Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Model Bisnis Wirausaha Sosial
10 April 2018 15:40 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Gamal Albinsaid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : dr. Gamal Albinsaid, M.Biomed
Model bisnis adalah struktur, desain atau kerangka kerja yang wirausaha ikuti untuk membawa value kepada pelanggan dan klien. Minimal terdapat 3 ukuran yang mengukur kesuksesan model bisnis, yaitu kemampuannya menghasilkan profit untuk pemiliknya, kemampuanya menghasilkan perubahan positif di dunia, dan kemampuannya mencapai keseimbangan antara keuntungan dan perubahan positif. Pada konteks implementasi, kemampuannya menghasilkan profit untuk pemiliknya digunakan untuk perusahaan for profit konvensional, kemampuanya menghasilkan perubahan positif di dunia digunakan untuk organisasi sosial tradisional, dan kemampuannya mencapai keseimbangan antara keuntungan dan perubahan positif digunakan untuk wirausaha sosial.
ADVERTISEMENT
1. Model Bisnis Kanvas (Business Model Canvas)
Alexander Osterwalder dalam bukunya yang berjudul Business Model Generation menjelaskan sebuah konsep sederhana untuk mampu menganalisis faktor-faktor penting yang terdapat dalam sebuah model bisnis baru yang dikembangkan. Konsep yang ia kembangkan melahirkan sebuah strategi yang disebut bisnis model kanvas yang telah menjadi rujukan banyak organisasi maupun perusahaan untuk mampu menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan sebuah nilai.
Pada awalnya, Model Bisnis Kanvas adalah sebuah instrumen yang digunakan oleh perusahaan atau private sector. Namun, kita bisa menggunakan Model Bisnis Kanvas untuk kewirausahaan sosial dengan sedikit modifikasi. Pada model bisnis kanvas, terdapat 9 elemen yang menjadi perhatian utama dan dianalisis dalam perumusan sebuah model bisnis. Bersama-sama elemen-elemen ini memberikan pandangan yang cukup koheren tentang driver utama bisnis, antara lain :
ADVERTISEMENT
1. Customer Segments (Segmen Pelanggan)
Pada bagian ini perusahaan harus mampu menjawab “Siapa pelanggannya? Apa yang mereka pikirkan? Lihat? Rasa? Lakukan?” Pada bagian ini, wirausaha sosial harus mampu menjelaskan siapa saja target pelanggannya dan segmentasinya. Segmen pelanggan ini bisa meliputi usia, jenis kelamin, wilayah, kelas ekonomi, dan lain sebagainya. Segmentasi pelanggan ini akan mengarahkan jenis produk atau jasa yang akan dihasilkan dan diberikan pada pelanggan.
2. Value Propositions (Nilai Proposisi)
Pada elemen ini wirausaha sosial harus mampu menjawab “Apa yang menarik tentang proposisi? Mengapa pelanggan membeli, menggunakan?”. Pada bagian ini, wirausaha sosial perlu mengidentifikasi nilai-nilai tambah apa yang dapat diberikan untuk membantu pelanggan memenuhi kebutuhannya.
3. Channels (Saluran)
ADVERTISEMENT
Pada elemen ini, wirausaha sosial harus mampu menjawab pertanyaan “Bagaimana proposisi ini dipromosikan, dijual dan dikirim? Mengapa? Apakah itu bekerja?”. Wirausaha sosial perlu memformulasikan cara atau strategi agar produk, jasa, atau nilai tambah yang dihasilkan dapat sampai ke tangan pelanggan. Secara sederhana, elemen ini adalah cara bagi wirausaha sosial untuk menyampaikan value proposition kepada segmen pelanggan yang dilayani.
4. Customer Relationship (Hubungan Pelanggan)
Pada elemen ini, wirausaha sosial harus mampu menjawab pertanyaan “Bagaimana Anda berinteraksi dengan pelanggan melalui 'perjalanan' mereka?”. Hal yang penting pada elemen ini adalah menjaga ikatan dan hubungan dengan pelanggan.
