Kebijakan China dalam Penanganan COVID-19

Imron Wasi
Peneliti dan Manager Riset dan Advokasi Publik Netfid Indonesia
Konten dari Pengguna
22 September 2021 19:13 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Imron Wasi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi COVID-19. Foto: DADO RUVIC/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi COVID-19. Foto: DADO RUVIC/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Negara-negara di dunia, secara umum mengalami implikasi yang sangat dahsyat, akibat munculnya Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Akibatnya, berbagai sektor terkena imbasnya. Hal ini membuat negara-negara di dunia, termasuk negara-negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia juga turut mengalami hal yang serupa.
ADVERTISEMENT
Sehingga, agenda nasional yang mulanya sudah memiliki kerangka acuan kerja, pada akhirnya harus melakukan reorientasi kembali. Dalam hal ini, untuk menangani Covid-19 ini. Pada mulanya, wabah pandemi ini berawal dari Wuhan, China. Kemudian, seolah melakukan transmisi secara cepat ke berbagai negara, seolah tidak ada sekat yang menjadi garda terdepan untuk mengadang.
Sebagai salah satu negara episentrum Covid-19, China juga secara aktual begitu cepat memulihkan kembali keadaan domestiknya. Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari peran negara tersebut yang telah membuat skema kebijakan publik. Bahkan, meski ada virus varian baru seperti Delta, pemerintah China secara eksklusif membuat sejumlah kebijakan, terutama dengan ‘mengunci’ mobilitas warga dengan berbagai cara, misalnya, membatalkan sejumlah penerbangan, dan menutup perbatasan agar virus corona varian delta tidak semakin menyebar. Namun, secara realitas, ada berbagai skema kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah China dalam menangani kasus Covid-19, sehingga laju transmisinya juga terhambat.
ADVERTISEMENT
Seperti yang sudah diungkapkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO), terdapat tiga respons yang dilakukan pemerintah China dalam menghadapi Covid-19, di antaranya: (i) isolasi mandiri; (ii) mobilisasi massa; dan (iii) penggunaan teknologi. Kebijakan yang pertama, yakni isolasi mandiri. Dalam kaitan tersebut, pemerintah China melakukan penguncian wilayah atau dalam bahasa sehari-hari sering disebut sebagai kebijakan lockdown. Hal ini dilakukan yaitu untuk mengendalikan infeksi, memblokir transmisi, dan penyebaran Covid-19 tersebut atau memiliki prospek untuk memutus mata-rantai tersebut. Kebijakan tersebut diterapkan pada akhir Januari 2020.
Kedua, mobilisasi massa di sini dapat dimaknai sebagai suatu langkah preventif untuk mengurangi intensitas epidemi dengan harapan agar jumlah kasus melandai. Lebih lanjut, kebijakan ini juga fokus dalam mengobati pasien aktif, mengurangi angka kematian, dan mencegah virus. Hal ini didukung dengan melibatkan komponen warga lainnya, seperti puluhan ribu staf medis dan peralannya, relawan, militer, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Dan pejabat pemerintah intern China dan Partai Komunis Tiongkok juga berada dalam garda terdepan dalam penanganan Covid-19 ini. Ketiga, penggunaan teknologi. Alat teknologi juga sangat esensial dalam mendukung penanganan Covid-19, misalnya, berguna untuk penggunaan data besar, dan kecerdasan buatan yang bertujuan untuk menelusuri kontak manusia yang terjangkit virus ini. Selain itu, keberhasilan ini juga didukung karena: karantina yang ketat, pengujian massal, membangun RS darurat, dukungan logistik, akuntabilitas, koordinasi internasional, kepercayaan masyarakat, aplikasi, mengembangkan IT, memakai masker, dan lain sebagainya,
Dengan demikian, kebijakan yang telah diterapkan tersebut telah berhasil membuat China menekan transmisi Covid-19. Selain itu juga, China cepat bangkit kembali, bahkan dapat memproduksi vaksin-vaksin dan didistribusikan ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Dengan hadirnya vaksin tersebut, justru sangat membantu dan sangat berdampak bagi Indonesia dalam menekan laju Covid-19, di tengah melonjaknya kasus Covid-19 di Tanah Air. Upaya ini sangat penting, agar mobilitas sosio-ekonomi bisa bergulat kembali. Dengan kata lain, dapat memulihkan ekonomi nasional
ADVERTISEMENT
Saat ini, China atau Republik Rakyat China menjadi salah satu negara Asia yang sering menyita perhatian khalayak publik. Pada dasarnya, hal ini dapat dilihat dari berbagai hal, terutama penanganan Covid-19 di negara tersebut, seperti yang sudah disampaikan di awal atau dari informasi yang diperoleh dari media massa mengatakan bahwa mulanya wabah pandemi ini berasal dari China. Akan tetapi, China begitu responsif menanggapi permasalahan ini, sehingga berimplikasi pada kestabilan berbagai sektor, meski tidak secara holistik.
