Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin Terbelah?
6 Februari 2024 10:24 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Imron Wasi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tinggal menghitung hari, pesta demokrasi di Indonesia akan segera dimulai. Namun, di tengah pergumulan politik tersebut justru intensitas konflik, manuver politik dan orkestrasi semakin masif.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya memiliki implikasi terhadap keadaan internal kabinet Jokowi-Amin, terutama saat adanya dukungan yang masif dan sistemik dari para punggawa istana seperti menteri-menteri, termasuk kecenderungan dukungan dan pilihan politik Jokowi terhadap salah satu kontestan, yaitu Prabowo-Gibran.
Kecenderungan dukungan dan pilihan politik Jokowi yang diilustrasikan melalui simbolisasi politik di ruang publik menyajikan bahwa Jokowi tampak sudah memiliki pilihan pada Pemilu 2024.
Bahkan, statement politik eks Wali Kota Solo ini juga menuai sorotan, terutama saat dirinya disebut-sebut boleh kampanye menurut regulasi yang ada.
Meski demikian, status politiknya yang masih melekat sebagai Presiden ini dikhawatirkan oleh sebagian besar publik yang dianggap akan berbahaya jika sekadar mendukung salah satu kontestan semata. Sebab, status politiknya sebagai panglima tertinggi sangatlah superior.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, dengan segala superioritas yang dimilikinya-jika Jokowi hanya mendukung salah satu kontestan untuk mendulang suara bagi pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, bisa saja ia memobilisasi alat politik yang dimilikinya, terutama sebagian punggawa istana juga mendukung Prabowo-Gibran.
Akibatnya, dukungan politik yang diberikan oleh sebagian punggawa istana terhadap pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah membuat keadaan Kabinet Indonesia Maju ini mengalami kegoyahan.
Isu kegoyahan ini juga muncul ke ruang publik dengan adanya informasi sebagian menteri yang akan mundur dari kabinet Jokowi-Amin. Kendati demikian, baru Mahfud MD yang mundur dari jabatannya yang sekaligus sebagai kontestan pada Pemilu 2024.
Kasak-kusuk politik ini ditengarai karena ketidaknetralan elite politik di pusat kekuasaan. Hal ini sangatlah kontradiktif dengan ucapan politik yang selalu dibicarakan kepada PNS, TNI/Polri dan pemerintah yang harus bersikap secara netral.
ADVERTISEMENT
Alih-alih hendak menciptakan pemilu yang demokratis, elite politik yang berada di pusat kekuasaan justru terjebak pada upaya melenggangkan demokrasi ke arah regresi.
Tak ayal, jika keadaan demokrasi ini direspons oleh para guru besar dan perguruan tinggi bahwa perilaku politik Jokowi secara faktual telah membawa demokrasi semakin mengalami erosi politik.
Di satu sisi, di tengah seruan dari para guru besar dan perguruan tinggi, Presiden Jokowi sudah seharusnya bisa mendengar suara-suara dari akademisi untuk menjaga kohesi sosial bangsa Indonesia agar bisa meninggalkan legacy yang sangat baik.
Sedangkan, di sisi yang lain, Jokowi harus bisa menjaga stabilitas koalisi dan kabinetnya demi mewujudkan dan mengutamakan kepentingan masyarakat, bukan individu, kelompok, maupun keluarga tertentu.
ADVERTISEMENT