Maulid Nabi, Pandemi, dan Ikhtiar Menjaga Diri

Indah Limy
ASN Kemenag. Pranic Healer. Penikmat Makanan
Konten dari Pengguna
16 Oktober 2021 11:37 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indah Limy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perpustakan Makkah Al Mukaramah di  Kota Makkah, Arab Saudi. Konon dahulu, ini adalah rumah Nabi Muhammad SAW dilahirkan (Foto: Dokumentasi Media Center Haji 2019)
zoom-in-whitePerbesar
Perpustakan Makkah Al Mukaramah di Kota Makkah, Arab Saudi. Konon dahulu, ini adalah rumah Nabi Muhammad SAW dilahirkan (Foto: Dokumentasi Media Center Haji 2019)
ADVERTISEMENT
Rabiulawal menjadi salah satu bulan istimewa yang dinanti umat muslim di seluruh dunia. Bulan ketiga dalam kalender Hijriah ini menyimpan sejarah penuh makna. Di bulan tersebut, tepatnya pada 12 Rabiulawal manusia paling mulia, Muhammad SAW lahir ke dunia. Karenanya, Rabiulawal juga dikenal dengan sebutan bulan Maulid.
ADVERTISEMENT
Umat muslim di seluruh dunia menyambutnya dengan istimewa. Maulid Nabi sering kali diperingati sepanjang bulan Rabiulawal. Begitu juga yang terjadi di Indonesia. Bahkan, tiap daerah memiliki tradisi sendiri untuk memperingati Maulid Nabi.
Di Banda Aceh misalnya, ada tradisi meuripee, yakni memasak daging kuah kari bersama-sama. Biasanya, untuk membeli daging dan bahan-bahan, masyarakat gampong akan patungan (meuripee). Hasil masakannya kemudian akan dimakan bersama-sama dalam acara kenduri. Lain lagi dengan masyarakat Sumatera Barat yang kerap membuat bunga berwarna-warni yang merupakan lipatan uang. Seni yang biasa dikenal dengan Bunga Lado ini biasanya diantarkan ke panti-panti asuhan atau pun masjid dan langgar.
Di Yogyakarta, masyarakat senantiasa menunggu Grebeg Maulud setiap 12 Rabiulawal. Tradisi yang dikenalkan pertama kali pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I ini identik dengan tumpukan makanan dan hasil bumi yang menyerupai gunung, sehingga disebut gunungan. Ini menjadi simbol kemakmuran keraton Yogyakarta. Usai diarak ke alun-alun utara kemudian didoakan di Masjid Gede Kauman, isi gunungan ini pun diperebutkan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sementara di Pulau Madura, Jawa Timur, masyarakat mengenal tradisi muludhen. Saat muludhen, masyarakat muslim berbondong-bondong menuju Masjid Agung. Di sana, mereka akan bersama-sama membaca barzanji (syair berisi riwayat hidup Nabi Muhammad SAW) dan mendengarkan ceramah agama. Di akhir acara, biasanya para perempuan membagikan makanan yang didoakan dan dimakan bersama.
Masih banyak lagi tradisi Maulid yang dilakukan masyarakat muslim di Indonesia. Ada pengarakan Bale Saji di Bali, Endog-Endogan di Banyuwangi, serta Maudu Lampoa di Sulawesi Selatan. Ada yang dilaksanakan tepat 12 Rabiulawal, tapi ada juga yang menggelarnya sepanjang bulan Maulid .
Pandemi dan Ikhtiar Menjaga Diri
Sekian banyak tradisi menyambut Rabiulawal di Indonesia, semuanya memiliki beberapa kesamaan. Semuanya selalu menarik perhatian masyarakat. Masyarakat kerap berbondong-bondong menghadiri tiap hajatan dan pasti menimbulkan kerumunan.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, tradisi ini juga biasanya dirindukan oleh masyarakat yang bermukim di luar kampung halaman. Maka tak heran jika banyak masyarakat Indonesia memilih mudik saat bulan Maulid. Di momen ini, silaturahmi keluarga juga kerap digelar.
Kerumunan dan mobilitas lintas daerah dengan jumlah besar menjadi dua hal tabu dilakukan di masa pandemi saat ini. Tahun ini menjadi kali kedua masyarakat muslim Indonesia memasuki bulan Maulid di masa pandemi.
