Konten dari Pengguna

Mendorong Partisipasi Publik dalam Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Kecil

6 Juni 2024 18:09 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indonesia Ocean Justice Initiative tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kapal nelayan lokal. Foto: Dok: KKP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kapal nelayan lokal. Foto: Dok: KKP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh: Arkienandia Nityasa Parahita dan Muhammad Oza Krisnawan
Nelayan kecil merupakan bagian penting dalam pengelolaan perikanan di Indonesia. Berdasarkan statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), 85 persen dari total 2,4 juta nelayan perikanan tangkap di Indonesia merupakan nelayan kecil.
ADVERTISEMENT
Mereka bukan hanya sekadar aktor dalam industri perikanan, tetapi juga menjadi fondasi dari komunitas-komunitas pesisir yang hidup di pesisir laut dan pulau-pulau kecil.
Meskipun begitu, nelayan kecil semakin terpinggirkan. Mereka seringkali harus menghadapi keterbatasan akses terhadap sumber daya alam, layanan pendidikan dan kesehatan, serta keterbatasan akses terhadap pasar. Nelayan kecil yang seringkali menghadapi kerentanan dalam sistem ekologi, sosial, dan ekonomi kini terhimpit di antara dua tantangan besar: permasalahan struktural dan dampak lingkungan yang semakin berat.
Perubahan iklim semakin memperberat tantangan yang harus dihadapi oleh nelayan kecil. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terus mengalami ancaman bencana iklim. Akibatnya, jumlah tangkapan berkurang hingga ancaman risiko tinggi saat melaut karena cuaca yang tak menentu.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil penelitian BRIN pada tahun 2023, dampak perubahan iklim seperti perubahan suhu air laut, frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem, variasi pola curah hujan, eutrofikasi, polusi kimia, serta fenomena El Niño dan La Niña, semuanya berkontribusi pada penurunan produksi ikan yang mengurangi jumlah dan kualitas ikan yang tersedia, mengancam ketahanan pangan, dan menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi nelayan dan masyarakat pesisir.
Adanya perubahan iklim semakin meningkatkan risiko kerja nelayan kecil. Meningkatnya intensitas cuaca ekstrem seperti badai, topan, dan hujan lebat dapat menyebabkan gelombang tinggi yang berbahaya bagi keselamatan nelayan kecil. Kondisi demikian juga berdampak pada sulitnya nelayan kecil yang menggunakan perahu tradisional dalam melakukan navigasi dan kendali ketika berada dalam kondisi berbahaya.
ADVERTISEMENT
Di pesisir utara Pulau Jawa, misalnya, peningkatan jumlah bencana iklim mengakibatkan nelayan kecil tidak dapat lagi menangkap ikan di perairan yang berjarak kurang dari 12 mil dari pantai karena jumlah ikan yang semakin berkurang. Kondisi cuaca ekstrem juga mengakibatkan nelayan tak berani melaut. Ruang penghidupan nelayan kecil yang selama ini bergantung pada sumber daya laut dan pesisir menjadi semakin sempit.
Dengan semangat untuk memberikan perlindungan dan pemberdayaan terhadap nelayan Kecil, Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam atau UU Nelayan Kecil pada dasarnya telah menjamin kemudahan akses terhadap informasi, sumber daya, pemberdayaan serta kemudahan administratif dan teknis bagi Nelayan Kecil.
Namun pada kenyataannya, berdasarkan laporan Indonesia Ocean Justice Initiative tentang “Nelayan Kecil dan Keadilan Laut”, ruang partisipasi publik yang tersedia saat ini masih bersifat formalistik. Nelayan seringkali tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan kebijakan yang berdampak langsung kepada mereka, sehingga berdampak minimnya akses terhadap informasi, regulasi, maupun kebijakan dan peluang yang seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
ADVERTISEMENT
Upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan kecil sejatinya tidak dapat lepas dari pemenuhan hak-hak nelayan dalam akses terhadap informasi dan sumber daya alam, termasuk partisipasi publik yang menyeluruh dalam pembuatan kebijakan.. Peningkatan partisipasi publik paling tidak dapat dilaksanakan melalui 3 hal, yaitu:
1. Memberikan ruang partisipasi publik yang berkelanjutan bagi Nelayan Kecil
Partisipasi publik memberikan ruang bagi nelayan untuk menentukan nasibnya sendiri serta membantu membangun kepercayaan antara pemerintah, nelayan, dan pemangku kepentingan lainnya sebagai pelaksana tata kelola perikanan.
Tidak adanya ruang bagi nelayan kecil dalam partisipasi publik berimplikasi pada munculnya kebijakan yang tidak responsif terhadap kebutuhan nelayan, implementasi kebijakan yang tidak efektif sekalipun memuat tujuan-tujuan yang baik, akses terhadap bantuan yang salah sasaran, hingga berpotensi menimbulkan konflik vertikal antara Nelayan dengan Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Pemerintah perlu mengubah desain mekanisme informasi dan partisipasi, yang kini cenderung bersifat formal dan sekali selesai, menjadi proses perencanaan, monitoring dan evaluasi yang terus menerus oleh penerima dampak. Mekanisme partisipasi perlu disusun dibangun dari bawah dengan mengintegrasikan aset lokal/sektoral yang sudah ada, seperti kelompok nelayan, penyuluh, desa, kelompok bina usaha perikanan.
