Konten dari Pengguna

Disiplin Ilmu Sosiologi: Perkembangan dari Masa ke Masa

Indah Sari Rahmaini
Dosen Sosiologi Universitas Andalas
17 September 2024 10:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indah Sari Rahmaini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: pexel.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: pexel.com
ADVERTISEMENT
Berkembangnya Ilmu pengetahuan telah ditemukan sejak lahirnya abad pencerahan yang di dalam bahasa Jerman juga dikenal sebagai aufklarung, pada akhir abad ke-17 dan berlangsung sepanjang abad ke-18, sekitar tahun 1680-an hingga awal 1800-an. Periode ini ditandai oleh perkembangan pemikiran yang menekankan pada penggunaan rasio, ilmu pengetahuan, dan pengetahuan kritis, serta menolak dogma dan takhayul yang dominan pada masa sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Kemunculannya juga banyak mengubah aspek kehidupan masyarakat terbesar dengan diciptakannya banyak mesin sebagai penanda industrialisasi. Masyarakat yang pada awalnya menggarap tanah dan lahan sebagai sumber pencaharian yang masih subsistensi kemudian mengenal mesin sebagai upaya untuk meringkas waktu demi menghasilkan komoditas yang padat karya.
Masa ini juga ditandai sebagai masa di mana masyarakat sudah tidak lagi memercayai metafisika. Kelahiran para tokoh dari masa pencerahan menjadikan hal empirik sebagai salah satu kekuatan untuk berpikir dalam rangka memahami perubahan sosial yang terjadi sangat cepat sejak adanya munculnya industrialisasi.
Ilustrasi dukun. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Walaupun sosiologi muncul setelah kelahiran disiplin ilmu alam, keberadaan sosiologi tidak lepas dari rentetan munculnya disiplin ilmu sebelumnya. Auguste Comte juga terinspirasi dari perspektif evolusionis dan sebagai penganut darwinisme sosial. Namun, Auguste Comte tidak menjelaskan secara eksplisit bahwa perkembangan masyarakat secara evolusionis menjadi masyarakat yang positif itu menjadi istilah sosiologi, alih-alih ia menamai dengan fisika sosial.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari epistimologi yang sama, Durkheim, Weber, dan Marx juga merasakan dampak industrialisasi dengan 'cita rasa' subyektif yang berbeda. Durkheim mengawali pembahasan sosiologi dengan isu bunuh diri yang tinggi pada masyarakat industri dengan penjelasan kuat rendahnya integrasi-solidaritas untuk membuktikan sosiologi secara ilmiah.
Weber memaparkan kondisi perubahan sosial dengan elaborasi agama membawa spirit kapitalisme dalam transformasi agama Protestan dengan ajaran Kalvinisme, serta tidak lupa tesis fenomenal Karl Marx yang sangat masif menolak industrialisasi yang menyebabkan terjadinya penindasan bagi kaum yang tidak memiliki alat produksi (proletar) oleh borjuis sebagai pemilik modal.
Sampai di sini, kita telah mendapatkan titik terang bahwasanya ilmu sosiologi mungkin tidak mengiringi modernisasi seperti menemukan alat, teknologi, dan inovasi modern. Tetapi, sosiologi juga menjadi salah satu ilmu yang berfungsi untuk menjelaskan bagaimana keadaan yang sangat kompleks pra industri ke masa industri bisa dijelaskan dengan melihat konteks kemasyarakatan, yang selama ini tidak pernah dibahas dalam disiplin ilmu mana pun. Penjelasan mengenai konteks masyarakat terkhusus kebudayaan dan etnisitas ditemukan setelahnya, yaitu pada tahun 1859 di saat bangsa eropa giat melakukan penjelajahan samudera.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi kapal pinisi Foto: Shutter Stock
Mempelajari sosiologi juga tidak akan lepas bagi para sarjana untuk membahas filsafat, karena sosiologi juga lahir atas perenungan mengenai perubahan sosial yang terjadi, melalui Auguste Comte. Marx mengemukakan kondisi dialektik masyarakat industri di Jerman juga terinspirasi dari perenungan Hegel tentang dialektika bersama temannya Engels dalam merumuskan sintesis sosialis-komunis sebagai bentuk ideal dari sebuah negara agar tidak terjadi sistem yang mengeksploitasi.
Durkheim sendiri berangkat dari perenungan yang melihat industrialiasi menyebabkan kepadatan penduduk yang menjadikan masyarakat mengalami perubahan yang solid, dari keadaan masyarakat yang seperti mekanik (mesin), mampu melakukan apa pun menjadi masyarakat yang terspesialisasi pekerjaannya sehingga saling membutuhkan dalam urusan kepentingan temporer.
Walaupun dinilai sebagai disiplin ilmu yang tidak terlalu berfungsi pragmatis dalam kehidupan, karier, dan berstigma ilmu yang 'mudah dan remeh', sosiologi sebenarnya adalah ilmu yang sangat kompleks dan memiliki perkembangan yang sangat dinamis. Jika menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei, sosiologi juga mampu menjelaskan keadaan masyarakat secara general dengan mengabaikan spesialisasi kultural.
ADVERTISEMENT
Biasanya pendekatan survei digunakan untuk mendapatkan penjelasan singkat mengenai sebuah sistem masyarakat yang cukup besar. Akan tetapi, metode kuantitatif juga kerap diperdebatkan karena tidak memberikan elaborasi yang mendalam dan mendukung keadaan masyarakat yang dinamis dan penuh dengan isu yang sangat lokal.
Menurut para scholar yang menganut pendekatan kualitatif, masyarakat hidup secara dinamis serta tidak mudah untuk digeneralisasi, sehingga membutuhkan konteks lokal yang sangat mendalam. Bagaimana Sosiolog Amerika mempelajari sosiologi akan berbeda dengan bagaimana konteks Sosiolog Asia-Afrika mempelajari Sosiologi. Bagaimana Sosiolog Amerika dalam melihat kondisi masyarakat Asia tentu berbeda dengan bagaimana Sosiolog Asia melihat kondisi masyarakat Asia.
Sayangnya, dewasa ini alat untuk melakukan tracking perkembangan disiplin ilmu telah dikategorisasi ke dalam jurnal-jurnal yang terindeks secara internasional yang barangkali juga banyak mengadopsi logika berpikir ilmu alam sehingga kadang-kadang tidak memfasilitasi pemikir-pemikir sosiologis kualitatif yang tidak mendapat akses terhadap hal tersebut, seperti sosiolog-sosiolog andal di banyak negara dunia ketiga dan negara di asia maupun Afrika.
ADVERTISEMENT
Tren perkembangan sosiologi juga harus terkungkung ke dalam sistem yang mungkin mewajibkan para scholar untuk melakukan pembayaran jika diperlukan dan tentu bias terhadap negara yang mengalami ketimpangan digital. Terbukti pada riset yang dilakukan oleh Bruckner dan Naslund (2019) dengan judul "Who Count as a Notable Sociologist on Wikipedia", masih terdapat ketimpangan penghitungan sosiolog yang berasal dari kelompok marjinal yang berbasis jenis kelamin merupakan kaum yang berasal dari golongan kulit berwarna (non kulit putih).