5. Revenue Streams (Aliran Pendapatan)
Pada elemen ini wirausaha sosial harus menjawab pertanyaan “Bagaimana bisnis memperoleh pendapatan dari proposisi nilai?”. Pada elemen ini wirausaha sosial harus menentukan tentang hal-hal yang membuat perusahaan mendapatkan pemasukan dari para pelanggannya.
ADVERTISEMENT
6. Key Activities (Kegiatan Utama)
Pada eleman ini, wirausaha sosial perlu menjawab “Apa hal strategis yang unik yang dilakukan bisnis untuk menyampaikan proposisi?”. Pada elemen ini, wirausaha sosial harus mengidentifikasi aktivitas, kegiatan, proses yang utama untuk mampu menciptakan value propositions.
7. Key Resources (Sumber Daya Utama)
Pada eleman ini, wirausaha sosial perlu menjawab “Apa aset strategis unik yang harus dimiliki bisnis untuk mampu bersaing?”. Dalam hal ini meliputi sumber daya manusia, peralatan, bahan, teknologi, dan lain sebagainya.
8. Key Partnerships (Kemitraan Kunci)
Pada eleman ini, wirausaha sosial perlu menjawab “Apa yang tidak dapat dilakukan perusahaan sehingga dapat berfokus pada kegiatan utamanya (key activities)?”. Ini menjadi penting bagi wirausaha sosial untuk mengidentifikasi mitra-mitra yang penting dan esensial dalam membantu proses pembuatan value propositions. Mitra ini dapat meliputi proses produksi, distribusi, dan mitra – mitra lainnya yang dapat membantu wirausaha sosial memberikan value pada customer.
ADVERTISEMENT
9. Cost Structure (Struktur Biaya)
Pada eleman ini, wirausaha sosial perlu menjawab “Apa biaya utama penggerak bisnis? Bagaimana dikaitkan dengan pendapatan?”. Hal ini termasuk struktur biaya yang dikeluarkan dalam bisnis, meliputi fixed cost, variable cost, maintenance cost, operational cost, dan komponen biaya lain yang diperlukan untuk menghasilkan value proposition yang disampaikan kepada customer.
Gambar 1. Model Bisnis Kanvas (Canvas Business Model)
Model Bisnis Kanvas sangat populer di kalangan pengusaha untuk menganalisis model bisnis yang inovatif. Pada dasarnya, Model Bisnis Kanvas memberikan tiga hal utama, yaitu :
1. Fokus
Dengan Model Bisnis Kanvas, perusahaan dapat mengupas puluhan halaman dalam rencana bisnis tradisional menjadi 1 halaman pada Model Bisnis Kanvas. Hal ini membantu perusahaan memperbaiki klarifikasi dan fokus pada apa yang mendorong bisnis (dan apa yang bukan hal utama dan bisa menghilangkannya).
ADVERTISEMENT
2. Fleksibilitas
Ini jauh lebih mudah untuk menguji model bisnis dan mencoba sesuatu (dari perspektif perencanaan) dengan sesuatu yang tampil dalam satu halaman.
3. Transparansi
Model Bisnis Kanvas akan memudahkan perusahaan lebih mudah dan cepat untuk memahami model bisnis perusahaan dan memudahkan dalam melihat visibilitas saat ditayangkan dalam satu halaman.
Dalam wirausaha sosial, ada beberapa hal penyesuian pada Model Bisnis Kanvas dalam hal :
1. Beneficiary Segments (Segmen Penerima Manfaat)
Mengidentifikasi secara jelas, siapa segmen penerima manfaat, walaupun jika mereka tidak membayar atau melakukan pembiyaan pada wirausaha sosial. Hal tersebut belum ada pada Model Bisnis Kanvas biasa.
2. Social and Customer Value Proposition (Proposisi Nilai Pelanggan dan Sosial)
Pastikan bahwa Anda telah mengemukakan alasan kuat yang akan mendorong pelanggan Anda untuk membeli tanpa melupakan dampak yang Anda berikan terhadap masyarakat.
