Puan Maharani dan Kesederhanaan

Konten dari Pengguna
20 Oktober 2017 17:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indah Sastradewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Puan Maharani dan Kesederhanaan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Membaca kesederhanaan Puan Maharani. Soal kesederhanaan itu adalah soal gaya hidup; soal pilihan; soal yang mana yang membuat seseorang merasa lebih nyaman. Siapapun bisa menjadi kaya raya, tapi lebih memilih untuk sederhana. Pada sosok Bill Gates ataupun Mark Zuckerberg, misalnya, jarang kita melihat keduanya mempertontonkan gaya hidup mewah meski termasuk jajaran manusia paling kaya se-antero dunia. Pakaian mereka, tentu saja mahal, tapi tak harus Gucci, Louis Vuitton, atau merk lain yang menjadi representasi dari hedonisme ala-ala kaum sosialita yang harganya selangit.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, banyak juga orang yang tak terlalu kaya justru lebih memilih untuk tak hidup sederhana. Meski tak miskin, kadang hedonisme menariknya terlalu dalam menuju kehidupan glamor. Banyak contoh dimana orang “memaksakan” diri untuk pura-pura kaya, dan pada akhirnya nelangsa.
Tipe pertama akan bahagia, sementara yang kedua pastilah menderita.
Puan Maharani lebih memilih untuk hidup sederhana, sebagaimana biasa. Dalam kehidupan sehari-hari, tak banyak “polah” yang kita temukan pada pakaiannya. Kesukaannya menggunakan baju batik, biasanya dengan selendang, lalu jam tangan yang tak terlalu kemilau. Batik dan kebaya adalah ciri khas dan representasi dari kebiasaan yang sederhana. Tas, atau mungkin sepatu yang dikenakannya, masih termasuk standar untuk sekelas menteri.
Sebagai pejabat, Puan Maharani menyadari, bahwa hidup rakyatnya tidak sejahtera, jadi ia tak perlu mempertontonkan sesuatu yang glamor di depan mata, sebab Puan Maharani memang tidak menyukainya. Ia lebih suka tampil sebagaimana biasa, menjadi gambaran dari ketenangan, kedewasaan, dan kematangan berpikir dan bertindaknya.
ADVERTISEMENT
Padahal, banyak pejabat yang pada akhirnya terjerumus pada perilaku koruptif untuk menunjang haya hidup high class yang konsumtif.
Makanan pun, Puan Maharani menyukai makanan lokal. Salah satunya adalah Pempek Ikan Belida khas Palembang. “Buk Puan biasa pesan sebulan dua kali, sekali kirim 200 biji. Dari dulu langganan, orang Jakarta sudah kenal sama kami”, kata Vivin Susanto, penjual Pempek Ikan Belida yang terkenal di Kota Palembang. Berbagai hidangan lokal, adalah menu favorit bagi Puan Maharani. Tak perlu makanan “sok british” bagi lidah Puan Maharani, cukup penganan sederhana.
Artinya, bagi banyak orang, tentu tak semudah itu mengatakan Puan Maharani hidup sederhana. Tapi dengan posisi, jabatan, ketokohan, serta kekayaan yang dimilikinya, Puan Maharani lebih memilih untuk meninggalkan perilaku yang sejatinya bisa dilakukannya, termasuk dengan gaya hidup berfoya-foya ala sosialita.
ADVERTISEMENT