Konten dari Pengguna

Harapan dan Kecewa bagi Manusia

Muhammad Ibnu Shina
Mahasiswa Sastra Indonesia - Universitas Pamulang Tukang tidur, ngopi dan berkhayal.
15 Juli 2022 18:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ibnu Shina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar merupakan koleksi pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Gambar merupakan koleksi pribadi.
ADVERTISEMENT
Cita-cita atau harapan sudah pasti dimiliki oleh setiap tubuh yang bernyawa. Tanpa adanya harapan, manusia belum bisa dikatakan hidup seutuhnya. Harapanlah yang membuat manusia bergerak untuk maju, harapan pula yang membuat manusia terus berusaha menjadi lebih baik lagi dan dengan harapan juga segala energi negatif yang dapat hinggap di dalam diri manusia itu sirna.
ADVERTISEMENT
Sekilas memang dampak dari harapan tidak dapat dirasakan oleh manusia secara langsung, atau bisa dikatakan juga sangat jarang manusia yang menyadari pentingnya sebuah harapan di dalam hidup. Padahal, manusia secara sadar atau tidak sadar hidup di dunia ini dengan menggantungkan harapannya terhadap sesuatu. Manusia pun beragama sebab ada harapan bukan? Harapan untuk bahagia di alam keabadian nanti tentunya.
Saat kita masih kecil, sudah pasti kita pernah ditanya oleh guru di sekolah tentang cita-cita kita di masa depan. Kita pun menjawab dengan berbagai profesi yang kita senangi pada saat itu. Setiap anak menjawab pertanyaan itu dengan kejujuran yang mendalam. Biasanya rasa senang akan hinggap di hati mereka kala menjawab pertanyaan soal cita-cita. Itu mengartikan bahwasanya harapan mampu membangkitkan energi positif di dalam diri manusia.
ADVERTISEMENT
Dalam mitologi Yunani saat Pandora membuka sebuah guci yang merupakan hadiah dari para dewa untuk pernikahannya dengan Epimetheus. Guci tersebut berisi berbagai macam hal buruk dan teror bagi umat manusia, seperti masa tua, rasa sakit, kegilaan, wabah penyakit, dusta, keserakahan, kedengkian, kelaparan, dan berbagai hal buruk lainnya. Dan dengan terbukanya guci itu segala kejahatan pun bebas menjangkit umat manusia. Namun, di dalam guci itu kita ketahui bersama bahwasanya ada satu hal yang masih tersisa dan tak mampu terbang bebas, ia adalah harapan.
Jadi, kita belajar dari kisah Pandora tersebut bahwasanya harapan manusia itu perlu diperjuangkan oleh manusia itu sendiri untuk melawan segala macam bentuk hal buruk. Semua hal buruk yang ada di muka bumi ini hanya bisa dibunuh dengan adanya harapan. Dan harapan itu perlu ditanam di dalam hati manusia seraya diperjuangkan agar ia mampu terbang bebas dan melawan segala macam hal buruk di muka bumi.
ADVERTISEMENT
Tetapi terkadang dalam kenyataannya, harapan itu justru menjadi tombak yang menusuk jantung manusia itu sendiri. Banyak orang yang mati jiwa atau pun raganya disebabkan oleh harapannya yang tak tersampaikan. Banyak kita temukan orang-orang yang pada awalnya menjadi manusia ceria dengan sejuta harapan berbalik menjadi manusia yang berputus asa seraya terus murung dan bersedih hati. Semua terjadi sebab rasa kecewa terhadap harapannya yang tidak tergapai. Apa itu menandakan harapan tak sepenuhnya baik bagi manusia?
Penulis sendiri memiliki pendapat bahwa dalam berharap terhadap sesuatu, manusia tentunya harus menyadari terlebih dahulu kapasitas dirinya. Manusia pun perlu membangun kesadaran penuh bahwasanya dalam setiap harapan selalu ada potensi untuk mendapati rasa kecewa. Kesadaran semacam itu seharusnya menjadikan manusia tidak berlarut dalam rasa kecewa yang mendalam seraya mematikan jiwa bahkan raganya.
ADVERTISEMENT
Jadi, dalam setiap harapan kita sudah sepatutnya menyertakan rasa sadar bahwasanya harapan terhadap sesuatu di dunia itu bukan sesuatu yang harus dikejar sepenuhnya.
Bila mendapati rasa kecewa ketika menggantungkan harapan, bukankah masih banyak harapan-harapan yang lain? Bila perempuan yang kita cintai telah memupus harapan kita, bukankah masih banyak perempuan lain yang membuka harapan kita? Bila jalan ke kiri buntu, bukankah masih ada jalan ke kanan? Simpel bukan? Namun, memang terkadang manusia itu mudah menggantungkan harapan namun sulit untuk menerima rasa kecewa.
Bila kita mau coba sedikit renungkan, harapan-harapan yang pupus serta rasa kecewa yang terus menerpa sebenarnya akan membukakan jalan kita menuju sesuatu yang dapat kita jadikan harapan sepenuhnya dan tak akan pernah mengecewakan hati. Goresan luka di dalam hati merupakan celah bagi harapan kepada yang abadi itu untuk masuk dan melekat di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Setiap langkah kita yang diiringi rasa kecewa sebenarnya menghantarkan kita pada harapan kepada Dia yang abadi. Harapan yang mampu membawa hati terbang ke tempat yang tinggi sehingga hidup menjadi lebih berarti. Syaratnya, kita tak boleh berhenti melangkah (putus asa).
Ketika harapan itu sudah kita gantungkan pada Dia yang abadi dan tinggi tersebut, maka kita akan merasa seakan tak memiliki harapan terhadap apa pun di bumi ini. Kita akan menjadi manusia bagai air yang mengalir saja. Menerima setiap kenyataan hidup yang dilewati sembari terus berjalan dan berharap secara sehat.
Sekali pun kita berharap terhadap sesuatu di bumi ini, maka akan selalu didasari oleh harapan kepada Dia yang abadi. Harapan kepada ‘Dia’ dengan huruf awalan besar akan selalu mengalahkan harapan kepada ‘dia’ dengan huruf kecil. Hingga, kita akan sampai pada satu tahap di mana harapan dan kecewa kita rasakan menjadi sama saja nilainya.
ADVERTISEMENT