Konten dari Pengguna

Cita-cita Kemajuan, Proyek Gilgamesh dan Ayah dari Ilmu Pengetahuan

Indika Auda Puspa
Mahasiswa Jurusan Psikologi, Universita Breawijaya
9 Mei 2024 9:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indika Auda Puspa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kalian mengetahui pandangan manusia sebelum revolusi saintifik? dan apa respon mereka mengenai kematian? serta apakah sains adalah ujung dari ilmu pengetahuan? Yuk simak penjelasan berikut ini.
ADVERTISEMENT
Sebelum revolusi saintifik, banyak kultur manusia yang tidak mempercayai adanya kemajuan, mereka menganggap masa kejayaan adalah masa lalu dan dunia ini adalah stagnan. Adanya kepatuhan yang ketat dapat membawa kembali kejayaan ke masa lalu, dan kehebatan manusia mungkin bisa memperbaiki secara masuk akal dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pandangan ini mulai berubah ketika adanya pengakuan akan ketidaktahuan yang berpadu dengan ide penemuan saintifik. Sains mulai mengatasi satu masalah yang tidak dapat terpecahkan, banyak orang meyakini bahwa manusia bisa mengatasi masalah apapun dengan meraih pengetahuan baru.
Photo by Ricky Gálvez: https://www.pexels.com/photo/shallow-focus-photography-of-brown-globe-1169922/
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Ricky Gálvez: https://www.pexels.com/photo/shallow-focus-photography-of-brown-globe-1169922/
Contohnya adalah pada pertengahan abas ke-18 Benjamin Franklin melakukan eksperimen yang menunjukkan bahwa pengetahuan baru dapat mengubah pandangan kita terhadap fenomena alam, seperti Petir, Banyak kultur yang percaya bahwa petir adalah palu dewa yang marah dan digunakan untuk menghukum para pendosa. Contoh lain adalah masalah Kemiskinan, Kemiskinan saat ini semakin dipandang sebagai masalah teknis yang bisa diubah melalui intervensi. Terdapat kearifan umum yang mengatakan bahwa kebijakan didasarkan oleh penemuan terbaru dalam agronomi, ekonomi, kedokteran, dan sosiologi yang bisa mengeliminasi masalah kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Meskipun bencana alam dan bencana akibat ulah manusia masih sering menimbulkan penderitaan, namun jika terdampak musibah bencana saat ini sudah terdapat upaya bantuan dari seluruh dunia atau individu yang dapat mengurangi tingkat kematian.
Kematian sendiri dapat diartikan sebagai tantangan dan pemaknaan, kematian dianggap sebagai salah satu masalah utama bagi manusia yang masih belum teratasi. Sebagian besar agama dan ideologi mengajarkan kepada masyarakat bahwa mereka harus siap untuk menghadapi kematian dan menyatakan bahwa kematian adalah pemaknaan hidup. Pikiran yang terbaik yaitu manusia hanya sibuk memberikan makna pada kematian, bukan berusaha untuk menghindarinya. Salah seorang tokoh yang berasal dari uruk yaitu Raja Gilgamesh memiliki mitos serta perjalanan tersendiri dan proyek yang membahas tentang kematian. Mitos dari Raja Gilgamesh yaitu mencari cara bagaimana untuk mengalahkan kematian setelah ia mengetahui kematian sahabatnya, yaitu Enkidu. Saat itu Gilgamesh melihat belatung jatuh ke jasad sahabatnya, dan ia langsung menggigil ketakutan, dan bertekad bahwa dia sendiri tidak akan pernah mati. Perjalanan Raja Gilgamesh yaitu mencari jalan menuju keabadian, kemudian Gilgamesh menemui berbagai rintangan dan menemukan kebijaksanaan baru. Apa yang dilakukan oleh Gilgamesh sangat bertentangan dengan pandangan sains, Bagi sains, kematian bukanlah takdir melainkan masalah teknis yang dapat dipecahkan, contohnya seperti penyakit yang dapat memiliki solusi untuk menyembuhkannya yaitu dengan melalui bidang medis dan psikologis. Menurut Evolusi Perspektif yaitu bagaimana perubahan pandangan agama dan ideologi terhadap kematian dari pentingnya kehilangan serta pentingnya bagi manusia untuk memaknai kehidupan sesudahnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini masih terdapat ideologi yang menempatkan kematian pada peran sentral, yaitu ideologi nasionalisme. Ideologi nasionalisme menjanjikan bahwa siapa pun yang mati demi negara maka akan hidup selamanya dalam kenangan kolektif, namun terdapat konsekuensinya tersendiri yaitu terdapat pengaruh pandangan terhadap kematian dengan arah dan pemaknaan kehidupan.
Photo by Rodolfo Clix: https://www.pexels.com/photo/photo-of-clear-glass-measuring-cup-lot-1366942/
Sains memang bertentangan dengan kematian, pada abad saat ini juga banyak orang yang meyakini bahwa sains dan teknologi menyimpan jawaban untuk semua permasalahan, namun sains bukanlah usaha yang beroperasi di atas platform moral atau spiritual yang superior, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kepentingan ekonomi, politik, dan keagamaan. Pengembangan sains pada era modern sangat bergantung pada dukungan finansial dari pemerintahan, bisnis, dan yayasan, yang menyalurkan miliaran dolar ke riset saintifik.
ADVERTISEMENT
Pendanaan riset saintifik tidak selalu didasarkan pada motivasi murni ilmiah, melainkan seringkali berkaitan dengan tujuan yang lain. Sains menjadi semacam "sugar daddy" atau penyandang dana bagi para peneliti yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan kepentingan dari pemberi dana. Pendanaan riset seringkali didorong oleh tujuan tertentu yang membuat sains menjadi semacam "sugar daddy" bagi para peneliti. Pengalokasian dana harus menjawab pertanyaan seperti "Apanya yang lebih penting?" “Apanya yang bagus?” dan, pertanyaan-pertanyaan yang bukan pertanyaan saintifik karena sains tidak dapat menentukan prioritasnya sendiri. Riset saintifik hanya berkembang dalam aliansi dengan agama atau ideologi yang tidak membenarkan biaya riset tetapi juga mempengaruhi agenda saintifik dan penggunaan temuannya. Sains juga memiliki dua kekuatan yang signifikan dalam pengaruh sejarahnya antara lain yaitu imperialisme dan kapitalisme, Imperialisme dan kapitalisme dianggap sebagai kekuatan yang saling mengunci satu sama lain dan mesin utama sejarah selama 500 tahun terakhir dalam pengaruh terhadap sains.
ADVERTISEMENT
Mulai dari berpikir bahwa dunia ini adalah stagnan dan tidak ada kemajuan hingga adanya penemuan saintifik, kemudian agama dan ideologi berpendapat bahwa kematian bukan merupakan hal yang harus dihindari dan ditakuti melainkan dihadapi, sampai bagaimana pengaruh sains terhadap aktivitas dunia. Berdasarkan hal-hal tersebut, manusia diharapkan untuk dapat bermain dengan pola pikirannya sendiri dan mengubah serta mengikuti arah yang seharusnya.
REFERENSI
Harari, Y. N., & Sapiens, A. (2014). A brief history of humankind. Publish in agreement with The Deborah Harris Agency and the Grayhawk Agency.