Konten dari Pengguna

'Mangut Belut Hj. Nasimah', Sisi Lain Kuliner Semarang yang Legendaris

Indah Salimin
Senior Copywriter at Digital Skola
2 November 2019 16:10 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indah Salimin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mangut belut Hj. Nasimah. (Foto: Indah Salimin)
zoom-in-whitePerbesar
Mangut belut Hj. Nasimah. (Foto: Indah Salimin)
ADVERTISEMENT
Menulis dan membaca ulasan makanan dan restoran adalah hal yang cukup unik buat saya. Pasalnya, setiap orang punya selera dan latar belakang masing-masing yang tentu sangat memengaruhi penilaiannya terhadap sebuah makanan atau restoran.
ADVERTISEMENT
Ada makanan yang mendapatkan banyak ulasan positif tapi setelah saya kunjungi dengan ekspektasi tinggi, justru menghasilkan pengalaman yang biasa-biasa saja atau bahkan di bawah harapan. Sedangkan tempat makan yang tidak sengaja saya temukan, kadang memberikan sajian rasa yang mengejutkan.
Lokasi mudah ditemukan. (Foto: Indah Salimin)
Maka dari itu, saya selalu melepaskan ekspektasi dalam setiap kunjungan saya ke rumah makan dalam sebuah trip kuliner. Tidak terkecuali saat saya mencoba mampir ke Rumah Makan Mangut Belut Hj. Nasimah minggu lalu.
Rumah makan spesial belut Hj. Nasimah adalah rumah makan yang legendaris dengan sajian mangut belutnya. Rumah makan ini sudah buka sejak tahun 1978, yang berarti sudah sekitar 41 tahun. Saat ini warung Hj. Nasimah sudah punya dua cabang lain di Semarang yakni di Jalan Kyai Saleh dan di Banyumanik.
Pilihan menu. (Foto: Indah Salimin)
Sebelum memutuskan datang, saya sempat membaca beberapa ulasan. Tidak sedikit yang memuja-mujinya, meski beberapa juga 'memprotes' hal-hal tertentu dari rumah makan ini. Meski ulasan ini bisa cukup membuat galau, namun nama besar Hj. Nasimah sebagai penyedia mangut belut legendaris di Semarang, mendorong saya untuk merasakan makanan ini sendiri.
ADVERTISEMENT
Rumah makan ini terletak di Jalan Menoreh Raya, Sampangan, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah. Kalau dari tempat saya yang berada di pusat kota, perjalanan menuju warung ini, searah dengan perjalanan menuju kampus UNNES di Gunung Pati. Warung ini berada di pinggir jalan besar, jadi tidak akan sulit ditemukan.
Rempeyek udang yang bikin lapar. (Foto: Indah Salimin)
Warung Hj. Nasimah buka setiap hari Senin-Sabtu, pukul 06.00-16.00 WIB. Pada waktu itu, saya datang di hari Sabtu, sekitar jam 10.00 pagi. Karena itulah, warung tidak terlalu ramai. Warung ini memang ramai di jam-jam sarapan atau makan siang yakni sekitar pukul 07.00 dan pukul jam 11.00 siang.
Bapak yang sadar kamera. (Foto: Indah Salimin)
Tempatnya cukup luas dan bersih. Ada 8 meja panjang yang masing-masing bisa diisi sampai 8 orang. Jika kamu datang bersama rombongan, saya yakin 70 orang pun muat.
ADVERTISEMENT
Setelah menemukan bangku yang paling nyaman di luar, saya memesan mangut belut dan mangut pari. Mangut belut karena sajian itulah yang menjadi andalan rumah makan ini, sedangkan mangut ikan pari karena saya penasaran bagaimana rasa ikan dengan tubuh pipih ini. Untuk minumnya, demi menolong hawa Semarang yang sudah di penghujung tahun tapi tetap saja menyiksa, saya memesan es temulawak yang super klasik kesegarannya sudah terverifikasi oleh zaman.
Kesegaran hakiki. (Foto: Indah Salimin)
Tidak lama, pesanan saya diantar ke meja. Satu mangkok mangut belut dan mangut pari. Dari bumbunya, dua hidangan ini dimasak dengan komposisi rempah yang saya kira sama yakni bumbu mangut yang terdiri dari cabai, bawang merah, bawang putih dan beragam rempah lain dengan tambahan santan kelapa. Penjualnya bilang bahwa kuah mangutnya pedas jadi saya bersemangat untuk mencobanya. Padahal, memakan makanan pedas cukup menyiksa buat saya karena seringkali saya harus berakhir dengan perut mulas. Namun meski begitu, Saya selalu bersemangat dengan makanan-makanan pedas. Memang, pencinta kuliner pedas, nampaknya adalah sejatinya masokis.