ADVERTISEMENT
3. Impact Measures (Mengukur Dampak)
Kembangkan pemikiran yang jelas seputar dampak sosial apa yang Anda ciptakan dan bagaimana hal itu dapat diukur
4. Surplus
Rencanakan dan komunikasikan apa yang terjadi dengan keuntungan dan dimana Anda berencana untuk menginvestasikannya kembali
2. Model Bisnis Sosial (Social Business Model)
Model bisnis sosial adalah struktur, desain, atau kerangka kerja yang diikuti oleh wirausaha sosial untuk membawa perubahan positif sambil mempertahankan hasil keuangan yang sehat.
Untuk menjelaskan konsep tersebut, pada tahun 2012 Wolfgang Grassi mengidentifikasi 9 jenis model bisnis sosial. Dia memulai analisisnya dengan 3 faktor yang mengarahkan bisnis sosial, yaitu misi, tipe integrsi, dan populasi sasaran. Ia kemudian mengeksplorasi cara ketiga faktor ini beririsan dengan 3 kategori bisnis tradisional untuk menghasilkan 9 jenis model bisnis sosial tertentu yang dapat diadopsi oleh wirausaha sosial manapun. 9 Jenis model bisnis sosial tersebut antara lain the entrepreneur support model, the market intermediary model, the employment model, the fee-for-service model, the low-income client model, the cooperative model, the market linkage model, the service subsidization model, dan the organizational support model. Model bisnis tersebut biasa dikenal Fundamental Model yang dapat dikombinasikan dan ditingkatkan untuk mencapai pembuatan nilai secara maksimal. Berikut ini adalah penjelasan untuk 9 jenis model bisnis sosial tersebut, antara lain :
ADVERTISEMENT
1. Entrepreneur Support (Dukungan Wirausaha)
Model Entrepreneur Support dari wirausaha sosial menjual dukungan bisnis dan layanan keuangan kepada kliennya. Pada tahap selanjutnya, klien wirausaha sosial tersebut menjual produk dan layanan mereka pada market terbuka. Dukungan dapat berupa jasa konsultasi, pelatihan, dukungan teknis atau microfinance. Organisasi yang termasuk tipe ini adalah organisasi pengembangan ekonomi, Small and Medium Enterprise (SME), Business Development Service (BDS), dan institusi microfinance. Jenis – jenis bisnis yang menerapkan model ini adalah institusi keuangan, konsultan manajemen, layanan profesional seperti akutansi dan legal, teknologi dan produk yang mendukung wirausaha.
Sebagai contoh, misalnya produsen dan distributor pompa irigasi berbiaya rendah yang menjual pompa dan penyuluhan pertaniannya kepada petani pedesaan yang berpenghasilan rendah. Aset yang dimiliki petani memungkinkan petani untuk secara signifikan meningkatkan produktivitas dan profitabilitas lahan mereka. Penghasilan yang diperoleh oleh wirausaha sosial tersebut kemudian digunakan untuk memenuhi biaya operasional, termasuk biaya pemasaran yang tinggi untuk petani di pedesaan dengan skala kecil, investasi utnuk penelitian dan pengembangan produk baru, dan pelatihan marketing untuk petani.
ADVERTISEMENT
2. Market Intermediary (Perantara Pasar)
Model perantara pasar dari perusahaan sosial memberikan layanan kepada populasi targetnya atau "klien," produsen kecil (perorangan, perusahaan atau koperasi), untuk membantu mereka mengakses pasar. Wirausaha sosial jenis ini membantu klien melalui marketing atau penjualan produk atau jasa klien mereka untuk mereka. Misalnya organisasi yang membantu petani kecil berjuang memasarkan dan menjualkan hasil panen mereka untuk mereka.
Market intermediary model dari wiraussaha sosial memberikan layanan kepada kelompok sasarannya atau "klien," produsen kecil (individu, perusahaan atau koperasi), untuk membantu mereka mengakses pasar. Layanan wirausaha sosial menambah nilai bagi produk buatan klien, biasanya layanan ini meliputi: pengembangan produk; bantuan produksi dan pemasaran; dan kredit. Perantara pasar baik membeli produk buatan klien atau mengambil mereka pada konsinyasi, dan kemudian menjual produk di pasar margin tinggi di mark-up.
