Pentingnya Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Memilih Jurusan Kuliah

INDRA NOVIANTO ADIBAYU PAMUNGKAS
Saat ini bekerja sebagai dosen tetap di program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Telkom Bandung. dan kuliah S3 di Program Doktor Ilmu Komuniksi UNIVERSITAS SAHID JAKARTA
Konten dari Pengguna
23 Juli 2019 9:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari INDRA NOVIANTO ADIBAYU PAMUNGKAS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi komunikasi anak dengan orang tua. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi komunikasi anak dengan orang tua. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Jelang akhir masa Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah momen-momen paling hectic dalam sebuah keluarga. Kondisi yang sering ditemui di lapangan adalah munculnya gap antara pemikiran orang tua dan anak terkait pemilihan jurusan kuliah.
ADVERTISEMENT
Hal yang sering terjadi adalah orang tua merasa lebih tahu yang terbaik bagi anaknya. Tidak sedikit dari mereka yang berpikiran bahwa jurusan kuliah tertentu memiliki masa depan yang suram. Hal ini menyebabkan bentrokan antara hubungan anak dan orang tua.
Anak SMA tentunya sangat memerlukan dukungan orang tua. Mereka mengalami masa di mana untuk mengambil keputusan sendiri saja tentunya masih perlu tuntunan. Yang sering terjadi adalah posisi orang tua sebagai pemilik dana, terkadang lebih mengarahkan anak ke arah yang disarankannya.
Sedikit cerita mengenai anak yang senang mendesain baju, tetapi malah diarahkan menjadi arsitek dan mengambil jurusan arsitektur. Pada dasarnya, si anak memiliki bakat menggambar, tapi passion-nya bukan menggambar rumah, melainkan menggambar desain baju. Kondisi ini bisa jadi anak akan menyalahkan orang tua ketika menemui hambatan selama perkuliahan.
ADVERTISEMENT
Peran orang tua dalam hal ini adalah membuka komunikasi dengan anak. Hal yang paling berat untuk dilakukan orang tua adalah 'mendengarkan'. Pekerjaan mendengarkan ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi efektif dalam menentukan jurusan yang tepat bagi si anak.
Berkomunikasi sering diartikan salah bagi sebagai besar orang, karena identik dengan 'bicara'. Padahal, berkomunikasi tak cuma soal berbicara, juga mendengarkan. Kita diciptakan memiliki dua telinga dan satu mulut. Ini yang sering kita lupa.
Sebuah artikel yang berjudul 'Digital Native dan Digital Immigrant' yang ditulis oleh Prensky menjelaskan, pelajar di era ini sangatlah berbeda dengan era sebelumnya. Digital native adalah kondisi pelajar saat ini, di mana mereka tumbuh dan berkembang bersama dengan teknologi.
ADVERTISEMENT
Tidak sedikit dari mereka adalah 'korban' dari pemberian gadget untuk tujuan 'anteng' dan mendapatkan nilai-nilai kehidupan dari kartun yang mereka tonton. Bahkan, hal yang paling kronis adalah ketika si anak melihat sebuah keluarga dengan komunikasi yang baik dalam sebuah film. Namun pada kehidupan nyata, malah berbanding sebaliknya.
Jadi jangan salahkan anak-anak yang saat ini kritis dan banyak pertanyaan. Kondisi ini harus diimbangi dengan komunikasi yang baik antara anak dan orang tua.
Tidak perlu heran bila kartun Dora the Explorer dapat membuat anak-anak Anda memiliki keinginan untuk menjelajah dunia. Anda bisa melihat perilaku anak Anda saat travelling, di mana dia dengan gadget-nya mampu menemukan tempat-tempat unik di kota yang sedang dikunjungi. Bahkan, anak bisa lebih tahu dari orang tuanya mengenai update tempat makan yang enak misalnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini bisa dikomunikasikan dengan anak Anda, bahwa jika ia bercita-cita untuk mengeksplor dunia secara gratis, maka arahkan dia untuk menjadi pemilik travel agent dan yakinkan bahwa ia bisa keliling dunia tanpa mengeluarkan uang. Sehingga, ia bisa diarahkan untuk belajar di jurusan usaha perjalanan wisata.
