Konten dari Pengguna

Kala Koran Belanda Menulis Pembantaian Rawagede

Inaya Urfinnaskhiya
Mahasiswi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
20 Mei 2024 8:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Inaya Urfinnaskhiya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 9 Desember 1947, desa Rawa Gede (sekarang Balongsari) di Jawa Barat menjadi salah satu peristiwa paling tragis dalam sejarah perjuangan Indonesia. Dengan dalih mencari pejuang kemerdekaan, tentara Belanda melakukan operasi militer yang membantai lebih dari 400 warga desa yang tidak bersalah. Peristiwa yang kemudian dikenal dengan nama Pembantaian Rawagede, dan ini merupakan contoh kekejaman yang terjadi pada masa invasi Belanda kedua ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pembantaian bermula ketika pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor Alphons Wijnen melakukan operasi di desa Rawagede untuk mencari pemimpin gerilya Indonesia bernama Lukas Kustaryo. Ketika penduduk desa menolak memberikan informasi, tentara Belanda kemudian bertindak brutal dengan mengeksekusi para penduduk disana. Tidak ada perlawanan berarti dari penduduk desa, karena kebanyakan dari mereka adalah petani dan warga sipil tak bersenjata. Kekejaman ini menunjukkan pengabaian terhadap hak asasi manusia dan hukum perang.
Pada awalnya, pembantaian di Rawagede tidak banyak diliput oleh koran-koran Belanda. Saat itu, pemerintah Belanda berusaha menutupi berbagai tindakan militer yang dilakukan di Indonesia. Sejumlah koran yang menulis tentang kejadian tersebut sering kali menggambarkannya dengan sudut pandang yang membenarkan tindakan militer Belanda, dengan alasan penindakan terhadap "pemberontak" dan menjaga ketertiban. Liputan yang terbatas ini menyebabkan masyarakat Belanda tidak sepenuhnya menyadari skala kekejaman yang terjadi di Rawagede.
ADVERTISEMENT
Selama bertahun-tahun peristiwa ini semakin dilupakan, terutama di Belanda. Namun, di penghujung abad ke-20, banyak sejarawan dan aktivis mulai kembali mengangkat isu ini, untuk menuntut keadilan bagi para korban. Pada tahun 2005, laporan Komisi Penyelidikan Belanda untuk Perang Indonesia (NIOD) menemukan bahwa tindakan di Rawagede merupakan kejahatan perang. Pemberitaan media dan tekanan dari berbagai kelompok hak asasi manusia akhirnya memaksa pemerintah Belanda mengakui kesalahannya. Dan pada akhirnya, di tahun 2011 pemerintah Belanda mengeluarkan permintaan maaf resmi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban.
Sumber foto: gettyimages/keystone.com
Peristiwa pembantaian ini mengingatkan kita bahwa kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia tidak bisa diabaikan. Pembantaian Rawagede adalah cerminanan kekejaman yang dilakukan pada masa penjajahan untuk mengingatkan kita akan pentingnya menghormati harkat dan martabat setiap umat manusia. Secara lebih luas, kejadian ini mengajarkan kita bahwa mengungkap kebenaran sejarah merupakan langkah penting dalam mencegah tragedi serupa di masa depan. Dan dengan mengingat dan belajar dari peristiwa seperti Rawagede, kita dapat berupaya menuju dunia di mana keadilan dan kemanusiaan selalu ditegakkan.
ADVERTISEMENT
Sumber:
Kop: Moord en Doodslag in Noord-Krawang.
Uitgever: NV Mij tot Expl. van Dagbladen