Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Dinamika Gender dan Human Trafficking: Studi Kasus Ukraina dan Amerika Latin
4 Januari 2025 17:04 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Indah Dwi Rahmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tulisan ini akan membahas hubungan antara kekerasan berbasis gender, migrasi, dan perdagangan manusia melalui studi kasus Ukraina dan Amerika Latin. Dengan berdasarkan analisis pada dua jurnal utama, yaitu Bastia (2006) yang berjudul “Stolen Lives or Lack of Rights? Gender, Migration, and Trafficking” dan Andrijasevic (2007) yang berjudul “Beautiful Dead Bodies: Gender, Migration, and Representation in Anti-Trafficking Campaigns”. Tulisan ini akan mengeksplorasi faktor-faktor yang mendorong perempuan untuk bermigrasi, kerentanan yang mereka hadapi, dan bagaimana perdagangan manusia terjadi sebagai bagian dari migrasi tenaga kerja. Studi pada jurnal tersebut juga menyoroti peran kebijakan migrasi yang tidak sensitif gender dan bagaimana konflik serta norma budaya memengaruhi kerentanan perempuan terhadap eksploitasi.
ADVERTISEMENT
Perdagangan manusia telah menjadi isu global dan sering kali dikaitkan dengan migrasi perempuan, terutama dalam konteks kekerasan berbasis gender. Dalam banyak kasus, tujuan perempuan bermigrasi untuk mencari kehidupan yang lebih baik, namun justru terjebak dalam jaringan perdagangan manusia. Bastia (2006) menekankan bahwa migrasi sering kali merupakan respons terhadap ketidaksetaraan gender dan ekonomi, sementara Andrijasevic (2007) menunjukkan bagaimana kampanye anti-trafficking di Eropa sering mengobjektifikasi perempuan sebagai korban. Tulisan ini berfokus pada dua studi kasus, yakni Ukraina dan Amerika Latin, untuk memahami dinamika gender dalam migrasi dan perdagangan manusia.
Menurut Bastia (2006), perdagangan manusia harus dipahami sebagai bagian dari migrasi tenaga kerja, di mana perempuan sering menghadapi diskriminasi berbasis gender yang memperburuk kerentanan mereka. Selain itu, Andrijasevic (2007) menunjukkan bahwa representasi perempuan dalam kampanye anti-trafficking sering kali meminggirkan agensi mereka, memperkuat stereotip sebagai korban pasif. Kedua jurnal ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana kekerasan berbasis gender dan kebijakan migrasi dapat saling berkaitan.
ADVERTISEMENT
Kekerasan berbasis gender menjadi salah satu faktor signifikan yang mendorong perempuan untuk bermigrasi. Bastia (2006) menyoroti bagaimana perempuan di Amerika Latin sering menghadapi kekerasan domestik dan struktural, termasuk diskriminasi di pasar kerja. Di Ukraina, konflik bersenjata meningkatkan kerentanan perempuan terhadap kekerasan dan eksploitasi (Andrijasevic, 2007). Situasi ini memaksa perempuan mencari perlindungan dan peluang ekonomi di negara lain, meskipun sering kali menghadapi risiko terjadinya perdagangan manusia.
Migrasi perempuan sering kali berujung pada eksploitasi oleh jaringan perdagangan manusia. Bastia (2006) menyoroti bahwa perempuan dari Amerika Latin sering dijanjikan pekerjaan bergaji tinggi di sektor domestik atau jasa, namun akhirnya menghadapi kondisi kerja yang eksploitatif. Demikian pula, perempuan Ukraina sering menjadi korban prostitusi paksa setelah ditipu oleh agen tenaga kerja palsu (Andrijasevic, 2007). Kampanye anti-trafficking di Eropa yang bertujuan baik, sering kali gagal memberdayakan perempuan untuk mengambil keputusan migrasi yang aman.
ADVERTISEMENT
Kebijakan migrasi di negara tujuan sering kali memperburuk kerentanan perempuan. Andrijasevic (2007) menekankan bahwa kebijakan visa yang ketat di Eropa memaksa perempuan bermigrasi secara ilegal, sehingga mereka lebih rentan terhadap eksploitasi. Sementara itu, Bastia (2006) menunjukkan bahwa kurangnya perlindungan hukum bagi pekerja migran perempuan di Amerika Latin juga meningkatkan risiko perdagangan manusia. Kebijakan ini sering kali mengabaikan dimensi gender dan justru memperkuat ketidakadilan struktural.
Sebagai contoh studi kasus konflik Rusia-Ukraina menciptakan situasi yang sangat rentan bagi perempuan dan anak-anak. Pelaku perdagangan manusia memanfaatkan situasi ini dengan menawarkan bantuan palsu kepada pengungsi, yang kemudian dieksploitasi secara seksual atau melalui kerja paksa. Negara-negara seperti Jerman dan Italia juga menjadi tujuan utama para korban dari Ukraina, yang sering kali tidak memiliki akses ke perlindungan hukum. Sementara itu, perempuan dari negara-negara Amerika Latin, seperti El Salvador dan Honduras, sering kali bermigrasi untuk menghindari kekerasan berbasis gender dan kemiskinan. Namun, di negara tujuan seperti Amerika Serikat, mereka justru menghadapi eksploitasi di sektor domestik dan pertanian. Kondisi ini diperburuk oleh budaya machismo di negara asal, yang membatasi pilihan mereka untuk mencari sebuah perlindungan.
ADVERTISEMENT
Dari pemaparan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Kekerasan berbasis gender, migrasi, dan perdagangan manusia saling berkaitan dalam menciptakan kerentanan perempuan. Studi kasus Ukraina dan Amerika Latin menunjukkan bagaimana kekerasan struktural, konflik, dan kebijakan migrasi yang tidak sensitif gender memperburuk situasi ini. Dengan pendekatan kebijakan yang lebih inklusif dan sensitif gender, serta perlindungan hukum yang lebih kuat, perdagangan manusia dapat ditekan secara signifikan.
Referensi:
Bastia, T. (2006). Stolen Lives or Lack of Rights? Gender, Migration, and Trafficking. Labour, Capital and Society, 39(2), 20-47. https://www.jstor.org/stable/43158271
Andrijasevic, R. (2007). Beautiful Dead Bodies: Gender, Migration, and Representation in Anti-Trafficking Campaigns. Feminist Review, 86(1), 24-44. https://doi.org/10.1057/palgrave.fr.9400355