Konten dari Pengguna

Keterkaitan Terorisme dan Globalisasi dalam Ilmu Hubungan Internasional

Ilham Muhar Danny
Ex-Botoligan. A lilywhite.
15 Februari 2025 19:01 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Muhar Danny tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi globalisasi. Dibuat oleh penulis menggunakan aplikasi Canva.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi globalisasi. Dibuat oleh penulis menggunakan aplikasi Canva.
ADVERTISEMENT
Ketika berbicara mengenai terorisme dan globalisasi dalam konteks hubungan internasional, kita tidak dapat melepaskan keduanya dari keterkaitan yang kompleks. Globalisasi telah mempercepat arus informasi, mobilitas manusia, serta distribusi teknologi dan senjata yang memungkinkan terorisme berkembang lintas batas negara. Di sisi lain, aksi terorisme yang semakin meluas juga telah mempengaruhi bagaimana negara-negara berinteraksi dan membuat kebijakan keamanan global.
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan membahas keterkaitan antara terorisme dan globalisasi berdasarkan penelitian akademis yang telah dilakukan, serta menambahkan analisis lebih lanjut mengenai bagaimana fenomena ini berkembang dari masa ke masa.
Globalisasi: Sebuah Transformasi yang Mengubah Struktur Dunia
Globalisasi merupakan fenomena multidimensional yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik, sosial dan keamanan. Menurut Estrada (2009), globalisasi telah membawa dunia ke dalam interdependensi yang semakin kompleks, mempercepat arus komunikasi, dan membuka akses terhadap berbagai bentuk teknologi baru. Hal ini juga diamini oleh Passante (2021), yang menyebutkan bahwa interdependensi ekonomi yang disebabkan oleh globalisasi telah membawa manfaat sekaligus risiko baru bagi keamanan internasional.
Menurut Khan & Estrada (2017), globalisasi dapat dikategorikan ke dalam tiga karakteristik utama:
ADVERTISEMENT
1. Reformasi kelembagaan dan politik: Mengurangi peran sektor publik dalam ekonomi dan mendorong privatisasi untuk meningkatkan efisiensi.
2. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi: Teknologi seperti internet, media sosial, dan telepon seluler memungkinkan komunikasi yang lebih cepat dan luas.
3. Liberalisasi perdagangan: Mendorong perjanjian perdagangan bebas dan memperkuat integrasi ekonomi antarnegara.
Sayangnya, dampak positif dari globalisasi juga membawa risiko, salah satunya adalah semakin terbukanya akses bagi kelompok teroris untuk melakukan propaganda, perekrutan anggota, serta pendanaan aktivitas mereka.
Terorisme: Dari Revolusi Prancis hingga Ancaman Global
Terorisme bukanlah fenomena baru. Istilah "terorisme" pertama kali muncul selama Revolusi Prancis (1793-1794), ketika pemerintahan baru di bawah Maximilien Robespierre menerapkan kebijakan Reign of Terror (La Terreur) untuk menyingkirkan lawan politiknya. Pada periode ini, ribuan orang dihukum mati menggunakan guillotine atas tuduhan berkhianat terhadap revolusi. Pemerintahan Revolusi Prancis menganggap tindakan ini sebagai upaya untuk menciptakan stabilitas dan menegakkan keadilan revolusioner, tetapi dalam praktiknya, justru menciptakan ketakutan yang meluas di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, konsep terorisme mengalami evolusi. Pada abad ke-20, terorisme tidak lagi hanya terkait dengan revolusi politik, tetapi juga mencakup berbagai motif seperti ideologi, agama, dan ekonomi. Setelah serangan 9/11 yang dilakukan oleh Al-Qaeda pada tahun 2001, terorisme menjadi isu utama dalam keamanan global. Amerika Serikat merespons serangan tersebut dengan kebijakan Global War on Terrorism, yang tidak hanya menargetkan kelompok teroris tetapi juga berdampak pada hubungan internasional secara keseluruhan (Khairani & Agussalim, 2014).
