Konten dari Pengguna

Gotong Royong Bantu Gen Z Pengangguran

Indra Arif Firmansyah
Entrepreneur and Graduate Student Enviromental Science at University of Indonesia (UI)
31 Mei 2024 10:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indra Arif Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gen z. Foto: THICHA SATAPITANON/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gen z. Foto: THICHA SATAPITANON/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
AKMAL seorang pemuda lulusan SMA asal Nganjuk sudah bertahun-tahun tak kunjung mendapatkan pekerjaan tetap. Berbagai ikhtiar sempat ia lakukan seperti melamar melalui berbagai portal online lowongan pekerjaan, memajang CV-nya agar perusahaan mau merekrutnya, namun keberuntungan belum berpihak kepada pemuda berumur 21 tahun itu.
ADVERTISEMENT
Nasib yang dialami Akmal mungkin dialami juga oleh jutaan pemuda di seluruh Indonesia yang menurut data BPS menyebutkan data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,82 persen, yang artinya sebanyak 100 orang angkatan kerja, terdapat 5 orang yang pengangguran. Golongan pengangguran tersebut didominasi oleh gen Z atau pemuda yang berumur 15 - 24 tahun. Lalu, BPS memproyeksikan populasi gen Z berjumlah 80-85 juta jiwa di 2024. Tercatat sebanyak 9,9 juta jiwa Gen Z yang belum memiliki pekerjaan.
Padahal, banyak pelaku industri yang memproduksi barang atau jasa yang menyasar segmen gen Z sebagai target konsumennya. Jika generasi ini didominasi tak memiliki penghasilan, akan berdampak terhadap turunnya daya beli.
Dalam sudut pandang lingkup nasional, pengaruh stabilitas perekonomian turut mempengaruhi suplai akan kebutuhan tenaga kerja. Jika pelaku usaha dalam negeri menggeliat, kebutuhan akan calon tenaga kerja pun ikut terdorong. Jangan sampai berlarut-larut permintaan akan tenaga kerja tidak sebanding dengan suplai calon angkatan tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
Sejumlah faktor yang menjadi hambatan muncul mengapa generasi ini semakin sulit terserap di dunia kerja. Ketidakcocokannya (miss-match) antara kebutuhan dunia usaha dengan penawaran keahlian dari calon tenaga kerja bisa jadi biang kerok masalahnya. BPS menyebutkan bahwa jumlah penduduk berumur 15-24 tahun yang tanpa kegiatan atau youth in not employing, education, and training (NEET) didominasi oleh lulusan SMA dan SMK. Menganalisis faktor ini kita perlu melihat dari berbagai sudut pandang.
Gotong royong untuk mengatasi ini bisa dimulai dari peranan lembaga pendidikan untuk membekali para lulusan dengan program spesifik berbasis kebutuhan dunia usaha sebelum mereka terjun mencari pekerjaan. Pembekalan keahlian spesifik disertai sertifikasi yang diakui dunia usaha dinilai diperlukan bagi calon tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
Lembaga pendidikan setingkat SMK juga harus aktif menjemput bola ke dunia usaha, menjajaki kerja sama, dan duduk bersama menggali informasi akan kebutuhan apa saja yang diperlukan agar lulusannya bisa terserap.
Dalam sudut pandang untuk Gen Z sendiri, generasi ini haruslah aktif, kreatif, dan mampu beradaptasi ketika akan terjun ke dunia kerja. Tidak terlalu pilah-pilih akan suatu tawaran pekerjaan. Kesampingkan hal-hal yang bersifat perfectionist, dalam artian mendapat pekerjaan yang terlalu didam-idamkan sempurna menurut pandangan dirinya yang sepihak.
Gen Z haruslah mampu menilai potensi diri, lalu mengasah potensi tersebut agar diminati oleh calon pengguna tenaga kerja. Jika mendapat pekerjaan untuk pertama kalinya, jadikan pekerjaan tersebut sebagai ladang menggali pengalaman tak hanya soal nilai pendapatan. Jadikan pekerjaan tersebut untuk mengeksplorasi keahlian hardskill dan softskill serta mampu berdaptasi dengan dinamika dunia kerja sehingga mempunyai daya tahan yang kuat.
ADVERTISEMENT
Dari sisi dunia usaha, diharapkan mereka memberi ruang kepada Gen Z untuk berpartisipasi dalam pengadaan tenaga kerja, walau mereka belum berpengalaman. Program management trainee dirasa masih efektif diterapkan kepada Gen Z bermodal pendidikan tinggi untuk mengisi formasi pekerjaan, mendorong mereka untuk menaruh loyalitas dengan imbalan jenjang karier dan pengupahan yang kompetitif.
Alternatif lain bagi Gen Z ialah menjadi wirausaha. Mulai berbisnis dari receh tidak masalah. Menukar waktu dan tenaga tidak harus melulu dengan bekerja kepada perusahaan untuk mendapatkan pendapatan. Berjualan online, memasarkan produk orang lain sebagai reseller, dan dropshipper bisa menjadi alternatif sembari mencari pekerjaan tetap. Tak sedikit orang yang menempuh jalan tersebut dengan hasil memuaskan melampaui penghasilan tetap di perusahaan. Ingat keberuntungan itu tidak pandang bulu, asal konsisten ikhtiar menjalani.
ADVERTISEMENT
Kehadiran pemerintah dalam mengatasi problematika saat ini dinilai sangat diperlukan. Kebijakan pengetatan pemenuhan calon tenaga kerja lokal bagi setiap perusahaan daerah dirasa efektif, memberikan akses pelatihan gratis yang tersertifikasi berbasis kebutuhan industri untuk calon tenaga kerja baru agar mereka semakin mudah diserap, pemberian pinjaman dan pendampingan usaha bagi mereka yang berminat berwirausaha mandiri.
Problematika Gen Z menganggur dirasa perlu gotong royong antar pemangku kepentingan, agar bonus demografi menjadi kekuatan bagi kemajuan perekonomian Indonesia di masa yang akan datang.