Pahlawan yang Ditakuti Belanda: Cut Nyak Dhien

Imma Ghoida Risanti
saya seorang mahasiswa di universitas negeri semarang jurusan ilmu sejarah, saya suka membaca dan menulis sebuah tulisan sejarah
Konten dari Pengguna
10 November 2022 6:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Imma Ghoida Risanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Gambar : https://www.shutterstock.com/image-photo
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Gambar : https://www.shutterstock.com/image-photo
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cut Nyak Dhien merupakan salah satu tokoh Perjuangan Nasional sosok wanita yang hebat yang ada di Aceh, Dengan semangatnya memasuki barisan paling depan dalam memimpin perang melawan belanda. Beliau merupakan wanita yang tangguh, kuat, semangat dan berani hingga membuat Belanda kewalahan menghadapi startegi Cut Nyak Dhien. Wanita Aceh tidak pernah ragu mempertaruhkan jiwa raganya dalam mempertahankan apa yang di pandangnya sebagai soal kebangsaan dan keagamaan, Dengan keberanian wanita Aceh melebihi segala wanita yang lain, karena mempertahankan cita-cita kebangsaan dan keagamaanya.
ADVERTISEMENT
Cut Nyak Dhien merupakan putri dari Teuku Nanta Setia, dan ibu yang seorang bangsawan dari daerah Lempagar. Sosok Cut Nyak Dhien yang lahir pada tahun 1848 kemudian tumbuh di tengah lingkungan bangsawan aceh dan Pendidikan agama yang kuat. Sejak beliau masih kecil orang tuanya telah memiliki peran penting dalam masyarakat VI Mukim. Wilayah ini tidak lepas dari campur tangan keluarga Cut Nyak Dhien tentara Belanda melancarkan serangan ke wilayah VI Mukim, dia hadapi dengan tenang dan rela berpisah dengan suaminya Teuku Cik Ibrahim selama 2,5 tahun. Semua yang dialaminya menambah kekuatan dan ketahanan hatinya demi menghadapi cobaan, makin hari semangatnya makin memuncak sehingga timbul pada dirinya benih Perlawanan kepada Kolonialisme.
ADVERTISEMENT
Cut Nyak Dhien seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa perang Aceh. Dia mulai ikut mengangkat senjata dan berperang melawan Belanda pada tahun 1880. Tidak terlepas dari tewasnya suami Cut Nyak Dhien, Teuku Cik Ibrahim Lamnga saat bertempur pada 29 juni 1878. Kematian suaminya membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda. Pada tahun 1880 Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar dan mempersilakannya untuk ikut bertempur di medan perang. Pada tanggal 30 september 1893, Teuku Umar membuat siasat perang yang menyerahkan diri kepada belanda pasukannya, cara itu dilakukan untuk mempelajari taktik perang Belanda. Dan pada saat itu rakyat Aceh menganggap Teuku Umar sebagai penghianat karena telah berkerjasama, setelah beberapa tahun bergabung dengan Belanda Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien balik menyerang Belanda. Setelah fasilitas lengkap dan mencukupi Teuku Umar mengumpulkan rakyatnya membagikan senjata dan menyerang Belanda Kembali, Perang terjadi pada tanggal 11 Febuari 1899.
ADVERTISEMENT
Dalam keadaan susah di peperangan Cut Nyak Dhien tetap setia mendampingi Teuku Umar dalam pertempuran, walaupun harus berpindah-pindah tempat yang dirasa cukup aman untuk bersembunyi. Pada tahun 1898 Teuku Umar yang melihat keadaan yang makin gawat dari kejaran tentara Belanda memilih untuk mengungsikan Cut Nyak Dhien ke tempat yang lebih aman, yang tidak terlihat oleh musuh. Teuku Umar beserta pasukannya dikepung oleh pasukan Belanda di Meulaboh. Walaupun terkepung oleh pasukan Belanda, semangat pantang menyerah Teuku Umar dan pasukan sampai titik darah penghabisan dan dalam pertempuran tersebut Teuku Umar gugur.
