Peran Pengawasan Sekolah dalam Upaya Pencegahan Tindakan Rasisme

Imtiaz Sofiyanti
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Manajemen Pendidikan yang tertarik dengan problematika pendidikan di Indonesia.
Konten dari Pengguna
26 November 2022 21:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Imtiaz Sofiyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ruang kelas sebagai tempat pembelajaran siswa di sekolah. Sumber foto: Dokumentasi pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Ruang kelas sebagai tempat pembelajaran siswa di sekolah. Sumber foto: Dokumentasi pribadi.
ADVERTISEMENT
Pada perkembangan zaman yang dinamis ini, tindakan rasisme merupakan fenomena yang kerap kali terjadi di kalangan masyarakat terutama kalangan kaula muda terpelajar. Salah satu penyebab utama terjadinya perilaku rasis adalah adanya pandangan pada suatu kelompok yang merasa lebih baik dan tinggi derajatnya dibandingkan yang lain, baik itu dari segi warna kulit, ras, dan suku asal. Contohnya dapat kita lihat pada sebutan khusus seperti Si Sipit, Si Ngapak, dan Si Hitam. Kasus seperti ini dapat membuat figur buruk sekolah sebagai tempat berlangsungnya proses pengajaran.
ADVERTISEMENT
Rasisme adalah doktrin yang mempropagandakan bahwa perbedaan pada ras manusia dapat menetapkan pencapaian derajat sebuah individu yang menganggap bahwa ras, agama, atau suku budaya tertentu memiliki nilai yang lebih unggul dibandingkan yang lain.
Daldjoeni (1991) berpendapat bahwa rasisme adalah sebuah teori atau gagasan yang menyatakan bahwa hubungan kausal antara karakteristik jasmaniah dan karakteristik tertentu yang diturunkan dalam hal kepribadian, intelek, budaya atau gabungan semuanya menyebabkan superioritas dari suatu ras tertentu pada ras lain.
Dari berbagai perdebatan diskriminasi yang terjadi dalam kehidupan sosial di Indonesia, hal yang paling sensitif adalah permasalahan mengenai diskriminasi rasial. Yaitu, segala bentuk pembedaan, pengecualian, dan pembatasan pada suatu ras dan suku bangsa tertentu yang mengakibatkan kurangnya perolehan hak asasi manusia dan kebebasan di lingkungan sosial. Diskriminasi ras, etnis, dan suku bangsa dapat dipicu oleh stigma tertentu yang berkembang di kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sekolah sebagai lembaga pendidikan seharusnya menjadi cerminan tempat yang bersahabat bagi para siswa dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Sekolah sebagai tempat yang bersahabat berarti harus dapat memberikan kesenangan dan keluwesan kepada anak untuk melakukan pengembangan diri sehingga anak dapat menemukan potensi dan jati diri yang sesuai.
Dari hasil ini dapat diketahui bahwa ada beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan terjadinya tindakan rasisme yang dilakukan oleh anak-anak di sekolah. Di antaranya adalah:
1. Adanya penanaman doktrin dari orang tua yang memiliki rasa kebencian dari generasi ke generasi selanjutnya karena suatu masalah tertentu pada suatu golongan ras, agama, atau suku tertentu.
2. Terdapat perbedaan pada budaya dan adat istiadat yang diajarkan di dalam lingkungan keluarga pada setiap daerah berpengaruh terhadap pemikiran serta perasaan tiap individu anak.
ADVERTISEMENT
3. Terjadi karena merasa superior dari segi paras, ekonomi, keturunan, dan kehidupan sosial.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2008 Bab IV Pasal 5a dan Pasal 28b Ayat 2 menjelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai jaminan perlindungan dan kepastian dalam hukum untuk hidup bebas dari perlakuan diskriminasi ras, agama, dan etnis. Setiap anak juga berhak atas kelangsungan hidup, berkembang serta mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan dan rasisme yang terjadi pada lingkungan sosialnya.
Meskipun sudah ada undang-undang yang menjelaskan mengenai hal ini, tindakan rasisme yang terjadi di kalangan anak-anak sekolah masih sering terjadi. Akibat yang dapat terjadi karena tindakan ini adalah depresi, merasa rendah diri, dan merasa malas untuk berangkat ke sekolah. Jika dibiarkan secara terus-menurus, dampak ini akan menimbulkan efek jangka panjang sampai anak tersebut dewasa. Selain itu, dampak jangka pendek yang dapat terjadi adalah penurunan prestasi, hilangnya sikap ceria dalam bersosialisasi, dan dapat menimbulkan ancaman kesehatan pada diri siswa tersebut.
ADVERTISEMENT
Bekal wawasan mengenai rasisme dapat diajarkan kepada siswa sejak mereka dini yaitu sekitar usia 4 tahun, ketika mereka mulai mampu membedakan warna kulit, agama, dan suku budaya melalui pengajaran yang diberikan oleh orang tua dengan lingkungan sekitar rumah sebagai contoh pembahasannya. Saat di sekolah anak-anak juga diajarkan untuk mencegah adanya tindakan rasisme.
Berikut ini merupakan beberapa cara yang dapat diterapkan di sekolah untuk menanggulangi terjadinya tindakan rasisme di sekolah:
1. Memahami bahwa kita dilahirkan sebagai manusia dengan mempunyai posisi yang sama.
2. Berteman dengan orang yang memiliki latar belakang ras, suku, agama, dan budaya yang berbeda untuk memupuk rasa toleransi, belajar menghargai perbedaan dari setiap individu, memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang tidak diajarkan di sekolah seperti mengajarkan tentang kebudayaan, makanan, dan adat istiadat baru.
ADVERTISEMENT
3. Menggunakan pilihan kata yang bijak, halus, dan tidak menyinggung atau menyangkutpautkan tentang topik yang sensitif seperti mengejek tentang ras, mendebatkan bahasan agama, dan lain-lain dalam bercanda atau bercengkrama.
Dilihat dari fenomena ini, sekolah sudah sepantasnya menjadi area yang bebas dari perilaku dan tindak diskriminasi serta dapat menegakkan peraturan yang berlaku untuk menjamin terwujudnya keadilan, keamanan, dan kedamaian. Memberikan perhatian yang kurang terhadap tindakan ini tidak akan dapat menyelesaikan akar masalah dari upaya pelaksanaan perlindungan tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh siswa di sekolah. Upaya pencegahan melalui pengawasan harus ditegakkan untuk mengontrol perilaku siswa demi mewujudkan budaya bangsa yang menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.