Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Belajar Menjadi Manusia Baik
12 Juni 2022 10:14 WIB
Tulisan dari Muhammad Ibnu Shina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Setiap manusia pada hakikatnya baik, tidak ada yang jahat. manusia memilki sesuatu yang tak dimiliki oleh makhluk lain, yaitu hati nurani. Namun, terkadang hati nurani manusia tak mampu berfungsi dengan baik saat ego menguasai diri. Ego memang suatu hal yang sangat sulit untuk dikuasai oleh setiap manusia. Saat ego manusia sedang meninggi, akan sulit baginya untuk mengaktifkan hati nurani. Padahal, hati nurani manusia harus lebih dikedepankan dibandingkan ego. Sebab bila tidak, hakikat manusia yang merupakan makhluk baik akan mengalami perubahan. Dari situlah timbul yang disebut manusia jahat. Jadi, kejahatan itu hadir karena hilangnya kebaikan atau hati nurani pada diri manusia yang biasanya disebabkan oleh ego.
ADVERTISEMENT
Manusia yang jahat tidak bisa dilihat dari bagaimana ia berperilaku. Perilaku buruk yang terlihat oleh mata bisa saja terjadi hanya karena kurangnya pengetahuan atau kebodohan dari orang yang melakukan hal tersebut. Hal semacam itu bagi penulis belum masuk ke dalam kategori manusia jahat. Seburuk-buruknya perilaku seseorang, ia akan tetap tergerak untuk menyelamatkan seorang anak kecil yang hampir terjatuh ke dalam sumur. Jahat itu berlaku saat perilaku buruk seorang manusia itu berasal dari hati atau niat si pelaku. Jadi, kejahatan tidak selalu diukur dari perilaku seseorang. Kejahatan sudah pasti merupakan perilaku buruk, tapi perilaku buruk belum tentu sebuah kejahatan.
Kebanyakan manusia mungkin sudah merasakan diperlakukan jahat oleh orang lain. Hal tersebut memang tidak mengenakan. Dijahati oleh seseorang memang sangat menyakitkan, apalagi orang tersebut merupakan teman dekat atau bahkan kekasih kita sendiri. Namun, apakah anda pernah sedikit merenung dan bertanya, “Kenapa orang tersebut bisa menjahati kita?” Bagaimana jika nyatanya semua terjadi hanya karena persepsi kita saja yang salah terhadap suatu kejadian? Atau itu semua terjadi karena ego di dalam diri kita yang sedang menguasai diri dan menggelapkan hati nurani, sehingga kita dengan mudahnya menilai bahwa seseorang itu jahat.
ADVERTISEMENT
Orang bijak pernah berkata, “Bila kita melihat hal buruk pada diri orang lain, pada hakikatnya hal buruk yang kita lihat pada diri orang lain tersebut juga kita miliki di dalam diri kita.” Jadi, misalnya kita menilai orang lain sombong karena kita melihat perilakunya, namun ternyata persepsi kita itu tercipta karena di dalam diri kita juga masih terdapat sifat sombong. Singkatnya, sombong yang kita lihat dari diri orang lain adalah cerminan sombong dalam diri kita sendiri. Begitu pun saat menilai orang lain jahat, mungkin penilaian kita hadir karena di dalam diri kita masih terdapat sifat jahat. Artinya, kita harus belajar untuk tidak mudah menilai dan membenci seseorang sebelum merenungkannya dengan hati dan pikiran yang jernih.
ADVERTISEMENT
Ada juga sebuah kutipan mengatakan, “Orang yang terbiasa berbohong akan mudah mengetahui kebohongan yang dilakukan orang lain.” Artinya, orang yang terbiasa berbohong itu mampu mendeteksi kebohongan orang lain karena ia pernah merasakan menjadi pembohong. Begitu pun saat kita mudah menilai seseorang jahat, bisa jadi itu karena diri kita sendiri sudah terbiasa atau pernah melakukan kejahatan kepada orang lain.
Kenapa kita tidak coba biasakan untuk berpikir lebih positif terhadap segala sesuatu yang terjadi? Artinya, kita belajar untuk tidak mudah dalam menilai atau bahkan menghakimi seseorang karena melakukan perbuatan yang menyakiti diri kita. Mari kita sama-sama belajar untuk menetralkan segala sesuatu yang hadir kepada diri kita. Saat mendapat hal baik atau pun buruk dari orang lain cobalah untuk berusaha tidak berubah sama sekali. Dipuji tidak terbang, dihina tidak tumbang. Artinya baik atau buruk sama saja nilainya.
ADVERTISEMENT
Bila sudah membiasakan diri seperti demikian, maka secara otomatis hati kita tidak akan mudah rapuh dan tersakiti. Hal tersebut dapat menjadi semacam energi positif dalam diri dalam menjalani hidup yang sudah pasti berisi hal baik dan buruk. Bila telah kita renungkan dan pikirkan lalu kesimpulannya orang tersebut memang berhak kita nilai jahat, maka cukup nilai saja. Jangan sampai menghakimi dan membencinya, sebagaimana orang bijak berkata, “Menilai orang lain salah itu boleh, tetapi jangan menghakiminya.”
Mari kita masuk ke dalam fase untuk belajar selalu berprasangka baik kepada orang lain. Karena prasangka baik yang kita hadirkan kepada seseorang akan menghasilkan kebaikan juga di dalam diri kita. Begitu pun sebaliknya, prasangka buruk kita terhadap seseorang menggambarkan bahwasanya kita sendiri masih menjadi manusia yang buruk. Memang, berprasangka baik terhadap sesuatu yang buruk itu sulit, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan.
ADVERTISEMENT
Jadi kuncinya, kita mesti belajar untuk selalu menyadari bahwa setiap yang kita alami baik atau buruk, semua itu asalnya dari Sang Pencipta. Lewat siapa pun hal baik atau buruk itu datang, pada hakikatnya itu semua asalnya dari Tuhan.
Hal buruk kita anggap sebagai ujian, hal baik pun pada hakikatnya adalah sebuah ujian. Bahkan, lebih banyak orang gagal lulus ujian Tuhan yang berupa hal baik (kesenangan). Sebab, hidup ini hanya ujian semata, dan kelulusan kita sebagai manusia terlihatnya nanti, saat kita sudah mati. Yang jelas di balik semua ujian itu, selalu terdapat pesan tersirat dari Tuhan yang tentunya mengandung banyak hikmah atau pelajaran yang dapat kita renungkan untuk menjadi lebih baik lagi dalam menjalani kehidupan sebagai manusia.
ADVERTISEMENT