Cut Nyak Dhien melihat suaminya yang gugur saat peperangan membuat dia tidak kehilangan semangat juang, walau kondisi makin renta dan fisik kian melemah, beliau tetap tak mau menyerah, baik saat pasukan Belanda hendak mengepung markas mereka beliau tidak pernah gentar sedikitpun menghadapi Belanda. Setelah ditinggalkan oleh suaminya. Cut Nyak Dhien maju bertempur menghadapi Belanda dengan pakaian lelaki dan dengan rencong di tangan kiri dan pedang di tangan kanannya. Dengan semangat yang dimiliki oleh Cut Nyak Dhien dan pejuang Aceh yang ingin meneruskan perjuangan rekan yang telah gugur dalam menghadapi Belanda. Dengan cepat tersiarlah kabar di seluruh daerah Aceh bahwa janda almahrum Teuku Umar memimpin pertempuran melawan Belanda. Dengan kabar tersebut membuat semangat juang rakyat aceh makin berkobar-kobar, tetapi Belanda pun meningkatkan kegiatan untuk menangkap Cut Nyak Dhien beserta pasukannya. Saat itu Cut Nyak Dhien terus bergerak berpindah-pindah sambal tidak hentinya memberikan dorongan dan semangat kepada kawan-kawan sebangsa dan sebayanya supaya terus berjuang untuk mengusir kamu penjajah atau kamu kafir dari tanah Aceh.
ADVERTISEMENT
Dalam masa-masa perlawanan berikutnya, lembah dituruni, gunung didaki, sungai dan rawa diseberangi oleh Cut Nyak Dhien dalam keadaan sakit-sakitan. Walaupun Sultan Aceh telah menyerah kepada Belanda dalam tahun 1903 dan perang Aceh dapat dikatakan sudah berakhir dengan resmi, namun Cut Nyak Dhien pantang menyerah dia tetap melakukan perlawanan secara bergerilya satu demi satu anggota pasukannya hilang, baik karena kelaparan maupun karena menyerah.
Hingga tidak terasa sudah enam tahun lamanya Cut Nyak Dhien bergerilya melawan tentara Belanda dia berjuang dari tempat persembunyiannya, dari kuburan umar, jauh di dalam rimba yang terletak di daerah-daerah Sungai Woyla dan Sungai Meulaboh. Segala daya dan upaya telah dilakukannya untuk Menyusun perang besar-besaran di seluruh Aceh. Barang-barang berharga yang menjadi kepunyaanya, segala emas dan intan pusaka yang masih ada dikorbankannya untuk mengisi kas peperangan dan Menyusun barisan-barisan pengempur.
ADVERTISEMENT
Dalam peperangan Sabiullah banyak memakan korban karena Jenderal Van Heutsz tidak memberi kesempatan pada pejuang Aceh untuk beristirahat dan tindakan tentara Belanda yang terus mengancurkan dan membasmi orang Aceh. dalam tindakan tersebut banyak pejuang Aceh gugur. Akhirnya Cut Nyak Dhien ditahan oleh pemerintahan Belanda pada tanggal 6 November 1905 di tempat persembunyian Cut Nyak Dhien di dalam hutan terpencil. Setelah ditangkap Cut Nyak Dhien dibuang atau diasingkan ke daerah Sumedang, Jawa Barat.
Dengan dibuangnya Cut Nyak Dhien ke Sumedang dalam tahun 1905, semangat perang yang diwarisi tidak pernah pudar, sampai tahun 1913 perang-perang kecil masih terjadi di daerah Aceh, akan tetappi Sebagian besar wilayah Aceh sudah dikuasai oleh Belanda sepenuhnya. Di Sumedang Cut Nyak Dhien menghabiskana sisa hidupnya hingga meninggal dan dimakamkan oleh warga setempat.
ADVERTISEMENT
Cut Nyak Dhien meninggal pada 6 November 1908 karena usiannya yang sudah tua dan kondisinya yang sakit-sakitan. Setelahnya, Cut Nyak Dhien dimakamkan di daerah pengasingannya di Sumedang dan makamnya baru ditemukan pada 1959. Presiden Soekarno melalui SK Presiden RI Nomor 106 tahun 1964 kemudian menetapkan Cut Nyak Dhien sebagai Pahlawan Nasional pada 2 mei 1962.
Referensi:
Ibrahim, M. (1996). Cut Nyak Din. Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Ikhwan, M., Purnomo, B., & Wahyuni, A. (2022). ANALISIS KARAKTER SEMANGAT KEBANGSAAN CUT NYAK DIEN SEBAGAI TOKOH PELOPOR PERJUANGAN PEREMPUAN. Jurnal Revolusi Indonesia, 2(4), 390-397.