Dalam penyelenggaraan forum partisipasi publik, perlu adanya aktor yang menjembatani hak-hak masyarakat melalui pendokumentasian informasi, maupun proses pembentukan konsensus di tingkat lokal secara berkelanjutan–sehingga memungkinkan nelayan kecil berpartisipasi secara lebih bermakna dan memperluas ruang partisipasinya. Partisipasi publik juga berjalan secara efektif dengan adanya tindak lanjut dari masukan yang diberikan saat konsultasi publik, serta pemberian akses informasi kepada masyarakat terdampak–dalam hal ini nelayan kecil dalam setiap aturan dan kebijakan.
ADVERTISEMENT
2. Pemenuhan Hak Nelayan Kecil melalui Akses terhadap Instrumen Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan Kecil
Akses Perizinan
Walaupun nelayan kecil telah dibebaskan dari persyaratan izin seperti SIUP dan SIPI, dan kewajiban terkait sistem pemantauan kapal perikanan nelayan kecil masih terkendala untuk mendapatkan dokumen persyaratan administratif seperti Pas Kecil dan Buku Kapal, maupun Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (KUSUKA). Padahal, dokumen tersebut merupakan identitas mereka sebagai nelayan kecil yang dapat digunakan untuk mendapatkan privilege hak mereka sebagai nelayan kecil seperti subsidi BBM, maupun bantuan alat tangkap.
Berdasarkan temuan IOJI di beberapa daerah pesisir utara dan selatan Jawa Tengah, banyak nelayan kecil yang melaksanakan operasinya tanpa dilengkapi dengan dokumen kapal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti jauhnya jarak yang harus ditempuh nelayan untuk mencapai kantor pelayanan publik yang menyelenggarakan pengurusan dokumen terkait, proses dokumen yang lama dan tidak pasti oleh penyelenggara pengurusan, keterbatasan bahan dasar pencetakan dokumen, hingga munculnya praktik-praktik kotor seperti pungutan liar dan calo oleh oknum-oknum tertentu.
ADVERTISEMENT
Mandat Undang-Undang Nelayan Kecil terhadap pemerintah terkait dengan penghapusan ekonomi biaya tinggi salah satunya dapat diimplementasikan dengan memberikan kemudahan dalam pelayanan administrasi, khususnya terkait pengurusan dokumen-dokumen kapal.
Adapun dokumen-dokumen kapal yang harus tetap dipenuhi nelayan kecil harusnya mendapatkan perhatian lebih bagi Pemerintah guna memastikan nelayan kecil dapat beroperasi secara tertib, transparan, dan terlindungi. Proses pengurusan dokumen kapal yang mudah diakses menjadi pintu bagi nelayan kecil dalam mendapatkan akses terhadap sumber daya yang diperlukan seperti subsidi bahan bakar, bantuan sosial, dan lain-lain.
Fasilitasi Asuransi
Dengan risiko tinggi yang dihadapi oleh nelayan, seperti kecelakaan kerja dan bencana alam, perlindungan melalui asuransi menjadi penting untuk diakses seluruh nelayan kecil. Sayangnya, banyak dari nelayan kecil di Indonesia yang belum terlindungi oleh asuransi.
ADVERTISEMENT
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan nelayan tidak memiliki asuransi, di antaranya keterbatasan informasi dan akses pengurusan, batas maksimal usia, adanya anggapan nelayan terkait proses administrasi yang rumit, keengganan membayar premi, hingga ketidaklengkapan dokumen prasyarat.
Dalam mengatasi masalah ini, Pemerintah perlu lebih proaktif dalam memfasilitasi nelayan kecil untuk mendapatkan asuransi dengan mengoptimalkan informasi dan partisipasi, salah satunya bisa dengan mengintegrasikan pengurusannya dengan perizinan dan/atau dokumen administrasi lainnya yang harus dipenuhi oleh nelayan kecil melalui i sistem jemput bola perizinan. Tak hanya itu, perlu adanya fasilitasi pemberian Jaminan Hari Tua (JHT) sebagai alternatif asuransi bagi nelayan yang usianya telah melewati batas maksimal asuransi.
3. Peningkatan Kapasitas Nelayan Kecil dan Sarana Prasarana
Peningkatan kapasitas dapat dilaksanakan melalui pelatihan keterampilan dan pendidikan terkait dengan teknik penangkapan ikan yang berkelanjutan, pemetaan lokasi, pengembangan kelompok nelayan, manajemen usaha perikanan, keselamatan kerja, perawatan mesin kapal, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Dalam mengakses bantuan sarana prasarana, peran penyuluh perikanan juga menjadi penting dalam membantu penyusunan, monitoring tindak lanjut serta membantu pengambilan keputusan mengenai pengelolaan bantuan yang diberikan. Manfaat sarana dan prasarana yang sesuai kebutuhan nelayan kecil juga perlu diperbaiki agar dapat dinikmati secara merata.
Selain itu, pembangunan atau bantuan sarpras yang dibutuhkan seperti cold storage, kapal, mesin kapal dan alat tangkap, Pelabuhan perikanan dan tempat pelelangan ikan, Bahan bakar yang terjangkau harus diiringi pemberdayaan nelayan kecil yang berkelanjutan.