Sementara itu, meminjam istilah dari Heywood (2017) juga yang pernah memprediksi atau mengatakan bahwa China akan menjadi negara maju. Hal diafirmasi dari sejumlah hal, misalnya, dari kemajuan-kemajuan yang tampak secara praktis riil, salah satunya penggunaan teknologi dalam penanganan Covid-19. Selain itu, dari aspek lainnya, seperti ekonomi, China juga tumbuh dengan cepat. Dengan kata lain, kiblat negara adidaya juga bisa beralih ke Asia. Sebagian besar dari kita mungkin mengetahui, negara-negara adidaya dulu, sebut seperti AS-Rusia, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Teknologi
Sebagai salah satu mekanisme dalam mencegah transmisi Covid-19, China mengutamakan metode utama seperti penggunaan teknologi. Teknologi memang menjadi tools dalam melihat peradaban kontemporer, terlebih di era disruption mutakhir. Ada sejumlah alat teknologi yang digunakan oleh ‘Negeri Tirai Bambu’ tersebut dalam menghadapi wabah pandemi Covid-19, yaitu: (i) kode; (ii) drone; (iii) ponsel pintar; (iv) infodemic; (v) kolaborasi online; (vi) platform pembelajaran sosial; (vii) perawatan e-medis dan psikologis; (viii) perawat robot dan diagnosis Al; (ix) manfaatkan teknologi untuk interaksi sosial; dan (x) dasbor big data.
Pertama, China sudah paling awal mendeteksi Covid-19 ini dengan ‘kode’, bahkan sejak Covid-19 berkembang selama satu pekan, Tiongkok telah merangkai genom atau kode mengenai Covid-19. Kedua, China telah menerbangkan sebuah alat teknologi canggih, dalam hal ini, drone ke seluruh wilayah daerahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, tentunya banyak sekali manfaat dari kehadiran drone ini, misalnya, menyemprotkan disinfektan di daerah-daerah, dapat dijadikan sebagai alat patroli untuk mengetahui aktivitas warga negara selama ada wabah pandemi dan penerapan kebijakan yang diterapkan, dan juga bisa mengirim pasokan medis penting. Ketiga, ponsel pintar memiliki peran yang sangat esensial sekali, seperti dapat memainkan peranan dalam mengurangi paparan, aplikasi penawaran yang mencoba ditransformasikan sesuai kondisi riil. Dalam bahasa lain, ada alternatif pilihan agar tidak terjadi kontak sosial.
Keempat, seluruh komponen diajak untuk memerangi hoaks selama pandemi. Karena, pandemi ini juga salah satunya dapat menciptakan mobilisasi hoaks. Oleh karena itu, kebijakan seperti mengajak berbagai komponen ini sangatlah substansial. Sebab, wabah yang dahsyat ini memang semestinya dilawan secara kolektif. Kelima, menggunakan perangkat lunak, agar dapat beraktivitas di rumah, meski dalam keadaan penerapan kebijakan pembatasan sosial atau lock down, platform kolaborasi, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Keenam, tidak bisa dinafikan, pandemi juga berdampak pada dunia pendidikan, sehingga hal ini mengubah paradigma pendidikan, yang semula secara tatap muka, tapi semenjak adanya Covid-19, dituntut agar lebih beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi. Sebagaimana yang sudah dilakukan, yaitu platform pembelajaran online, seperti siswa dapat mengambil kelas tertentu dan guru mengajar di rumahnya masing-masing.
Hal ini juga bisa membatasi aktivitas atau interaksi secara eksklusif di tengah eskalasi Covid-19. Teknologi yang digunakannya adalah melalui platform e-streaming. Ketujuh, China juga telah mengantisipasi ledakan pasien yang akan memenuhi sebagian besar rumah sakit. Dengan demikian, China mengeluarkan kebijakan dalam bidang kesehatan, seperti dokter daring atau online serta pengiriman obat bak seperti kilat. Dan yang lebih baiknya adalah layanannya bersifat gratis.
ADVERTISEMENT
Kedelapan, robot juga menjadi item utama China dalam memerangi Covid-19 ini. Robot ini juga berfungsi untuk memberikan makanan, obat-obatan, dan seterusnya. Sementara itu, robot tersebut juga dapat membantu dalam hal distribusi penyemprotan disinfektan di sejumlah rumah sakit, tempat umum, dan lain-lainnya. Selain itu, untuk mengetahui ribuan CT scan dalam waktu 20 detik dengan tingkat akurasi yang tinggi sebesar 96 persen itu bisa menggunakan AI.
Kesembilan, kebijakan-kebijakan yang telah dibuat juga, telah memberikan pilihan agar sektor lainnya juga perlu diperhatikan. Wabah pandemi ini juga telah memberikan dampak yang besar bagi seluruh sektor. Sehingga, pada saat yang bersamaan, mesti dilawan secara kolektif. Meminjam istilah Soekarno, yang menyebutnya sebagai gotong royong. Dan, terakhir, yaitu China telah membuat dasbor big data, untuk keperluan publikasi. Dengan kata lain, adanya salah satu akuntabilitas kepada warga negara.
ADVERTISEMENT
Menilik sejumlah kebijakan yang telah dikeluarkan ini, termasuk penggunaan teknologi telah berhasil membuat China lebih awal dan cepat bangkit dari pusaran ekosistem Covid-19. Meski demikian, transmisi Covid-19 tentunya tidak secepat kilat akan hilang, seperti kekuatan teknologi.
Imron Wasi Mahasiswa pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Indonesia.