Konten dari Pengguna

Di Balik Kenaikan UKT: Mahasiswa Berjuang untuk Pendidikan

Indah Sekar Cahyaningtiyas
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta yang sedang menempuh pendidikan S1 prodi psikologi.
28 Mei 2024 8:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indah Sekar Cahyaningtiyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi pendidikan (sumber: freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi pendidikan (sumber: freepik.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kenaikan mendadak akan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tentunya menjadi sorotan publik terutama mahasiswa yang sedang mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Kenaikan UKT ini sendiri menjadi topik hangat hingga hari ini, seminggu pasca dilaksanakannya Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang dihadiri oleh perwakilan DPR RI dan juga pihak BEM Seluruh Indonesia (BEM SI).
ADVERTISEMENT
Seperti yang disampaikan oleh perwakilan mahasiswa tersebut, kenaikan UKT pada tahun ini melonjak tajam, yang jika ditelusuri kembali, hal ini berkaitan dengan Permendikbud Ristek No. 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi (SSBOPT) sebagai tindak lanjut dari Keputusan Mendikbud Ristek No. 54/P/2024 tentang besaran SSBOPT. Mereka menyampaikan bahwa Pasal 7 dalam Permendikbud Ristek No. 2 Tahun 2024 memberikan kebebasan bagi pihak kampus untuk menentukan besaran UKT. Dalam hal ini, tentu para mahasiswa merasa bahwa pemerintah melepaskan begitu saja mengenai peraturan dalam biaya UKT ini yang berakibat hampir semua PTN di Indonesia mengalami penetapan UKT yang tinggi.
Dengan pemerintah melepaskan PTN untuk menentukan biaya UKT yang harus dibayarkan, terlebih lagi adanya tren komersialisasi pendidikan berupa transformasi PTN menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang mana kampus tersebut dapat mengelola anggaran rumah tangga nya sendiri. Hal ini akan berdampak buruk jika PTN terkait tidak memahami bagaimana prosedur sebagai PTN-BH itu sendiri. Dalam konsep PTN-BH, seharusnya mahasiswa mendapatkan keringanan biaya UKT karena pembiayaan dapat digantikan oleh donatur dari kerja sama sektor finansial. Namun, tampaknya prosedur yang ada belumlah dapat terlaksana dengan baik. Alhasil, alih-alih meringankan mahasiswa, justru PTN menaikkan UKT dengan penyebab kekurangan pendanaan untuk anggaran.
ADVERTISEMENT
Kenaikan akan biaya UKT tentunya meresahkan mahasiswa karena dapat melonjak empat hingga delapan kali lipat dari UKT sebelumnya. Keresahan ini pun tidak hanya dirasakan oleh mahasiswa saja. Mahasiswa baru yang sudah diterima oleh PTN beserta orang tua pun ikut resah mengenai hal ini. Mereka yang mempunyai impian akan berkuliah di PTN yang mereka tuju justru kandas di awal perjalanan karena ketidaksanggupan akan ekonomi untuk membayar UKT yang tinggi ini. Disampaikan oleh salah satu Ketua BEM dari Universitas Riau bahwa sekitar 50 mahasiswa baru mempunyai rencana untuk mengundurkan diri dikarenakan tidak mampu membayar biaya UKT.
Hal seperti ini tentunya menjadi catatan bagi kita semua, terutama pemerintah dalam bidang pendidikan. Kenaikan UKT yang sangat tinggi ini menyebabkan sebagian besar mahasiswa SMA/SMK terancam tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan. Hak untuk mendapat pendidikan tentunya dijelaskan pada salah satu kewajiban negara, yaitu mencerdaskan bangsa. Jika hal ini terus berkepanjangan, kualitas pendidikan serta sumber daya manusia di Indonesia akan mengalami penurunan dan dapat berpengaruh pada kualitas negara itu sendiri. Terlebih lagi, Indonesia memiliki rencana pembentukan generasi emas 2045 yang membutuhkan peningkatan kualitas pendidikan.
ADVERTISEMENT
Peran pemerintah serta kerja sama akan instansi tentunya sangatlah dibutuhkan. Perlunya kajian ulang dan evaluasi bagi setiap keputusan yang diambil dan memastikan bahwa keputusan tersebut memiliki dampak yang positif di dunia pendidikan, terutama mahasiswa. Karena pendidikan ini sendiri hakikatnya adalah untuk mengembangkan potensi agar dapat memanusiakan manusia. Jika keputusan yang diambil tidak dapat mewakili dan memudahkan mahasiswa dalam melanjutkan pendidikannya, tentunya ada yang tidak benar dalam dunia pendidikan, khususnya PTN. Maka dari itu, selain peran masyarakat, pemerintah pun harus bekerja sama dalam upaya memberikan keputusan untuk kepentingan umum serta mengawasi kebijakan yang diambil terkhusus pendidikan di Indonesia demi mencapai generasi emas 2045.***
Indah Sekar Cahyaningtiyas, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta prodi psikologi.
ADVERTISEMENT