Peran orang tua sangatlah penting bagi penentuan pemilihan jurusan kuliah. Komunikasi dari hati ke hati tentunya sangat dianjurkan. Saya memiliki pengalaman menjadi dosen wali dan mendapati seorang mahasiswa yang mengulang mata kuliah, sehingga tidak lulus tingkat.
Setelah saya berkomunikasi dengan orang tuanya, saya mendapatkan cerita bahwa anaknya menyalahkan orang tuanya. Lalu, orang tuanya mengatakan bahwa dia tidak pernah memaksa anaknya untuk kuliah di jurusan yang ia sedang jalani saat ini.
ADVERTISEMENT
Kita dapat mengambil hikmah dari kejadian ini. Hal yang mungkin kita lupa adalah memberikan tanggung jawab kepada anak kita untuk menyelesaikan apa yang sudah mereka putuskan, yaitu kuliah.
Apabila anak berada di tempat kuliah yang sesuai dengan passion-nya, maka hal ini akan membuat anak merasa nyaman ketika harus melewati hal-hal yang sulit dalam kuliah. Mereka akan merasa enjoy selama proses perkuliahan. Bisa jadi hal sulit di mata kuliah akan menjadi tantangan tersendiri bagi mereka.
Di perguruan tinggi, sistem pengajaran pun biasanya sudah melibatkan mahasiswa untuk mencari ilmu di luar materi yang ada. Mereka harus mampu membuka cakrawala di bidang mereka dan bukan hanya di kampus, namun melalui jalan lain seperti media-media yang eksis saat ini.
ADVERTISEMENT
Coba bayangkan, bila seorang anak senang melihat cara chef memasak, namun pada saat kuliah dia harus berhubungan dengan material seperti besi, beton, dan semen. Paling tidak, kasus seperti ini akan membuat anak menyerah pada saat semester 4. Cukup membuang waktu bukan?
Berikut adalah beberapa saran yang dapat menjadi masukan bagi orang tua untuk membantu menentukan pilihan pendidikan lanjut bagi anak.
Ilustrasi kuliah Foto: Shutterstock
1. Jadilah pendengar yang baik
Jadilah pendengar yang baik bagi anak Anda yang sedang galau menentukan pilihan. Setidaknya, biarkan dia jujur akan keinginannya. Jadikan diri Anda (orang tua) adalah orang pertama yang mengetahui keinginan terdalam dari anak Anda.
Ketika anak Anda sudah mengeluarkan apa yang dia inginkan dan ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi orang tua, maka jangan bereaksi berlebihan. Bila pilihan orang tua itu dianggap penting, maka coba pertimbangkan mana yang lebih penting antara obsesi orang tua atau anak kita bahagia dengan pilihan dirinya sendiri plus dukungan dari anda.
ADVERTISEMENT
2. Sempatkan diri Anda menjadi teman
Ini yang perlu diperhatikan oleh orang tua. Tidak sedikit anak-anak yang memilih jurusan karena ikut-ikutan teman. Mungkin di semester 1 dan 2 bisa bisa saja lancar, karena kebanyakan di semester ini masih mata kuliah umum.
Namun pada saat penjurusan di semester 3, akan terjadi kendala dalam perjalanan kuliah si anak. Ini bukan hal sepele karena satu tahun bisa saja menjadi waktu yang sia-sia bila tidak dikelola dengan baik.
3. Ajari anak untuk bertanggung jawab pada komitmen terbesar pertamanya
Sudah tentu anak adalah anugerah yang kita cintai. Bahkan setiap orang tua akan melakukan apa pun untuk anaknya. Buatlah anak-anak mau berkomitmen untuk sesuatu yang besar dalam hidupnya.
ADVERTISEMENT
Beranikan untuk mengatakan pada anak Anda, "Sudahkah yakin dengan pilihan ini? Ini ayah bayar ya nak, uang ini sudah ayah kumpulkan sejak setahun yang lalu. Manfaatkan amanah ini, ini pilihanmu dan ayah akan selalu mendukung untuk kuliahmu, selama kamu bertanggung jawab".
4. Bantulah anak untuk membuat daftar universitas
Peran orang tua tentunya sangat diharapkan dalam penentuan memilih universitas. Bantulah anak Anda dalam membuat daftar universitas mana saja yang menyediakan jurusan atau program studi yang diminati oleh anak anda. Bila anak anda ingin masuk ke jurusan komunikasi dengan konsentrasi broadcasting, maka lakukan pencarian informasi bersama mengenai perguruan tingginya.
