Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Politik Daging Sapi ala Prabowo-Gibran
15 Mei 2024 14:46 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Imron Wasi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai kandidat terpilih pada pemilihan Presiden 2024.
ADVERTISEMENT
Kemenangan yang telah diraih oleh Prabowo-Gibran ini tentunya tidak bisa dinafikan dari adanya dukungan superior dari instrumen politik, seperti partai politik, tim relawan, tim sukses, para pemodal, dan endorsement politik dari Jokowi.
Instrumen politik yang terakhir ini tampaknya berhasil mengonversi suara pemilih terhadap Prabowo-Gibran, terlebih ada putra Presiden Jokowi yang didapuk sebagai calon wakil presiden dari Prabowo Subianto. Keberhasilan ini mencapai raihan suara sebesar 58,6 persen.
Perolehan suara ini telah menanggalkan kompetitor politiknya Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Setelah keputusan Mahkamah Konstitusi keluar, kedua kompetitor Prabowo-Gibran mengakui kemenangannya. Meskipun, tim kontestan Ganjar-Mahfud secara mutakhir membawa hasil pemilu ini ke PTUN.
Kemenangan Prabowo-Gibran - sebagaimana yang telah disebutkan di awal, didukung oleh berbagai instrumen politik yang dominan.
ADVERTISEMENT
Pertama, dukungan dari partai politik koalisi pemerintahan, yang terdiri atas Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, dan Partai Demokrat. Kedua, tim sukses.
Tim sukses Prabowo-Gibran juga memiliki rekam jejak yang besar, terlebih didukung oleh para pengacara domestik yang sangat populer.
Ketiga, tim relawan. Relawan politik menjadi medium politik yang bisa digunakan untuk menambah kekuatan politik. Sedangkan, yang keempat para pemilik modal yang memiliki sumber finansial besar dan yang kelima endorsement politik.
Instrumen politik yang telah digunakan dan diterima oleh pasangan Prabowo-Gibran ini tentunya secara kasat mata terlihat bahwa kabinet ini cenderung akan dikelola dengan koalisi besar.
Hal ini terekam dari statement politik Prabowo Subianto yang akan merangkul semua pihak dan kunjungannya ke sejumlah partai politik.
ADVERTISEMENT
Sejak terpilihnya Prabowo-Gibran, partai politik yang sudah mengusung dan mendukungnya tentu sudah mulai mengaktivasi komposisi kabinet sesuai kinerja yang sudah dilakukannya selama proses Pemilu 2024.
Mereka mulai meminta timbal-balik dari ‘keringat’ politik yang sudah keluar selama proses elektoral. Bahkan, keberhasilan Prabowo-Gibran ini juga cukup besar.
Dalam kaitan ini, permintaan politik ini yang muncul di khalayak publik, misalnya, Partai Golkar yang mencoba menitipkan kadernya untuk bisa mengisi posisi kementerian sebanyak lima menteri, termasuk aktor politik yang memiliki relasi politik dengan Presiden Jokowi.
Pasangan Prabowo-Gibran tentunya akan mengakomodasi kepentingan partai politik yang sudah mengusungnya, termasuk membuka kans politik bagi partai politik yang tidak mengusungnya sedari awal.
Dengan kata lain, presiden dan wakil presiden terpilih ini diprediksi akan menciptakan koalisi besar dan mencoba mengalienasi oposisi, seperti yang telah dilakukan SBY dan Jokowi.
ADVERTISEMENT
Hal ini dilakukan untuk meredam perlawanan politik di parlemen oleh partai oposisi terhadap agenda dan kebijakan publik pemerintahan yang sewaktu-waktu bisa terhambat oleh adanya gerakan politik di parlemen.
Kendati demikian, jika Prabowo-Gibran mengakomodasi kepentingan pragmatisme partai politik dan mengabaikan pengawasan politik dari parlemen dan partai politik tentunya akan Ada implikasi politik.
Di satu sisi, sebagai Presiden terpilih - Prabowo Subianto memiliki hak prerogatif untuk menyusun kabinet pemerintahan. Namun, di sisi yang lain, justru ia dihadapkan pada pola relasi politik yang membuat dirinya sukar karena adanya politik transaksional atau dalam tulisan ini disebut politik dagang sapi.
Istilah politik yang kerap digunakan untuk melihat ‘kue’ kekuasaan yang terbagi setelah arena politik usai dan telah dimenangkan oleh kandidat tertentu.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks demokrasi di Indonesia, istilah ini secara reguler akan selalu muncul karena pragmatisme politik sudah mengakar dalam arena politik Indonesia.
Karena itu, presiden dan wakil presiden terpilih melakukan strategi politik ini untuk bisa mengakselerasi kebijakan yang diformulasikannya bisa berjalan sesuai tahapan yang diharapkan oleh pemerintah.
Oleh karena itu, untuk membendung arus oposisi di parlemen, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan merangkul semua pihak.
Secara umum, merangkul di sini bisa dipahami sebagai sikap politik untuk mengakomodasi kepentingan partai politik yang bisa menempatkan kadernya menduduki berbagai jabatan strategis di pemerintahan, termasuk kursi menteri yang sekarang sedang menjadi incaran semua partai politik.
Pada saat yang sama, muncul juga wacana politik bahwa Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan menambah kementerian.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, alih-alih menciptakan kabinet zaken, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka justru secara implisit mendukung pragmatisme politik dalam rangka mengakomodasi kepentingan partai politik dan instrumen politik lainnya yang telah berhasil mengantarkan dirinya ke puncak kekuasaan.
Pada dasarnya, tidak mudah bagi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk menciptakan stabilitas koalisi pemerintahan.
Sebab, platform antarpartai politik juga berbeda jika tidak ada titik temu kepentingan. Meskipun, dalam rumah politik yang sama dalam koalisi.
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka diharapkan bisa membiarkan partai politik yang memiliki sikap untuk berada di luar pemerintahan agar tercipta proses check and balances.
Saat ini, PDIP tampaknya terlihat akan berada di luar kekuasaan selama konsensus politiknya tidak disetujui. Kemudian, Partai Nasdem dan PKB terlihat akan bergabung ke dalam pemerintahan
ADVERTISEMENT