Banjir Bandang di Sumatera Barat: Antara Isu Lingkungan, Politik, dan Moralitas

Indah Sari Rahmaini
Dosen Sosiologi Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
15 Mei 2024 15:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indah Sari Rahmaini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Banjir Bandang di Sumatera Barat. Sumber: Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Banjir Bandang di Sumatera Barat. Sumber: Penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada hari Minggu, 12 Mei 2024 telah terjadi bencana banjir bandang di Sumatera Barat khususnya di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam sebagai daerah yang paling parah terdampak. Banjir bandang berasal dari lahar dingin yang mengalir ke hilir karena hujan deras serta erupsi gunung merapi yang masih melanda daerah sekitar.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, infrastruktur rusak berat, kerugian materil, hingga jatuhnya korban jiwa. Saat ini diperkirakan 58 orang meninggal dunia, 35 orang dinyatakan hilang, hingga 33 orang mengalami luka-luka.
Bencana banjir bandang yang terjadi banyak mencuri perhatian masyarakat baik di Sumatera Barat maupun nasional. Kegiatan sosial ekonomi banyak yang terhambat karena jalan lumpuh total dikarenakan banjir bandang. Akses jalan dari Padang menuju arah Padang Panjang dan sekitarnya rusak total.
Pascabanjir bandang terjadi, hujan juga tidak kunjung berhenti sehingga menyebabkan longsor di beberapa akses menuju Padang sehingga hampir tidak ada jalan yang aman menuju ke Kota Padang sebagai ibukota Sumatera Barat.
Ada satu realitas menarik melihat fenomena banjir bandang yang seringkali dialami di Sumatera Barat. Daerah Sumatera Barat yang dikenal sebagai wilayah rawan bencana karena letak geografis yang berada di zona patahan sumatera, banyaknya gunung api aktif, hingga relief yang curam menjadi pemicu geografis terjadinya bencana ini.
ADVERTISEMENT
Di balik itu menariknya adalah sebagian dari masyarakat pro logika metafisika juga banyak mengaitkan tragedi ini sebagai bentuk 'teguran' kepada rakyat Sumbar agar lebih taat kepada Agama dan meninggalkan segala kemaksiatan.
Lestari (2022) menyatakan bahwa Sumatera Barat memiliki isu kepanikan moral yang besar serta segala aspek kehidupan dikaitkan dengan nilai-nilai budaya dan agama. Konten media sosial yang menayangkan banjir bandang tidak jarang dipenuhi dengan komentar mengenai kritik terhadap masyarakat Minangkabau yang seharusnya lebih taat beribadah dan menjauhi kemungkaran agar bencana tidak lagi terjadi.
Dilansir dari instagram @infominang, salah satu pengguna instagram memberi komentar yaitu "kesyirikan juga bisa penyebab terjadinya bencana, mungkin banyak yang tidak sadar telah masuk ke dalam unsur syirik". Senada dengan cuitan lainnya "ini sudah pertanda kita sudah di ujung akhir zaman". Komentar seperti itu banyak ditemukan di berbagai konten yang menayangkan informasi bencana.
ADVERTISEMENT
Terlebih dikarenakan pemilukada Gubernur sebentar lagi, aktor politik juga mendapat kesempatan untuk menjadikan bencana sebagai ajang untuk berkampanye, baik mendukung pemerintah atau menjadi oposisi. Ada yang 'blusukan' membantu evakuasi dan memberi dukungan psikologis hingga memberikan bantuan tidak lupa dengan simbol-simbol politik yang dibawa dari partai politik.
Bencana kerap kali dijadikan sebagai media berkampanye untuk menarik perhatian masyarakat. Tidak lupa juga sebagai sarana untuk menjatuhkan pemerintah bagi oposisi dengan menganggap bencana terjadi karena ketidaksiapsiagaan dari pemerintah dalam melakukan mitigasi bencana.
Di balik semua faktor tersebut, kita tengah tidak serius dalam mendiskusikan faktor lingkungan itu sendiri yang sering dijadikan medium bagi pemerintah dalam menjalankan roda perekonomian. Cafe Xakapa dan hotel misalnya, bangunan ini dibangun di daerah aliran sungai yang ditimbun untuk pendirian bangunan sehingga melanggar 'kodrat' aliran sungai.
ADVERTISEMENT
Bangunan ini bahkan tidak dilakukan AMDAL yang serius hingga tidak mendapat persetujuan dari Dewan Sumbar Daya Air (DSDA). Objek tersebut telah melanggar aturan tata ruang.
Belajar dari tragedi ini, sudah saatnya pemerintah serius dalam mengkaji AMDAL dan isu lingkungan ditempatkan sebagai pilar utama jika akan melakukan pembangunan baik dari pemerintah maupun swasta. Indahnya alam di Sumatera Barat memang mampu menarik investor dalam bidang pariwisata, tetapi melupakan pentingnya dalam menjaga keseimbangan lingkungan.