ADVERTISEMENT
Market intermediary model biasanya menanamkan prinsip, program sosial adalah bisnis, misi utamanya untuk memperkuat pasar dan memfasilitasi keamanan keuangan klien dengan membantu mereka mengembangkan dan menjual produk mereka. Wirausaha sosial tipe ini mencapai kemandirian keuangan melalui penjualan produk-produk buatan kliennya. Penghasilan digunakan untuk membayar biaya operasional bisnis dan untuk menutupi biaya program dalam membuat pengembangan produk, pemasaran, dan layanan kredit kepada klien.
Pemasaran koperasi pemasok, fair trade, pertanian, dan usaha kerajinan sering menggunakan market intermediary model dari wirausaha sosial. Jenis bisnis umum yang menerapkan model ini adalah organisasi pemasaran, perusahaan produk konsumen, atau mereka yang menjual makanan olahan, atau produk pertanian.
Sebagai contoh, koperasi pemasaran kerajinan menciptakan peluang ekonomi bagi pengrajin pedesaan dengan membeli karpet buatan tangan, keranjang, dan pahatan mereka lalu memasarkannya ke luar negeri. Koperasi membeli produk langsung dengan harga yang wajar lalu menjualnya dengan mark-up untuk menutupi biaya operasional dan biaya untuk pengembangan bisnis. Penghasilan yang diperoleh juga digunakan oleh koperasi untuk kegiatan sosial yang terkait dengan pengembangan bisnis, misalkan membantu pengrajin dengan pengembangan produk dan jaminan kualitas, dan memberikan kredit modal kerja kepada klien untuk membeli bahan baku, serta memenuhi kebutuhan pasokan untuk menghasilkan produk yang berkualitas seni tinggi. Model ini salah satunya diterapkan oleh Javara yang dikembangkan oleh Ibu Helianti Hilman.
ADVERTISEMENT
3. Employment (Ketenagakerjaan)
Model ketenagakerjaan perusahaan sosial menyediakan kesempatan kerja dan pelatihan kerja untuk target populasi atau "klien," orang-orang dengan hambatan tinggi untuk pekerjaan seperti penyandang cacat, tunawisma, remaja yang berisiko, dan mantan pelanggar. Wirausaha sosial jenis ini menyediakan kesempatan kerja dan pelatihan kerja bagi klien mereka. Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran wirausaha sosial dan mengalir kembali ke layanan yang diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Banyak organisasi pemuda dan penyandang cacat menggunakan model ini.
Employment Model dari wirausaha sosial menyediakan kesempatan kerja dan pelatihan kerja untuk kelompok masyarakat sasaran atau "klien” yang merupakan orang-orang dengan hambatan tinggi untuk pekerjaan seperti penyandang cacat, tunawisma, remaja yang berisiko, dan mantan narapidana. Organisasi mengoperasikan perusahaan yang mempekerjakan kliennya dan menjual produk atau layanannya di pasar terbuka. Jenis bisnis ini didasarkan pada ketepatan pekerjaan yang diciptakan untuk kliennya, terkait keterampilan, dan konsisten dengan kemampuan dan keterbatasan klien, serta kelayakan komersialnya.
ADVERTISEMENT
Model ketenagakerjaan yang biasanya diterapkan berupa konsep “program sosial adalah bisnis”, misi utamanya nya menciptakan peluang kerja bagi klien. Layanan dukungan sosial untuk karyawan seperti pelatihan kerja, pelatihan keterampilan soft skill, terapi fisik, konseling kesehatan mental, rumah sementara, dan menciptakan lingkungan kerja yang memungkinkan bagi klien mereka. Wirausaha sosial dengan model ini mencapai kemandirian keuangan melalui penjualan produk dan layanannya. Penghasilan yang didapatkan digunakan untuk membayar biaya operasional standar yang terkait dengan bisnis dan biaya sosial tambahan yang timbul dengan mempekerjakan kliennya yang memiliki keterbatasan atau kerentanan. Saya pernah mengunjungi sebuah rumah makan di Thailand yang menerapkan model bisnis ini dimana mereka mempekerjakan anak – anak jalanan yang tidak memiliki kesempatan bekerja di tempat lain.
