Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.104.0
Konten dari Pengguna
Beragama Minoritas Tapi Mampu Lulus dalam 3,2 Tahun dengan Indeks Nilai 3,9
2 Desember 2022 14:09 WIB
Tulisan dari Imroah Nur Alfi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
I Ketut Adi Mariana, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang beragama Hindu, tapi mampu membuat berbagai macam sejarah dengan segala potensinya.
ADVERTISEMENT
Adi, panggilan yang kerap dilontarkan untuknya. Ia merupakan mahasiswa asal Bali yang beragama Hindu dan memutuskan untuk melanjutkan studi di universitas Islam sebagai minoritas. Keseriusannya untuk menuntut ilmu pada bidang Ilmu Komunikasi dengan kualitas terbaik di Yogyakarta, membuatnya acuh terhadap latar belakangnya sebagai minoritas.
“Kita harus jadi minoritas kreatif, dimana pun kita pasti bakal pernah jadi minortas. Entah itu minoritas suku, minoritas agama, minoritas gender, dan lain sebagainya. Makanya kita ga boleh terlalu hanyut dalam situasi minoritas kita dan berpikir bahwa kita minoritas dan kita ga bisa apa apa. Jangan berpikir begitu. Kita harus kreatif dan bagaimana caranya kita bisa memiliki potensi yang luar biasa walaupun kita minoritas,” ucapnya.
Adi yang selalu mendapat dukungan lahir dan batin sejak awal dari orang tua, membuat ia merasa berhutang budi terhadap mereka dan memulai langkah awal yang mampu menghidupkan potensinya selama ini.
ADVERTISEMENT
Dalam paparannya, orang tua Adi tidak pernah mempermasalahkan pilihannya. Mereka mempercayakan segala keputusan di tangan Adi sendiri. Walaupun memang di awal ia mempertanyakan keputusannya sendiri, tetapi ia tetap profesional dan bertanggung jawab atas pilihannya.
Dengan berpedoman prinsip dan kepercayaan tersebut, Adi berhasil menyelesaikan skripsinya dalam 3 bulan dengan jenis skripsi konferensi. Sehingga, ia mampu menuntaskan studi hanya dalam kurun waktu 3 tahun 2 bulan dengan indeks nilai 3,98 serta akan dinobatkan sebagai mahasiswa termuda dan terbaik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada wisuda periode kedua, tahun ajaran 2022/2023, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Serta berhasil menjalani studi dengan beasiswa dari kampus atau Beasiswa Lembaga Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni (LPKA) selama semester 3, 4, 6, 7, hingga 8.
ADVERTISEMENT
Ternyata, ia tidak hanya mengukir sejarah dalam kampus, tetapi juga dalam organisasi eksternal yang ia geluti. PERHUMAS Muda Yogyakarta (PMY) adalah salah satu organisasi yang berhasil membangun dan membantu perkembangan potensi Adi. Dalam organisasi ini, Adi berhasil menjabat dan mencatat sejarah sebagai Ketua PERHUMAS Muda batch 10 yang pertama menduduki jabatan dengan latar belakang sebagai non-Muslim.
Menjabat sebagai Ketua dalam suatu organisasi besar dan terpandang bukanlah suatu hal yang mudah. Namun, ia memaparkan bahwa disini lah ia belajar dan banyak mendapatkan insight serta impact yang tak terhingga. Memulainya dengan menduduki lokasi-lokasi department, hingga perlahan meningkat, tentu membawa berbagai manfaat. Terlebih, Adi memang merasa nyaman dalam lingkungan yang ia geluti, sehingga memudahkannya untuk belajar hal baru dan menjalin relasi yang bermanfaat di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Selain organisasi eksternal, Adi juga sempat mengikuti organisasi kampus, yaitu, Ikom Radio dan Sunshine Voice. Namun, tidak begitu digeluti karena merasa kurang cocok ke dalam ranah yang ia minati. Tak sampai disitu, Adi merupakan seorang asisten dosen yang cukup dikenal di fakultas, hingga kampus.
Di balik padatnya jadwal kegiatan, ternyata Adi memiliki cara manajemen waktu nya sendiri. Ia mengatakan bahwa semua kegiatan sudah sangat terjadwal dan apabila salah satu dari jadwal selesai lebih cepat, waktu sisa yang dimiliki akan digunakan untuk mengecek ulang dan beristirahat. Kemudian, ia akan melanjutkan jadwal-jadwal yang sudah terstruktur. Ia memang kesulitan di awal, namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai terbiasa dan semua terasa ringan.
ADVERTISEMENT
Tapi, apakah Adi mendapatkan lingkungan perkuliahan yang aman dan tenang?
Ia justru menyatakan bahwa ia tidak pernah mendapatkan tekanan, bullying, serta diskriminasi sebagai minoritas, malah dikejutkan dengan lingkungan yang sangat supportive dan damai. Seringkali ia, diperlakukan lebih baik oleh dosen-dosen di kampus. Teman-teman kuliahnya pun sangat menjunjung tinggi rasa toleransi.
Tak lupa, tentunya dalam lika-liku kehidupan Adi, ia memiliki support system yang selalu ada di setiap saat. Alih-alih menyebutkan sahabat atau pasangan, Adi mengatakan, kedua orang tuanya yang selalu berada di garda terdepan. Setiap Adi sakit, sedih, lelah, orang tuanya selalu menjadi log panggilan utama untuk dihubungi. Ketika Adi sedang mengikuti kegiatan, acara-acara, dan sebagainya, ia selalu memberi kabar dan mendapat dukungan dari orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Sungguh jarang untuk ditemui pada generasi ini yang menjadikan orang tua satu-satunya support system. Tanpa sahabat maupun pasangan. Dan Adi membuktikan dari awal perjalanannya, bahwa orang tua adalah kunci utama keberhasilannya. Serta, ia menunjukkan kepada dunia bahwa status minoritas bukanlah suatu halangan untuk berproses dan melesat hingga puncak.