Terorisme, menurut Jenkins (2023), merupakan penggunaan kekerasan yang telah dikalkulasi untuk menciptakan ketakutan yang bersifat umum dalam suatu populasi untuk menghasilkan tujuan politik tertentu. Terorisme sampai saat ini masih memiliki definisi yang semu - tidak ada definisi absolut tentang terorisme. Definisi terorisme
ADVERTISEMENT
Lutz & Lutz (2011) beranggapan bahwa terorisme dirancang untuk menciptakan rasa takut - bahkan untuk orang-orang yang bukan korban langsung dari tindakan terorisme. Tindakan kekerasan ini dirancang untuk menciptakan kekuasaan agar keinginan sebuah kelompok teroris dipenuhi. Dalam arti lain, upaya ini dilakukan untuk meningkatkan basis kekuatan organisasi terorisme. Terorisme sendiri pada dasarnya tidak memiliki definisi yang utuh dan absolut dikarenakan sifat dan variabel yang beragam. Definisi dari terorisme bersifat kompleks dan kontroversial. Oleh karena itu, definisi terorisme seringkali berubah. Dalam usahanya untuk menciptakan ketakutan yang meluas, teroris biasanya terlibat dalam serangan yang dramatis, keras dan berprofil tinggi seperti pembajakan, penyanderaan, penculikan, penembakan massal, bom mobil dan bahkan bom bunuh diri. Ada 2 macam tipe terorisme, antara lain revolutionary terrorism dan establishment terrorism.
ADVERTISEMENT
Revolutionary terrorism (teroris revolusioner) merupakan tipe yang paling umum. Para pelaku terorisme jenis ini biasanya memiliki tujuan untuk menghapus total sistem politik dan menggantinya dengan sistem politik yang baru. Contoh gerakan ini adalah Red Brigades di Italia dan Red Army Faction (Baader-Meinhof Gang) di Jerman. Lalu, ada subrevolutionary terrorism yang lebih jarang digunakan. Berbeda dengan revolutionary terrorism yang bertujuan untuk mengubah struktur politik secara penuh, subrevolutionary terrorism memiliki tujuan untuk memodifikasi sistem sosial-politik yang ada.
Sementara itu, establishment terrorism adalah terorisme yang dibiayai atau disponsori oleh negara untuk menghadapi masyarakat, faksi dalam pemerintahan dan pemerintah atau kelompok luar negeri. Contohnya adalah bagaimana Amerika Serikat mendukung grup pemberontakan yang dituding merupakan jaringan teroris, yaitu UNITA (the National Union for the Total Independence of Angola) ketika Perang Dingin sedang berlangsung. Negara berusaha untuk mengingkari keterlibatan aktif mereka dalam tindakan terorisme untuk menghindari kecaman internasional maupun untuk menghindari pembalasan politik dan militer oleh orang-orang yang menjadi target mereka.
ADVERTISEMENT
Keterkaitan Terorisme dan Globalisasi: Perspektif Hubungan Internasional
Menurut Murphy (2002), globalisasi telah memainkan peran besar dalam meningkatnya ancaman terorisme. Beberapa aspek globalisasi yang memfasilitasi perkembangan terorisme antara lain:
1. Teknologi dan media sosial: Kelompok teroris memanfaatkan internet untuk menyebarkan propaganda, merekrut anggota baru, serta merencanakan serangan.
2. Mobilitas global: Kemudahan akses transportasi memungkinkan kelompok teroris untuk berpindah dari satu negara ke negara lain tanpa terdeteksi.
3. Pendanaan teroris: Sistem keuangan global telah memberikan akses bagi organisasi teroris untuk memperoleh dana melalui berbagai cara, termasuk transaksi lintas negara yang sulit dilacak.
Namun, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa globalisasi dan terorisme tidak memiliki keterkaitan langsung. Lim (2002) berpendapat bahwa terorisme telah ada jauh sebelum globalisasi menjadi fenomena modern dan lebih banyak dipengaruhi oleh konflik lokal serta faktor ideologis. Misalnya, kekerasan antara Katolik dan Protestan di Irlandia atau perlawanan Basque di Spanyol bukanlah hasil dari globalisasi, tetapi lebih kepada dinamika domestik di masing-masing negara.
ADVERTISEMENT
Konflik di Irlandia Utara (1968-1998), yang dikenal sebagai The Troubles, merupakan ketegangan antara kelompok nasionalis Katolik yang menginginkan penyatuan dengan Republik Irlandia dan kelompok unionis Protestan yang ingin tetap menjadi bagian dari Inggris. Titik balik dari konflik ini adalah Bloody Sunday (1972), di mana tentara Inggris menembak mati 14 demonstran Katolik di Derry. Serangan bom oleh IRA dan serangan balasan dari kelompok loyalis Protestan menjadi pola kekerasan selama tiga dekade, hingga akhirnya disepakati Good Friday Agreement (1998), yang membawa perdamaian meski ketegangan tetap ada hingga kini.
