Konten dari Pengguna

Prostitusi dan Dominasi Patriarki

Indah Sari Rahmaini
Dosen Sosiologi Universitas Andalas
10 Oktober 2023 18:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indah Sari Rahmaini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Prostitusi. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Prostitusi. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Dominasi kekuasaan berada di tangan laki-laki telah lama mewarnai kehidupan sosial di Indonesia. Kasus prostitusi misalnya, posisi perempuan selalu termarjinalkan seakan tidak memiliki tubuh yang berdaya untuk membela dirinya.
ADVERTISEMENT
Setiap kasus prostitusi yang kita ketahui, hanya PSK yang disoroti, pelanggan dibiarkan dan tidak dijerat oleh hukuman sedikit pun. Ini membuktikan bahwa budaya patriarki tetap tumbuh subur dan perempuan benar-benar hanya menjadi objek dan tumpuan yang bersalah.
Mereka didorong oleh keadaan, struktur sosial, juga pelaku individu ke dalam situasi di mana pihak memanfaatkan kerentanan mereka serta mengeksploitasi hingga melakukan kekerasan seksual kepada mereka.
Ketidakadilan gender juga mudah ditemukan dalam membahas relasi antara prostitusi dan pelanggan yang biasanya adalah laki-laki. Bias yang jelas antara dominasi yang dimiliki laki-laki atas perempuan terlihat dari kedudukan, status, maupun peran.
Ilustrasi prostitusi. Foto: Shutter Stock
PSK tidak memiliki power, ia dibayar tidak sesuai dengan harga diri yang dipertukarkan. Dampak prostitusi hanya diarahkan kepada PSK baik itu kecaman maupun sanksi sosial, seakan ia tidak lagi dianggap lekat dengan sifat kemanusiaan. Sedangkan laki-laki sebagai pengguna merasa aman, baik dari jeratan hukum maupun stigma sosial.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, prostitusi akan tetap hidup jika permintaan terus naik. Ketidakadilan juga dirasakan PSK dalam menghadapi kesenjangan ekonomi atas kehidupan yang semakin kompleks. Hal ini membuat PSK tidak mampu memiliki harga tawar yang tinggi.
Relasi kuasa yang terjadi antara PSK dan pelanggan sangatlah timpang. Laki-laki sebagai konsumen tidak mendapat posisi yang sama dengan dampak yang ditimbulkan bagi seseorang yang berprofesi sebagai PSK. Relasi kuasa ini juga terbentuk karena hukum yang ada di Indonesia masih melanggengkan power laki-laki terhadap perempuan.
Dalam kitab perundang-undangan yang ada, tidak dijelaskan secara detail bagaimana hukuman yang diberikan kepada pelanggan, baik secara offline ataupun secara online, yang sudah cukup merajalela. Kebanyakan dari mereka hanya ditangkap lalu dibebaskan tanpa diberikan arahan dan tindak lanjut yang jelas.
ADVERTISEMENT

Upaya Serius dalam Penanggulangan Prostitusi

Ilustrasi prostitusi Foto: Shutter Stock
Memilih untuk menjadi PSK sering kali mendapat stigma yang buruk dan termarjinalkan oleh masyarakat. Padahal, relasi kuasa selalu berpihak kepada pemilik modal dan penguasa kepentingan.
Inovasi dan teknologi yang selalu dikembangkan sayangnya tidak beriringan dengan pemerataan ekonomi dan pendapatan oleh seluruh lapisan masyarakat. Akibatnya, terjerumus ke dalam lubang prostitusi menjadi sebuah pilihan yang ditempuh di atas ketidakberdayaan untuk memilih kehidupan lain.
Pada banyak kasus prostitusi yang kita temui baik di media cetak maupun digital, prostitusi memiliki berbagai macam motif, mulai dari memenuhi kebutuhan gaya hidup hingga dijadikan komoditas oleh orangtua nya sendiri.
Keseluruhan motif tersebut tidaklah sepenuhnya salah dari sudut PSK sendiri. Banyak di antara mereka yang dimanfaatkan untuk di objektivasi oleh orang-orang, bahkan oleh kerabatnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Kurangnya penanganan yang serius dari pemerintah menyebabkan PSK yang terjaring razia hanya diceramahi, dimasukkan ke panti rehabilitasi, atau disuruh pulang. Akibatnya, PSK dan jaringannya tidak mendapat efek jera dan selalu mencari celah untuk melakukan kegiatan serupa pada hari selanjutnya.
Ilustrasi PSK Foto: Helmi Afandi/kumparan
Bedanya adalah mereka memperketat transaksi agar tidak tercium oleh aparat. Seharusnya pemerintah memberikan edukasi secara komprehensif kepada PSK, disediakan lapangan kerja yang memiliki pendapatan yang jauh lebih manusiawi agar PSK tidak kembali menjajakan dirinya.
Tidak hanya PSK, pelanggan yang biasa menggunakan jasa juga harus diberantas agar tidak kembali mencari cara untuk memenuhi hasrat seksualnya. Tentu tidak cukup upaya dari pemerintah saja.
Perlunya kesadaran dari berbagai pihak baik PSK, muncikari maupun pelanggan baik melalui edukasi agama, pendidikan, kesusilaan, hingga kemasyarakatan sehingga permasalahan prostitusi bisa diselesaikan dengan tuntas.
ADVERTISEMENT
Berkaca dari gang doli Surabaya, walaupun sudah resmi ditutup oleh pemerintah, prostitusi masih tetap saja dijalankan secara sembunyi-sembunyi oleh oknum yang masih suka menawarkan jasa kepada pengunjung yang biasa lewat di sekitar gang tersebut.