ADVERTISEMENT
Employement model ini banyak digunakan oleh penyandang cacat dan organisasi pemuda, serta organisasi layanan sosial lainnya yang melayani wanita berpenghasilan rendah, pecandu yang sedang dalam masa pemulihan, mantan tunawisma, dan kesejahteraan bagi penerima pekerjaan. Jenis-jenis bisnis pekerjaan yang populer adalah perusahaan kebersihan, kafe, toko buku, toko barang bekas, jasa kurir, toko roti, pertukangan kayu, dan perbaikan mekanis.
Contohnya adalah wirausaha sosial yang bergerak di bidang manufaktur kursi roda yang mempekerjakan korban kecelakaan ranjau darat. Korban – korban tersebut menghadapi diskriminasi dan marginalisasi di masyarakat. Workstation khusus dipasang oleh perusahaan untuk mengakomodasi kecacatan pekerja dalam menjalani tugasnya. Pekerja yang memiliki keterbatasan fisik belajar keterampilan yang dapat digunakan untuk bekerja, seperti pengelasan dan perakitan. Wirausaha sosial kemudian menjual kursi roda ke rumah sakit dan perusahaan supplier alat kesehatan. Penghasilan diinvetasikan kembali dalam bisnis, baik untuk mendanai sosialisasi pendidikan publik di daerah banyak ranjau darat dan membiayai layanan sosial untuk terapi fisik dan konseling untuk korban – korban ranjau darat.
ADVERTISEMENT
4. Fee for service (Biaya untuk Layanan)
Model fee for service dari wirausaha sosial mengomersialkan layanan sosialnya, dan kemudian menjualnya langsung ke kelompok masyarakat sasaran atau kepada pihak ketiga pembayar. Model fee for service biasanya menggunakan prinsip program sosial adalah bisnis, misi utamanya untuk memberikan layanan sosial di sektor kerjanya, seperti kesehatan atau pendidikan. Wirausaha sosial mencapai swasembada keuangan melalui biaya yang dibebankan untuk layanan. Penghasilan ini digunakan sebagai mekanisme pemenuhan kebutuhan biaya bagi organisasi untuk memberikan layanan, pemenuhan kebutuhan operasional bisnis, dan pemasaran terkait dengan komersialisasi layanan sosial. Keuntungan bersih dapat digunakan untuk mensubsidi program-program sosial yang tidak memiliki komponen pemulihan biaya built-in.
Fee for service adalah salah satu model wirausaha sosial yang paling umum digunakan di lembaga nonprofit. Layanan rumah sakit, klinik, sekolah, keanggotaan organisasi, dan asosiasi perdagangan adalah contoh khas wirausaha sosial dengan konsep fee for service. Sebagai contohnya, Universitas membebankan biaya kuliah untuk digunakan penyediaan layanan pendidikannya, gaji dosen dan profesor, dan pemeliharaan bangunan. Namun, biaya dari siswa tidak mencukupi untuk mendanai pembangunan fasilitas baru atau penelitian akademis universitas. Oleh karena itu, Universitas menambah penghasilan kuliah melalui kerjasama dengan perusahaan untuk memberikan layanan lain, seperti penelitian ilmiah, konsultan, pengembangan farmasi dan teknologi.
ADVERTISEMENT
5. Low Income Client (Klien Berpenghasilan Rendah)
Low Income Client sebagai model pasar dari wirausaha sosial adalah variasi pada model fee for service, yang melayani kelompok masyarakat sasaran dengan menjual barang atau jasa. Penekanan model ini adalah menyediakan akses masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah ke produk dan layanan di mana harga tidak terjangkau oleh kelompok masyarakat tersebut. Contoh produk dan layanan yang termasuk pada layanan ini, antara lain layanan kesehatan (vaksinasi, obat, operasi), produk kesehatan dan kebersihan (garam beriodium, sabun, kacamata, alat bantu dengar), layanan kebutuhan sehari-hari seeprti (listrik dan air), dan lain sebagainya.