Konflik Basque, yang juga dikenal sebagai Konflik Spanyol–ETA, adalah konflik politik dan senjata antara Spanyol dan Gerakan Pembebasan Nasional Basque, sebuah organisasi sosial dan politik Basque yang ingin memerdekakan Basque dari Spanyol dan Prancis. Perlawanan Basque di Spanyol dipimpin oleh kelompok ETA (Euskadi Ta Askatasuna) dan berlangsung dari 1959 hingga 2011. Konflik ini memuncak pada tahun 1980-an dengan banyaknya serangan bom dan pembunuhan pejabat pemerintah oleh ETA. Momen tipping point terjadi ketika pemerintah Spanyol meningkatkan tindakan kontra-terorisme dan menangkap para pemimpin utama ETA. Pada tahun 2011, ETA secara resmi mengumumkan penghentian aktivitas bersenjata, menandai berakhirnya konflik yang telah berlangsung selama lebih dari lima dekade.
ADVERTISEMENT
Dampak Globalisasi terhadap Pola Terorisme Modern
Saat ini, bentuk-bentuk terorisme semakin beragam dengan adanya globalisasi. Salah satu contoh nyata adalah bagaimana ISIS mampu memperluas pengaruhnya secara global melalui media sosial dan jaringan komunikasi digital. Mereka tidak hanya merekrut anggota dari Timur Tengah, tetapi juga dari Eropa, Asia dan Amerika Serikat.
Murphy (2002) juga menekankan bahwa globalisasi membuka kemungkinan bagi teroris untuk menggunakan senjata pemusnah massal. Hal ini menjadi alasan utama bagi Amerika Serikat untuk menginvasi Irak pada tahun 2003, meskipun tuduhan mengenai pengembangan senjata nuklir oleh Saddam Hussein tidak pernah terbukti.
Ada tiga pendekatan dalam memahami terorisme:
1. Pendekatan politik: Terorisme dipandang sebagai strategi untuk mencapai tujuan politik tertentu.
2. Pendekatan psikologis: Fokus pada dampak psikologis yang ditimbulkan oleh aksi teror.
ADVERTISEMENT
3. Pendekatan hukum: Berusaha memberikan definisi yang jelas dan dapat diterapkan dalam hukum internasional.
Ketiga pendekatan ini menunjukkan bahwa terorisme adalah fenomena kompleks yang tidak bisa hanya dipahami dari satu sudut pandang saja. Oleh karena itu, sampai saat ini masih belum ada definisi terorisme secara absolut.
Penutup
Terorisme dan globalisasi merupakan dua fenomena yang saling mempengaruhi dalam hubungan internasional. Globalisasi telah memberikan akses yang lebih luas bagi kelompok teroris untuk berkembang, baik dalam hal komunikasi, pendanaan, maupun mobilitas lintas negara. Namun, di sisi lain, globalisasi juga dapat menjadi alat untuk melawan terorisme melalui kerja sama internasional, diplomasi, dan kebijakan keamanan yang lebih baik.
Namun, apakah terorisme dan globalisasi benar-benar berkaitan secara langsung, ataukah keduanya dapat berdiri sendiri sebagai fenomena terpisah? Apakah globalisasi mampu menghambat penyebaran terorisme, atau justru mempercepatnya secara tidak langsung? Pertanyaan ini tetap menjadi perdebatan dalam studi hubungan internasional, menuntut analisis lebih lanjut mengenai bagaimana kebijakan global dapat membentuk dinamika antara kedua fenomena ini.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, pemahaman yang lebih dalam mengenai hubungan antara globalisasi dan terorisme akan membantu kita dalam merancang strategi yang lebih baik untuk menjaga stabilitas dunia. Dengan analisis yang lebih komprehensif, kita dapat menghadapi tantangan ini dengan pendekatan yang lebih inklusif dan berimbang.
Referensi
Estrada, M. A. R. (2009). Globalization and Regional Intergration. SSRN Electronic Journal
Jenkins, J. P. (2023). Terrorism. Britannica. Diakses dari https://www.britannica.com/topic/terrorism
Khairani, T. P. & Agussalim, D. (2014). Analisis Keberhasilan dan Kegagalan Kebijakan War on Terrorism pada masa Pemerintahan Bush: Studi Kasus Perang Amerika Terhadap Al Qaeda. Universitas Gadjah Mada
Khan, A. & Estrada, M. A. R. (2017). Globalization and terrorism: an overview. Springer Science. 51(4). 1811-1819
ADVERTISEMENT
Lim, L. (2002). Terrorism and Globalization: An International Perspective. Vanderbilt Journal of Transnational Law. 35(2). 703-710
Lutz, B. & Lutz, J. (2011). Terrorism: the basics. New York: Routledge
Murphy, J. F. (2002). Impact of Terrorism on Globalization and Vice-Versa. The International Lawyer. 36(1). 77-89