Kompleksitas Permasalahan Pakistan: Krisis Ekonomi hingga Iklim

Inas Ainun Shafia
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
23 Oktober 2022 20:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Inas Ainun Shafia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Burhan Ahmad (https://unsplash.com/@burhanahmad_18)
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Burhan Ahmad (https://unsplash.com/@burhanahmad_18)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pakistan berada dalam ambang kehancuran setelah bencana banjir bandang berlangsung sejak pertengahan Juni hingga September lalu yang menewaskan 1.717 jiwa ditambah dengan krisis ekonomi dan politik domestik yang tak kunjung usai. Meski dikatakan adanya peningkatan dalam pencegahan bencana banjir di Pakistan oleh pemerintah, hal ini dirasa belum cukup bila melihat banjir yang melanda merupakan salah satu yang terburuk di dekade ini berdasarkan jumlah korban jiwa serta total kerugian yang diperkirakan mencapai $40 miliar – $10 miliar menurut mantan Menteri Keuangan Pakistan, Miftah Ismail.
ADVERTISEMENT
Bencana banjir bandang yang melanda di Pakistan sebagai penanda akan masih tingginya tingkat kerentanan dalam menghadapi bencana. Lebih parah lagi, Pakistan saat ini dihadapi permasalahan ekonomi makro yakni devaluasi mata uang yang merupakan faktor berimbas pada peningkatan inflasi di negara tersebut. Tidak berhenti disitu, Pakistan juga mengalami ketidakstabilan politik disebabkan mewabahnya korupsi dan perebutan kekuasaan antara kedua pihak partai politik Pakistan sekarang yakni Gerakan Demokrat Pakistan dari pihak pemerintah dan Gerakan Pakistan untuk Keadilan dari pihak pemerintah yang telah terguling, di mana panasnya perebutan kekuasaan ini menambah tumpang tindih permasalahan di Pakistan hingga membuat pemberitaan terkait situasi genting misalnya banjir tersisihkan.
Penyebab Kompleksitas Krisis Pakistan
Banjir Pakistan mungkin bukanlah merupakan faktor utama yang menjadikan krisis di Pakistan makin rumit, namun setidaknya memiliki kontribusi besar dalam membuat kondisi krisis di Pakistan menuju permasalahan yang makin kompleks.
ADVERTISEMENT
Pada pertengahan Juni 2022, setidaknya wilayah Sindh, Balochistan, Punjab selatan, dan Provinsi Perbatasan Barat Laut selatan mengalami hujan muson yang lebih deras dari biasanya hingga akhirnya mendatangi banjir yang menenggelamkan setidaknya sepertiga negara itu. Banjir bandang serupa bukanlah yang pertama kalinya terjadi, pada 2010 Pakistan mengalami banjir bandang yang menewaskan 2.000 jiwa sebab curah hujan tinggi serta gempa dan tsunami yang berlangsung di daerah sekitar wilayah Pakistan.
Photo by Assad Tanoli (https://unsplash.com/@assadtanoli)
Melihat bencana banjir terus berulang tanpa adanya penurunan kerugian yang signifikan menimbulkan pertanyaan akan mengapa pencegahan bencana serupa tidak kian efektif di Pakistan. Bencana banjir yang terjadi di Pakistan cenderung disebabkan tiga hal: curah hujan tinggi, deforestasi, dan perubahan iklim. Menanggapi curah hujan yang tinggi, pemerintah Pakistan telah berupaya untuk melakukan pembangunan bendungan secara konsisten selama musim hujan yang digunakan untuk menampung kelebihan air serta sebagai langkah preventif untuk menanggulangi terjadinya banjir bandang. Berpindah pada permasalahan kedua yakni deforestasi, pemerintah Pakistan telah mengerahkan tenaga militer untuk mengendalikan penebangan hutan liar serta tindakan ilegal lainnya yang berimbas pada ketidakstabilan tanah.