Masyarakat berpenghasilan rendah ini dilihat sebagai target dalam pasar digambarkan sebagai mereka yang tinggal di "pangkalan piramida." Segmen ini mewakili kondisi sosial-ekonomi dari 4 miliar orang yang hidup terutama di negara-negara berkembang dan yang pendapatan per kapita setiap tahun di bawah $1500 Purchasing Power Parity (PPP) dan pendapatan per hari kurang dari $5. Orang-orang dalam kelompok pendapatan ini ironisnya dapat membayar hingga 30% lebih besar untuk produk dan layanan yang sama jika dibandingkan dengan konsumen berpenghasilan menengah.
ADVERTISEMENT
Model wirausaha sosial ini diterapkan dalam kegiatan yang menyediakan akses terhadap produk dan layanan yang meningkatkan kesehatan, pendidikan, dan kualitas hidup. Penghasilan diperoleh dari penjualan produk dan layanan, kemudian digunakan untuk menutupi biaya operasional, biaya pemasaran dan distribusi. Namun, karena rendahnya pendapatan kelompok masyarakat sasaran dalam "Low Income Client sebagai model bsinis", pencapaian aspek keuangan dapat menjadi tantangan tersendiri. Wirausaha sosial ini harus mampu melakukan pengembangan sistem distribusi kreatif, menurunkan biaya produksi dan pemasaran, mencapai efisiensi operasional yang tinggi, mensubsidi silang pasar berpendapatan tinggi ke pasar yang memerlukan subsidi. Layanan kesehatan, pendidikan, dan penyedia teknologi sering menggunakan konsep ini.
Contohnya adalah Klinik Asuransi Sampah kami yang menyediakan layanan kesehatan untuk masyarakat dengan pendapatan rendah. Masyarakat yang tidak mampu cukup membayar premi asuransi sampah senilai 10.000 rupiah. Disisi lain, klinik – klinik kami juga melayani masyarakat yang mampu untuk menggunakan layanan kesehatan di klinik. Pola tersebut memungkinkan kami memberikan subsidi dari layanan umum masyarakat yang berpenghasilan tinggi kepada masyarakat yang kurang mampu yang menjadi member klinik asuransi sampah.
ADVERTISEMENT
6. Cooperative (Koperasi)
Cooperatif Model wirausaha sosial memberikan manfaat langsung kepada masyarakat sasaran atau anggota koperasi melalui layanan anggota, seperti informasi pasar, bantuan teknis, layanan perpanjangan, kekuatan tawar kolektif, bulk purchasing atau pembelian masal yang memungkinkan menekan biaya produksi, akses ke produk dan layanan, akses ke pasar eksternal untuk produk dan layanan yang dihasilkan anggota, dan lain sebagainya.
Model bisnis ini pada umumnya menyediakan keuntungan untuk anggota melalui layanan kolektif. Sebagai contohnya adalah pembelian masal atau purchasing bersama. Misalnya koperasi peternak susu menjualkan harga susu semua anggotanya dengan harga yang bersaing sehingga mampu menjaga kestabilan harga dan meningkatkan keuntungan untuk semua peternak. Sebagai contoh lain, belasan klinik melakukan pengadaan alat kesehatan pada satu distributor yang memungkinkan mereka mendapatkan harga terendah yang mereka bisa.
ADVERTISEMENT
Keanggotaan koperasi sering kali terdiri dari produsen berskala kecil dalam kelompok produk yang sama atau komunitas dengan kebutuhan umum, seperti permodalan atau layanan kesehatan. Anggota koperasi adalah pemangku kepentingan utama dalam koperasi, memetik manfaat dari pendapatan, pekerjaan, atau jasa yang dihasilkan koperasi, serta berinvestasi dalam koperasi dalam bentuk waktu, uang, produk, dan tenaga kerja.
Cooperative model juga menanamkan konsep program sosial adalah bisnis. Misi koperasi utama adalah pada penyediaan layanan anggota. Kemandirian keuangan dicapai melalui penjualan produk dan layanan kepada anggota koperasi yang merupakan masyarakat sasaran serta ke pasar komersial. Koperasi menggunakan pendapatan untuk menutupi biaya yang terkait dengan layanan kepada anggotanya dan surplus dapat digunakan untuk mensubsidi layanan anggota.