Seperangkat sarapan yang menjanjikan. (Foto: Indah Salimin)
Hidangan yang saya coba duluan adalah mangut belut. Suapan pertama, saya tidak menemukan rasa yang membuat tertegun. Biasanya, kalau bumbu sebuah masakan benar-benar enak, saya akan tertegun di suapan pertama dan mencoba untuk menerjemahkan rasanya. Baru pada suapan kedua saya mulai menerka-nerka letak kekuatan bumbunya yang akhirnya menjadikan makanan menjadi seenak itu. Sayangnya, pada sajian mangut belut di warung Hj. Nasimah, saya tidak menemukan keistimewaan rasa itu.
Mangut belut. (Foto: Indah Salimin)
Belutnya memang kenyal, tapi bumbu mangutnya tidak terasa terlalu istimewa bagi saya. Di Semarang, saya beberapa kali mencoba mangut yang rasanya lebih 'nendang', daripada ini. Partner kulineran saya bahkan bilang rasanya tidak jauh beda dengan mangut yang biasa ditemui di warteg pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Dan sayangnya, saya harus setuju. Gurih dan pedas, memang. Tapi dukungan bumbu lainnya, buat saya kurang 'berani'. Masih nikmat disantap bersama seporsi nasi hangat, tapi bukan jenis rasa yang membuat kamu memastikan akan kembali lagi suatu saat nanti. Enak, tapi belum bisa dibilang lezat.
Pedas dan gurih mangut belut Hj. Nasimah. (Foto: Indah Salimin)
Sedangkan ikan parinya punya tekstur yang unik. Tidak kesat tapi juga tidak basah. Dan ketika saya menelannya, ada aftertaste yang membuat saya merasa tidak nyaman dengan rasanya. Dugaan saya, bisa jadi pengasapan ikan ini menggunakan jenis kayu yang tidak sesuai sehingga menghasilkan rasa ikan asap yang menimbulkan aftertaste yang aneh. Atau mungkin, pada dasarnya ikan pari memang tidak untuk dimasak dengan diasap dan lalu dimangut, saya kurang begitu mengerti.
Mangut ikan pari. (Foto: Indah Salimin)
Intinya, saya tidak terlalu menyukai mangut ikan pari ini. Walau kuahnya sama dengan kuah mangut belut, tapi saya lebih senang memakan mangut lelenyanya saja. Soal harga, seporsi mangut belut dan mangut ikan pari ini dijual seharga Rp 25.000. Lebih mahal dibandingkan warung lain yang tidak punya label 'legendaris' seperti Warung Hj Nasimah.
Tekstur dan rasa yang unik. (Foto: Indah Salimin)
Untungnya, warung ini tidak hanya menjual hidangan mangut. Ada banyak sajian yang bisa kamu pilih di sini, yang sebagian besar adalah menu-menu khas warung makan pada umumnya seperti ikan gabus, ikan manyung, tahu, tempe dan rempeyek udang, Warung ini juga menyediakan garang asem yang sayangnya tidak bisa saya jelaskan rasanya karena belum saya cicipi.
Pilihan lauk lainnya. (Foto: Indah Salimin)
Kesimpulan saya setelah mencoba mangut belut Hj. Nasimah ini: Secara rasa, mangut belut di sini tidak bisa dibilang sangat istimewa. Saya sendiri tidak lantas terpanggil dan berangan kembali ke sini. Kelebihannya, warung ini punya tempat untuk makan yang luas dan bersih serta banyak pilihan makanan lain. Cocok untuk makan ramai-ramai atau keluarga. Sedangkan soal harga, sejujurnya masih termasuk terjangkau meski bisa dibilang lebih mahal dibandingkan warung-warung lainnya.
ADVERTISEMENT
Pesan saya sebagai seorang yang antusias icip-icip kuliner, lepaskan saja ekspektasi mengenai enak-tidak enak terhadap sebuah hidangan. Dan lagi, jangan menggantungkan ekspektasi pada ulasan yang kamu baca di internet, karena rasa, seperti banyak hal krusial lainnya, sebagian besarnya adalah soal selera. Bisa jadi, ketika kamu menjajal sendiri mangut di warung Hj. Nasimah, kamu akan menemukan keistimewaan rasanya yang oleh lidah saya terlewatkan. Jadi, jangan ragu untuk membuktikan sendiri kelegendarisan hidangan ini, ya.
Baca juga ulasan kuliner Semarang saya lainnya di sini.
***
🍴Warung Makan Belut Hj. Nasimah
📍Jalan Menoreh Raya, Sampangan, Kecamatam Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah.
⏱ Senin- Sabtu pukul 06.00-16.00 WIB
💰 Mangut Lele RP 25.000 per mangkuk, mangut pari Rp 25.000 per mangkuk.
ADVERTISEMENT