ADVERTISEMENT
Selain permasalahan domestik, perubahan iklim di wilayah Pakistan telah diperkirakan merupakan salah satu faktor yang memperparah banjir di Pakistan sebab adanya pencairan gletser yang meningkatkan volume air laut yang naik. Merespon persoalan perubahan iklim, pemerintah Pakistan mengeluarkan kebijakan National Climate Change Policy (NCCP) yang membahas terkait pengembangan energi terbarukan, pengenaan pajak karbon, dan reformasi green fiscal untuk pengurangan emisi.
Pemerintah Pakistan telah secara progresif melakukan beragam upaya pencegahan banjir namun output yang didapatkan belum benar-benar efektif dikarenakan berbagai hambatan yang turut menghalangi beragam upaya tersebut antara lain adanya korupsi dana pembangunan infrastruktur, masih meningkatnya deforestasi, hingga pada krisis perubahan iklim yang merupakan permasalahan kompleks dan belum menemukan titik terang.
Pihak yang Harus Bertanggung Jawab
ADVERTISEMENT
Terbatasnya kemampuan pemerintah Pakistan dalam menangani krisis terutama pada permasalahan kompleks serupa krisis iklim menciptakan diskusi akan siapa yang seharusnya turut terlibat penuh dalam mengatasi krisis yang menimpa Pakistan.
Perubahan iklim yang telah memengaruhi terjadinya krisis Pakistan disebabkan pencairan gletser yang terpicu peningkatan suhu hingga menambah volume air ke aliran yang telah membengkak oleh curah hujan. Meski perubahan iklim seakan-akan merupakan agenda besar bagi pemerintah Pakistan, nyatanya hingga kini produksi emisi karbon yang disumbang negara per tahunnya tidaklah sampai 1% dengan menampung 2,6% populasi dunia yang jauh berbeda dari negara-negara maju yang melebihi batas aman produksi emisi karbon. Adanya proporsi tanggung jawab yang tidak sesuai menghambat tercapainya agenda pencegahan krisis di dunia yang berimbas langsung pada negara-negara rentan salah satunya Pakistan.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres melakukan kunjungan ke Pakistan dan menyuarakan kepedulian melalui bantuan darurat sebesar $160 juta sebagai pemberdayaan pangan dan cadangan dana Pakistan serta meningkatkan urgensi akan pentingnya bagi komunitas internasional terlibat dalam mengurangi dampak krisis iklim. Bentuk dukungan melalui dana yang disalurkan bagi Pakistan juga didapatkan dari negara-negara maju salah satunya Amerika Serikat dan organisasi supranasional yakni Uni Eropa namun dianggap belum cukup untuk mengatasi permasalahan yang rumit di Pakistan.
Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, sempat menyampaikan bahwa bencana dan krisis kemanusiaan yang tengah berlangsung di Pakistan tidak terlepas dari tanggung jawab komunitas internasional dan ketidakadilan iklim yang membutuhkan kesadaran lebih terutama dari negara-negara pencemar. Ketidakadilan dampak dari iklim dianggap sangat memengaruhi kestabilan di Pakistan karena kemampuan fiskal Pakistan yang sangat terbatas dan adanya kesenjangan yang kian melebar.
ADVERTISEMENT
Banjir bandang yang melanda di Pakistan merupakan manifestasi dari pernyataan WHO yakni 'bencana merupakan kerentanan dan bahaya bertemu' sebab kerentanan yang dihadapi Pakistan kian meningkat dan tidak lagi mampu untuk melindungi persoalan domestiknya bila hanya mengandalkan beragam upaya pemerintah lokal. Upaya kolektif berupa kesadaran yang ditingkatkan dari seluruh komunitas internasional, bantuan dana dari negara-negara maju, dan pengadaan program berkelanjutan untuk penanggulangan jangka pendek serta pencegahan jangka panjang sangat diperlukan untuk segera memulihkan krisis di Pakistan.