Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Konten dari Pengguna
Menuju Indonesia Bebas Sampah 2025, Apakah Bisa?
30 Januari 2025 17:05 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Indra M Wicaksono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Satu pekan terakhir ramai diperbincangkan bahwa pegiat media sosial dan/atau influencer yang berfokus pada permasalahan sampah dan kebersihan lingkungan (Pandawara) membersihkan sampah di Sungai Citarum menggunakan dana pribadi yang menelan dana Rp 106 Juta. Bukan kali pertama Pandawara mendapatkan atensi dari masyarakat luas, setidaknya mereka sudah membersihkan sekitar 80 titik (per tahun 2023).
ADVERTISEMENT
Dengan pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat, dapat dikatakan bahwa terdapat masalah dalam pengelolaan sampah yang semakin mendesak. Jutaan ton sampah dihasilkan dari aktivitas rumah tangga, industri, hingga sektor komersial. Namun, pengelolaannya seringkali tidak memadai, sehingga berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Di balik segala permasalahan sampah tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan Indonesa Bersih Sampah pada tahun 2025. Melalui Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga , pengelolaan sampah di Indonesia melibatkan seluruh stakeholder, terintegrasi mulai dari sumber sampah sampai ke pemrosesan akhir.
Target yang tidak bisa dicapai apabila tidak disertai dengan komitmen yang luar biasa kuat dari pemerintah maupun masyarakat. Lalu, apakah Indonesia benar-benar dapat mencapai tujuan tersebut dalam waktu yang tersisa?
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang diambil dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) , dari 245 Kabupaten/Kota (jumlah Kabupaten/Kota di Indonesia ada 514 per tahun 2024) yang melakukan penginputan data pada tahun 2024, ada sekitar 21 Juta ton sampah/tahun. Hanya sekitar 12 Juta ton sampah/tahun yang terkelola (57,9%), dan sisanya sekitar 9 Juta ton sampah/tahun tidak terkelola (42,1%).
Permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia bukan hanya persoalan volume sampah yang terus meningkat, tetapi juga rendahnya tingkat daur ulang dan pengelolaan sampah yang tidak memadai di berbagai daerah. Persoalan tersebut menjadi semakin kompleks dengan adanya bermacam-macam jenis sampah yang dihasilkan, seperti plastik, organik, dan elektronik, yang membutuhkan penanganan berbeda.
Pemerintah pusat memiliki tanggung jawab yang besar dalam menetapkan kebijakan nasional terkait pengelolaan sampah. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah , pemerintah pusat diwajibkan untuk membuat pedoman dan regulasi, termasuk program pengurangan sampah dan peningkatan daur ulang. meski pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan dan mengalokasikan anggaran, pengelolaan sampah yang efektif memerlukan peran aktif dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan di tingkat lokal, menyediakan fasilitas, dan mengelola sampah yang dihasilkan oleh masyarakat di wilayah mereka. Tantangan utama yang dihadapi pemerintah daerah adalah keterbatasan anggaran dan kapasitas dalam mengelola sampah secara efektif.
ADVERTISEMENT
Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah juga sangatlah penting, mengingat salah satu penyumbang sampah berasal dari konsumsi rumah tangga. Masyarakat diharapkan untuk tidak hanya membuang sampah dengan benar, tetapi juga memilah sampah sejak dari sumbernya. Misalnya, dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. Banyak masyarakat yang sudah memisahkan sampah berdasarkan kategorinya, namun disayangkan ketiga sampah tersebuh diangkut oleh petugas kebersihan, sampah-sampah tersebut tercampur kembali.
Di tengah perdebatan mengenai siapa yang paling bertanggung jawab atas permasalahan sampah yang ada saat ini, salah satu konsep yang bisa coba dilakukan dalam pengelolaan sampah adalah Extended Producer Responsibility (EPR) . EPR adalah prinsip yang bertujuan untuk membuat produsen bertanggung jawab atas dampak lingkungan dari produk mereka di seluruh rantai produk, bukan hanya bertanggung jawab dalam fase produksi, tetapi juga harus mengelola dampak dari produk mereka setelah masa pakainya berakhir, termasuk sampah kemasan.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, EPR menjadi semakin relevan dengan adanya permasalahan pengelolaan sampah, kebutuhan untuk mengurangi sampah plastik, dan meningkatkan daur ulang. Dalam praktiknya, EPR dapat diwujudkan melalui beberapa mekanisme, seperti pengumpulan kembali kemasan produk, daur ulang, atau pengurangan penggunaan bahan plastik sekali pakai. Di beberapa negara, seperti Jepang, Jerman, dan beberapa negara lain, EPR telah terbukti efektif dalam mengurangi sampah dan meningkatkan tingkat daur ulang.
Penerapan EPR di Indonesia dapat memperluas tanggung jawab pengelolaan sampah, bukan hanya pada pemerintah dan masyarakat, tetapi juga pada produsen. Misal, produsen kemasan plastik atau produk elektronik harus mengambil langkah untuk mengelola sampah kemasan atau barang yang mereka produksi. Hal ini menciptakan sistem yang lebih terintegrasi, di mana produsen, konsumen, dan pemerintah bekerja sama untuk mengurangi dampak sampah terhadap lingkungan.
ADVERTISEMENT
Mencapai Indonesia Bebas Sampah pada tahun 2025 bukanlah hal yang mudah. Untuk mencapainya dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor industri. Perlu dilakukan evaluasi, apakah peran pemerintah sudah cukup, apakah peran masyarakat sudah cukup, dan apakah peran sektor industri sudah cukup. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempertegas kewenangan, tugas, dan fungsinya dalam hal penanganan pengelolaan sampah,agar tidak ada saling lempar tanggung jawab. Dari masyarakat, apa yang dilakukan oleh Pandwara adalah hal yang sangat baik, harus diapresiasi setinggi-tingginya, dan seharusnya menjadi pemicu agar pemerintah bekerja lebih lagi. Namun, edukasi terhadap masyarakat juga perlu dilakukan secara baik dan tepat sasaran, masih banyak masyarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya. Sektor industri juga perlu berkontribusi dengan menciptakan kemasan-kemasan yang ramah lingkungan dan tidak menghasilkan sampah yang berlebih sampai tidak dikelola dengan baik.
ADVERTISEMENT