Anda sebagai orang tua bisa melakukan konfirmasi mengenai akreditasi, kurikulum, biaya (sesuaikan dengan kemampuan orang tua), dan fasilitas penunjang dalam belajar. Jika memungkinkan, boleh menghubungi bagian admisi dari universitas tersebut dan lakukanlah tur kampus bersama dengan anak anda.
ADVERTISEMENT
5. Tanyakan kenyamanan setelah mengunjungi kampus
Nah, ini merupakan hal yang sederhana namun penting. Ternyata kita dianugerahi rasa oleh Allah Swt. Kita sering mendengar istilah 'klik' atau tiba-tiba anak memiliki perasaan berat ke salah satu universitas karena ingin bergabung di universitas ini.
Saat itulah komunikasi harus semakin intens dengan anak. Rangkul anak dengan senyuman ketika sama-sama melakukan pendaftaran. Buatlah anak Anda nyaman dengan komitmen terbesar pertamanya.
Menentukan kuliah adalah komitmen awal terbesar bagi seorang anak. Anak akan memasuki periode yang berbeda dengan ketika memilih pendidikan TK hingga SMA. Mungkin sebelumnya anak kita punya cita cita masuk SMA karena alasan ingin bersama teman-temannya. Kondisi ini masih sah-sah saja, karena pelajaran SMA kategorinya masih umum.
ADVERTISEMENT
Namun masuk perguruan tinggi tentunya akan ada penjurusan dan pelajaran semakin fokus pada satu jurusan. Jadi sudah tidak bisa lagi untuk ikut-ikutan teman.
Komunikasi untuk pendidikan anak tentunya sangat diharapkan dalam pemilihan jurusan. Dalam fase awal, keluarga adalah support system dalam mencari informasi sampai dinyatakan lulus sebagai mahasiswa pada salah satu program studi di perguruan tinggi. Pada fase tengah saat anak menjalani kuliahnya, support system tetap dibutuhkan selama proses perkuliahan.
Pada fase akhir, mahasiswa tingkat akhir biasanya mengalami sedikit turbulensi pada saat penelitian skripsi, karena berbagai faktor seperti mencari narasumber, data, dan pendukung data skripsi lainnya. Saat sidang skripsi pun peran orang tua sangatlah berarti bagi mahasiswa. Pelukan orang tua menjadi penyemangat dan memberikan ketenangan.
ADVERTISEMENT
Apa yang dibutuhkan anak ternyata bukanlah materi semata. “Aku kan sudah memberi uang kuliah. Kalau kakak lulus nanti ayah kasih jalan-jalan ke Eropa". Kondisi ini sering saya jumpai ketika menghadapi orang tua wali. Ketika anak lebih jujur kepada saya sebagai dosen wali, membuat saya merasakan bahwa ini adalah hal yang salah dan menyedihkan.
Bagi saya seorang anak harus jujur pada orang tuanya sebagai sahabat terdekatnya. Bahkan dalam pengamatan saya selama memiliki mahasiswa wali, anak dengan komunikasi yang baik dengan orang tuanya akan memiliki semangat dalam proses perkuliahan dan skripsi.
Kadang sebagai pembimbing, saya pernah mendapati anak yang berkata, "Aku habis menelepon mama, makanya aku siap pak buat sidang minggu ini", secara non verbal anak tersebut seperti memiliki kekuatan. Ia bisa tersenyum di balik ketegangan proses sidang yang dihadapi.
ADVERTISEMENT
Ini menjadi kekuatan bagi anak tersebut untuk memiliki rasa percaya diri ketika harus tampil menghadapi rasa takutnya. Boleh saja mengiming-iming sebagai penyemangat, tapi pada prosesnya kehadiran orang tua tetap yang utama.
Komunikasi adalah ilmu yang paling tua di jagad raya. Mengapa? Karena Allah Swt. sebagai sang pencipta saja berkomunikasi dengan makhluknya. Kita sebagai makhluknya tentu bisa menciptakan makna dalam kehidupan melalui komunikasi. Selamat berkomunikasi para orang tua (IDP).