada di bangku kantin biasanya mahasiswa akan menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Mereka yang tadinya diam seraya memendam rasa sebal saat menerima materi dari dosen atau tidak senang terhadap cara mengajar dosen yang membosankan di kelas, akan memuntahkan semua keluh kesahnya ketika duduk di bangku kantin. Wajar, sebab ketika duduk di bangku kantin tidak ada beban dan rasa tertekan karena takut salah berpikir dan disalahkan sebagaimana yang mereka rasakan ketika di kelas.
ADVERTISEMENT
Di bangku kantin mahasiswa lebih jujur dibanding saat di bangku kelas. Semua terjadi sebab di dalam kelas tidak ditemukan kenyamanan sebagaimana kenyamanan di kantin. Kenyamanan bukan dalam arti di kantin lebih banyak makanan atau bisa sambil merokok dan minum kopi, tetapi di kantin tidak ada pihak yang mereka rasa memiliki otoritas terhadap pikirannya sebagaimana yang sering terjadi di dalam kelas.
Sekarang kita harus coba belajar menjadikan ruang kelas sebagaimana kantin. Mari kita bebaskan pikiran di dalam kelas sebagaimana pikiran ketika di kantin. Jangan merasa bahwa dosen memiliki otoritas terhadap pikiran kita. Sebab kita berhak memiliki pemikiran yang berbeda dengan orang lain, termasuk dengan dosen. Kesalahan mahasiswa bukan ketika ia kurang tepat dalam menguraikan suatu teori tetapi kesalahan mahasiswa adalah ketika ia enggan untuk menggunakan akalnya untuk berpikir.
ADVERTISEMENT