Mencari Makna Hidup Lewat Sastra

Muhammad Ibnu Shina
Mahasiswa Sastra Indonesia - Universitas Pamulang Tukang tidur, ngopi dan berkhayal.
Konten dari Pengguna
27 Oktober 2022 16:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ibnu Shina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sastra merupakan cabang seni yang bermedium bahasa. A. Teeuw (1989) mengatakan sastra dideskripsikan sebagai segala sesuatu yang tertulis dan pemakaian bahasa dalam bentuk tulis. Sementara, menurut Sumardjo dan Saini (1997) sastra didefinisikan dalam 5 pengertian yang dapat diartikan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
ADVERTISEMENT
Sudah jelas bahwasanya di dalam sastra, bahasa menjadi sesuatu yang amat vital. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang ‘tidak tahu’, mereka berjuang hidup di dunia untuk sampai pada ‘tahu’, maka manusia di dalam hidup akan terus mencari tahu. Mencari tahu apa? Apa saja. Namun kita ambil satu kasus di mana mereka (manusia) akan terus berusaha untuk mencari tahu makna hidupnya di dunia, dan juga akan seperti apa setelah hidupnya berakhir nanti. Pengetahuan tentang makna hidup itu dapat dicari oleh manusia lewat jalan ilmu pengetahuan atau pun perenungan teologis.
Di dalam proses mencari tahu itulah manusia memerlukan bahasa. Tanpa bahasa mereka tidak akan bisa melakukan pencarian makna hidupnya itu. Tanpa bahasa mereka tidak akan mampu saling berdialektika seraya bertukar pikiran. Oleh karena itulah bahasa adalah salah satu hal yang paling penting di dalam kehidupan.
ADVERTISEMENT
Ketika manusia belajar atau mencari tahu sesuatu, mereka memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam menangkap suatu bahasa pengetahuan yang diungkapkan baik lewat buku atau ceramah para ilmuwan.
Kemampuan bernalar manusia itu berbeda-beda, mereka memiliki cara atau kenyamanan masing-masing dalam mencari tahu sesuatu. Ada yang dengan diberitahu secara eksplisit langsung menangkap, ada juga yang harus diajak ‘bersensasi’ terlebih dahulu baru kemudian memahami apa substansi dari sesuatu yang diajarkan tersebut.
Dalam hal inilah sastra dapat menjadi solusi untuk membantu manusia yang perlu ‘sensasi’ dalam proses mencari tahu makna hidupnya tersebut. Sebab, bahasa di dalam sastra penuh dengan keindahan. Di dalam sastra, bahasa akan dipoles sedemikian rupa sehingga akan penuh dengan nilai-nilai estetika di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Sastra itu duice et utile, artinya menyenangkan dan berguna. Sastra akan memberikan sensasi menyenangkan dan membangkitkan gairah hati manusia-manusia pencari makna. Selain menyenangkan, sastra itu sudah pasti berguna, artinya memiliki nilai-nilai atau pesan moral yang dapat diambil manfaatnya dalam kehidupan nyata.
Oleh karena itu, mencari tahu makna hidup dapat dilakukan dengan media sastra. Selain akan mendapat pengetahuan juga akan dapat sensasi menyenangkan. Bukankah segala sesuatu yang dilakukan dengan hati senang akan menghasilkan sesuatu yang hebat pula?
Hidup di dunia ini penuh dengan cobaan dan masalah. Sebagai manusia kita harus mampu mencari cara untuk dapat mengatasi setiap masalah yang dihadapi. Sebab, masalah tidak akan selesai jika kita hanya berdiam diri seraya melamun kosong tanpa berpikir. Sebagai manusia kita harus mampu berkontemplasi untuk dapat mencari jalan keluar dari setiap permasalahan. Salah satu media dalam berkontemplasi adalah dengan sastra.
ADVERTISEMENT
Sebab, di dalam sastra kita akan banyak menemukan gambaran atau cerminan problematik kehidupan beserta dengan solusinya. Setelah kita mendapat gambaran tentang permasalahan di dalam berbagai karya sastra, kita akan dapat semacam inspirasi dalam berkontemplasi dan untuk kemudian dijadikan referensi untuk solusi dalam menghadapi segala permasalahan hidup di dunia ini.
Di zaman ini khususnya di negara kita, memang sudah sangat sulit menemukan orang yang kita sebut saja “radikalis sastra”. Mungkin, ini disebabkan oleh permasalahan utama bangsa ini adalah ekonomi. Masyarakat kebanyakan lebih fokus untuk berpikir dan mencari cara bagaimana untuk mengisi perut setiap harinya, dibanding dengan mempelajari atau sekadar membaca karya sastra. Sebab, memang sastra sendiri bukan sesuatu yang diperuntukkan untuk mengisi kelaparan perut. Sastra merupakan sesuatu yang diperuntukkan untuk mengisi kelaparan batin. Namun, bukankah lebih bagus lagi jika yang kenyang itu tak sekadar perut, melainkan batin juga?
ADVERTISEMENT
Inilah sesuatu yang perlu kita upayakan sebagai pelajar ilmu sastra untuk dapat membangun konsep agar supaya bangsa ini tumbuh sebagai bangsa yang tak sekadar bangsa yang bekerja, melainkan juga bangsa yang berpikir. Penulis sendiri bercita-cita bangsa ini kelak dipimpin dan dihuni oleh orang-orang bernilai, bermoral dan berakal sehat. Sehingga kesejahteraan di negara ini dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.