Meskipun angka COVID-19 terus menurun, bukan artinya kemudian kita lalai. Maka tak salah jika pemerintah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi. Salah satunya, menggeser hari libur Maulid Nabi tahun ini.
Alasannya, mencegah terjadinya klaster baru COVID-19. Ini dikemukakan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas beberapa waktu lalu. 12 Rabiulawal tahun ini jatuh bertepatan pada hari Selasa, 19 Oktober 2021. Berdasarkan SKB Tiga Menteri, hari libur Maulid kemudian digeser pada 20 Oktober 2021.
ADVERTISEMENT
Perubahan tanggal itu tertuang dalam Keputusan bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 712, 1 dan 3 tahun 2021 tentang perubahan kedua atas Keputusan Bersama Nomor 642, 4 dan 4 tahun 2020 tentang hari libur nasional dan cuti bersama.
Menag Yaqut menjelaskan hari liburnya saja yang digeser, bukan peringatannya. Peringatan Maulid Nabi tetap dapat dilakukan tanggal 19 Oktober 2021. Menilik penjelasan ini, bisa dipahami bahwa pemerintah berupaya menahan pergerakan masyarakat keluar dari kota mereka tinggal.
Bila libur tetap dilakukan di hari Selasa, bukan tak mungkin jumlah pergerakan penduduk dari satu kota ke kota lainnya akan lebih banyak. Hal ini senada dengan argumen yang disampaikan Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Lia G Partakusuma.
ADVERTISEMENT
Pada berita yang tersebar di beberapa media, Lia menyampaikan pihaknya telah membuat edaran sejak bulan September agar rumah sakit (RS) bersiaga adanya potensi gelombang ketiga, saat adanya libur di tengah pekan.
Menurutnya, bukan hari liburnya saja yang ditakutkan pihak otoritas kesehatan. Tetapi juga pergerakan penduduk dari satu tempat ke tempat lainnya. Tak masalah jika saat libur mereka hanya berwisata di daerahnya saja dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Tapi, bila saat hari libur mereka bergerak lintas provinsi, bahkan lintas negara, maka ini berpotensi untuk memperbesar masuknya virus.
Tak cukup dengan penggeseran hari libur Maulid, terbaru pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) juga melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) nya untuk cuti dan berpergian ke luar kota pada 18-22 Oktober 2021.
ADVERTISEMENT
Akun twitter resmi Kemenpan-RB (@kempanrb) menyampaikan aturan tersebut tertuang dalam SE Menpan RB No.13/2021 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Cuti bagi Pegawai ASN Selama Hari Libur Nasional Tahun 2021 dalam Masa Pandemi COVID-19.
Abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat mengarak gunungan menuju Masjid Agung pada perayaan Grebeg Sekaten 2019 di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (9/11). Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Kebijakan sudah ditetapkan. Imbauan sudah diberikan. Namun, ikhtiar-ikhtiar pemerintah maupun pihak otoritatif yang telah dilakukan tersebut rasanya mustahil dapat mencegah munculnya klaster baru COVID-19 bila tidak dibarengi dengan ketaatan tiap pribadi menjalankan protokol kesehatan (prokes).
Betul angka COVID-19 sudah menurun. Angka vaksinasi pun terus merangkak naik, sehingga imunitas masyarakat pun diharapkan meningkat. Tapi, bukan berarti kita lengah. Apalagi, menjaga keselamatan diri merupakan ajaran agama.
Jangan sampai tradisi peringatan keagamaan malah membuka peluang kehilangan jiwa. Kita tak ingin apa yang pernah terjadi di India, terjadi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia yang religius memang sering kali mudah disulut jika masalah keagamaan yang dimunculkan. Menjaga keselamatan diri dalam ritual-ritual keagamaan tidak hanya ditujukan bagi umat muslim saja.
Karenanya, Kementerian Agama pun mengeluarkan Pedoman Penyelenggaraan Peringatan Hari Besar Keagamaan Saat Pandemi. Ini berlaku bagi seluruh umat beragama.
Jelang 12 Rabiulawal, mari bersiap. Semarakkan Maulid Nabi, tapi tetap menjaga diri, dan protokol kesehatan harus dipatuhi. Mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas diri. Ini bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga seisi negeri, dan juga orang-orang yang kita kasihi.