ADVERTISEMENT
Cooperative model dari wirausaha sosial termasuk koperasi pemasaran pertanian yang memasarkan dan menjual produk-produk anggotanya dan koperasi supply pertanian yang memberikan pasokan ke dalam proses pertanian anggotanya. Organisasi perdagangan yang adil sering bekerja dengan pertanian dan koperasi produsen komoditas seperti kopi, coklat, teh anggur, serta produk non pertanian seperti kerajinan tangan. Contohnya adalah Self-help Groups (SHGs) yang terdiri dari wanita berpenghasilan rendah dan organisasi yang populer di Asia Selatan, sering terorganisir dalam koperasi untuk mendukung berbagai kepentingan anggota mereka yang terkait dengan perdagangan, kesehatan, dan pendidikan. Credit Union adalah contoh lain dari koperasi yang terkait dengan program pengembangan ekonomi dan layanan keuangan yang populer di kawasan Afrika Barat, Amerika Latin, dan Balkan.
ADVERTISEMENT
Contoh lainnya adalah tabungan dan sistem kredit masyarakat yang dikelola dan dijalankan dengan model Cooperative "Rotating Savings and Credit Associations" (Amerika Latin), Tontins (Afrika Barat), Zadrugas (Balkan) adalah bentuk serikat kredit pribumi yang telah lama diimplementasikan di seluruh dunia untuk menyediakan akses ke layanan keuangan. Sistem tabungan dan kredit komunitas yang dikelola sendiri dikapitalisasi melalui investasi dan simpanan anggota, yang kemudian dimobilisasi sebagai pinjaman berbunga juga kepada anggota. Kepemilikan bersifat komunal dan setara dengan semua anggota yang memiliki saham dalam organisasi. Sistem tabungan dan kredit masyarakat diatur secara demokratis oleh dewan anggota terpilih yang bertanggung jawab untuk pengawasan keuangan dan persetujuan dan administrasi pinjaman. Sistem tabungan dan kredit masyarakat mandiri melalui pendapatan bunga yang diperoleh dari pinjaman.
ADVERTISEMENT
7. Market Linkage (Hubungan Pasar)
Model hubungan pasar dari perusahaan sosial memfasilitasi hubungan perdagangan antara populasi target atau "klien," produsen kecil, perusahaan lokal dan koperasi, dan pasar eksternal. Model bisnis ini berperan menghubungkan klien dengan market sehingga mampu mendorong klien untuk melakukan peningkatan penjualan produk secara signifikan. Contohnya peran marketplace atau e-commerce hari ini yang memfasilitasi banyak UMKM untuk mampu meningkatkan penjualan produk.
Model market linkage dari wirausaha sosial memfasilitasi hubungan perdagangan antara masyarakat sasaran, produsen kecil, perusahaan lokal, dan koperasi, dan pasar eksternal. Wirausaha sosial berfungsi sebagai perantara yang menghubungkan pembeli ke produsen dan sebaliknya, serta mengenakan biaya untuk layanan ini. Menjual informasi pasar dan layanan riset adalah jenis bisnis kedua yang umum dalam model market linkage. Tidak seperti model market intermediary, jenis wirausaha sosial ini tidak menjual atau memasarkan produk-produk klien, melainkan menghubungkan klien ke pasar secara langsung. Model market linkage dapat tertanam atau terintegrasi, jika perusahaan itu berdiri sendiri, misinya menghubungkan pasar, dan program sosialnya mendukung tujuan ini. Dalam hal ini, program sosial adalah bisnis, pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan digunakan untuk pembiayaan program sosialnya secara mandiri.
