Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Apa Kata Hukum Pidana Islam Terkait Hukuman Bagi Koruptor?
17 Desember 2020 13:24 WIB
Tulisan dari Inayah Alicia Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Korupsi di negeri ini diibaratkan sejarah, yang bahkan diibaratkan turun temurun dari buaian hingga liang lahat. Korupsi merupakan penyakit yang amat berat yang menyerang negeri ini, yang sangat sulit untuk diberantas bahkan oleh pejabat negera serta lembaga kehakiman pun tidak mampu mengatasi permasalahan korupsi ini, termasuk juga KPK yang sudah sangat kewalahan dengan semakin maraknya kasus korupsi di negeri ini. Korupsi juga tak lagi bersifat kasuistik ataupun individual, tapi sudah bersifat universal dan sistemik yang dilakukan secara kelompok / mafia
ADVERTISEMENT
Pelaku korupsi atau yang biasa kita sebut koruptor bukan saja pejabat tinggi tetapi juga pejabat level bawah bahkan menggurita sampai ―pejabat rakyat. Korupsi sangat merakyat dalam masyarakat kita, hal ini tergambar dari membuminya istilah uang minum, pelicin, biaya administrasi dan banyak lagi istilah lainnya yang sebenarnya tergolong dalam pungutan liar.
Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-`adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat. Adalah suatu hal yang naif apabila kenyataan ironis di atas ditimpakan kepada Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Regulasi Hukum Pidana Islam menempatkan korupsi dalam kategori jarimah takzir atau merupakan sanksi hukum yang diberlakukan kepada seseorang pelaku jarimah atau tindak pidana yang melakukan pelanggaran-pelanggaran baik berkaitan dengan hak Allah swt maupun hak manusia, Pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak ditentukan secara tegas bentuk sanksinya di dalam nash Al-Quran dan hadist, oleh karena tidak ditentukan secara tegas maka takzir menjadi kompetensi hakim atau penguasa setempat. Sanksi hukum takzir dapat berupa hukuman penjara, hukuman denda, masuk dalam daftar orang tercela, hukum pemecatan, bahkan hukuman mati.
Kajian tentang hukum pidana Islam dalam perkembangannya mengalami pasang surut untuk menjadi fokus kajian di Indonesia. Pertanyaan mendasar sekarang adalah seberapa jauh Hukum Pidana Islam menjadi pertimbangan dalam dunia penegakan hukum di Indonesia. Sebagaimana telah menjadi ketetapan dasar bahwa Negara Indonesia bukanlah negara Islam, melainkan negara dengan UUD 1945 yang menjadi dasar setiap sendi hukum yang ditopang dengan sistem demokrasi.
ADVERTISEMENT
Sebagian kalangan menuding bahwa hukum pidana Islam sebagai hukum yang tidak manusiawi, kejam, melanggar hak asasi manusia dan tidak relevan dengan perkembangan zaman. Paradigma masyarakat terkait Hukum pidana Islam yang memberlakukan rajam (melempar orang yang berzina hingga wafat) serta potong tangan bagi pencuri dan koruptor sangat kejam dan melanggar hak azasi manusia (HAM).
KH Anwar Hidayat, hakim pada sebuah Pengadilan Agama di Jakarta, sempat menegaskan, hukum Islam sangat elastis dan tidak kaku. Justru dijatuhkannya sanksi berupa potong tangan bagi yang mencuri, dimaksudkan untuk menimbulkan rasa aman, rasa tenang dan memberi efek pencegahan, sehingga orang akan takut untuk mencuri. Paradigma seperti ini akhirnya membawa ketakutan tersendiri untuk melihat sisi sebenarnya tentang apa yang dibawa oleh agama melalui syariat yang telah diturunkan kepada manusia.
ADVERTISEMENT
Sedangkan di sisi lain, fenomena merebaknya praktek korupsi yang tidak kunjung usai dan juga kekecewaan akibat seringnya putusan pengadilan yang dianggap terlalu lemah kepada koruptor menjadi pemicu kembali munculnya wacana tentang urgensi penegakan hukum pidana Islam di Indonesia.
Dalam hukum pidana islam hukuman yang dijatuhkan sesuai dengan tingkatan korupsi yang dilakukan yang dapat berupa hukuman penjara, hukuman denda, masuk dalam daftar orang tercela, hukum pemecatan, hukum potong tangan bahkan sampai hukuman mati. Melalui ijtihad hakim, untuk menentukan apakah kejahatan yang telah dilakukan itu termasuk dalam kategori hudud atau bukan. Selain menilai dari sisi kejahatan yang telah dilakukan oleh terpidana, hakim juga harus melihat tujuan agama atas penetapan hukuman itu sendiri, dimana ada nilai-nilai sosial atau prinsip-prinsip yang tidak boleh diacuhkan.
ADVERTISEMENT
Live Update