ADVERTISEMENT
Keterkaitan pasar wirausaha sosial juga diciptakan dengan mengomersialkan layanan sosial organisasi atau memanfaatkan aset tidak berwujud, seperti hubungan perdagangan dan pendapatan yang digunakan untuk mensubsidi layanan masayarakat sasarannya. Dalam contoh kedua ini, program sosial dan kegiatan bisnis tumpang tindih, maka mengikuti model terintegrasi. Banyak asosiasi perdagangan, koperasi, kemitraan sektor swasta, dan program pengembangan bisnis menggunakan model market linkage dari wirausaha sosial. Jenis wirausaha sosial ini termasuk, ekspor-impor, riset pasar, dan layanan broker.
8. Service Subsidization (Subsidi Layanan)
Model service subsidization dari perusahaan sosial menjual produk atau layanan ke pasar eksternal dan menggunakan pendapatan yang dihasilkannya untuk mendanai program sosialnya. Model service subsidization biasanya terintegrasi, aktivitas bisnis dan program sosial tumpang tindih, biaya berbagi, aset, operasional, pendapatan, sering menjadi ciri khas program. Meskipun model service subsidization digunakan terutama sebagai mekanisme pembiayaan, aktivitas bisnis terpisah dari misi sosialnya, dan kegiatan bisnis dapat memperbesar atau meningkatkan misi organisasi.
ADVERTISEMENT
Lembaga nonprofit yang mengimplementasikan wirausaha sosial dengan model service subsidization umumnya mengoperasikan banyak jenis bisnis yang berbeda, namun, sebagian besar memanfaatkan aset berwujud mereka (bangunan, tanah, atau peralatan) atau aset tidak berwujud (metodologi, pengetahuan, hubungan, atau merek) sebagai dasar dari perusahaan mereka menjalankan aktivitas usahanya. Komersialisasi pada model ini umumnya mengarah pada aktivitas perusahaan yang terkait dengan aktivitas sosial organisasi dan dapat meningkatkan misi. Service subsidization adalah salah satu jenis usaha sosial yang paling umum karena dapat diterapkan pada hampir semua organisasi nonprofit. Model service subsidization mungkin dapat berkembang menjadi model organizational support jika menjadi cukup menguntungkan dan prospektif.
Model service subsidization dari wirausaha sosial dapat menjadi jenis bisnis yang luas dan beragam. Mereka yang memanfaatkan aset tak berwujud seperti keahlian, metodologi, atau hubungan eksklusif mengomersialkan layanan berupa konsultasi, konseling, logistik, pelatihan kerja atau pemasaran. Selain itu, model ini juga memanfaatkan aset berwujud seperti bangunan, peralatan, tanah, karyawan, computer, dll.
ADVERTISEMENT
9. Organizational Support (Dukungan Organisasi)
Model organizational support dari wirausaha sosial menjual produk dan layanan ke pasar eksternal, bisnis, atau masyarakat umum. Dalam beberapa kasus, kelompok masyarakat sasarannya adalah pelanggan.
Model organizational support biasanya eksternal: Kegiatan bisnis terpisah dari program sosial, pendapatan bersih dari wirausaha sosial menyediakan aliran dana untuk menutupi biaya program sosial dan biaya operasional dari organisasi nirlaba. Model wirausaha sosial ini diciptakan sebagai mekanisme pendanaan untuk organisasi dan sering disusun sebagai organisasi nirlaba yang merupakan anak perusahaan. Mirip dengan model Service Subsidization model organizational support dapat mengimplementasikan hampir semua jenis bisnis yang memanfaatkan asetnya. Pada pola ini bisa saja sebuah perusahaan mulai mengembangkan organisasi nirlaba untuk menjalankan misi sosial atau organsisasi nirlaba mulai membuat perusahaan untuk mencari laba sehingga bisa memenuhi kebutuhan operasional.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh sebuah organisasi lingkungan menciptakan anak perusahaan terpisah untuk mendapatkan laba dari kontrak dengan pemerintah untuk melakukan pemantauan lingkungan dan evaluasi kepatuhan perusahaan swasta. Keuntungan dari usaha itu diinvestasikan kembali untuk bisnis tersebut dan disalurkan ke organisasi nirlaba untuk pendidikan lingkungan. Pendapatan ini merupakan sumber utama yang dialokasikan untuk biaya operasional nonprofit serta program advokasi lingkungan dimana organisasi tidak dapat memperoleh pendanaan donor.