Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Jangan Hanya Sekadar Predikat
8 Juni 2023 18:02 WIB
Tulisan dari Indra Sanjaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap tahun, mesti selalu ada penganugerahan predikat atau penghargaan kota /kabupaten dan provinsi ramah. Entah ramah perempuan, ramah anak, bahkan ramah hak asasi manusia (HAM).
ADVERTISEMENT
Untuk meraih predikat itu, ada beberapa indikator yang harus dipenuhi oleh para pemerintah kota atau kabupaten. Sebagai contoh, untuk meraih predikat kota atau kabupaten ramah anak, pemerintah harus memenuhi 24 indikator yang ditetapkan
Setiap membaca berita penganugerahan kota atau kabupaten ramah tersebut, saya selalu teringat dengan kata-kata dari seorang penggerak lokal suatu desa dampingan LSM tempat saya bekerja dulu.
"Percuma ngejar desa ramah anak kalau warganya pada nggak tau hak anak,” kira-kira begitu dia bilang.
Beliau ini, karena sering ikut pelatihan dan kegiatan bersama. Serta memiliki idealisme yang kuat, merasa percuma ada predikat desa ramah anak jika warga desa masih mengabaikan pemenuhan hak-hak anak. Contoh kecil yang sangat menjadi concern beliau: merokok di depan anak.
ADVERTISEMENT
“Berarti program kita berhasil ngebangun kesadaran dia,” kata supervisor program saya dengan bungah, saat mendengar pernyataan itu.
Menurut supervisor saya, kesadaran tersebut menjadi dasar untuk mewujudkan desa ramah anak, terlepas dari berhasil mendapat predikat dari pemerintah kota atau tidak. Selagi kesadaran untuk memenuhi, melindungi dan mempromosikan hak anak sudah terbangun, maka perlindungan atau lingkungan ramah anak akan terwujud.
Siklus Perubahan Sosial
Selama mengimplementasikan program tersebut, saya diajarkan bahwa untuk menciptakan suatu perubahan, termasuk upaya mewujudkan desa ramah anak harus melalui siklus atau tahapan-tahapan. Siklus tersebut biasa kami sebut sebagai siklus perubahan sosial yang terdiri dari organize, critical thinking, networking, dan terakhir social change.
Organize atau pengorganisasian merupakan tahap pertama. Sastrawan legendaris Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, pernah menyinggung pentingnya berorganisasi, yang hingga kini menjadi kutipan favorit bagi mahasiswa-mahasiswa untuk mempromosikan organisasinya atau ketika sedang melakukan aksi demonstrasi.
ADVERTISEMENT
“Didiklah rakyatmu dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan,” kira-kira begitulah Pram memandang suatu organisasi.
Menurut Tan & Topatimasang (2004), pengorganisasian merupakan suatu kerangka proses menyeluruh untuk memecahkan permasalahan tertentu di tengah rakyat, sehingga bisa juga diartikan sebagai suatu cara bersengaja dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah masyarakat tersebut.
Masalah, setidaknya dapat kita ambil sebagai kata kunci. Bahwa masyarakat selalu dihadapkan berbagai permasalahan sosial seperti tidak terpenuhinya hak-hak anak atau diskriminasi terhadap perempuan. Sehingga diperlukan basis atau sumber daya untuk secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan tersebut dan mewujudkan kehidupan sosial yang lebih baik.
Untuk membangun basis atau sumberdaya yang kuat, maka langkah selanjutnya adalah mendorong critical thinking. Tahap ini bertujuan untuk mendorong atau mengajak para penggerak organisasi membangun kesadaran bersama atas permasalahan sosial yang mereka hadapi.
Tan & Topatimasang (2004) berpandangan bahwa masyarakat perlu untuk diajak berpikir dan menganalisis secara kritis keadaan dan masalah yang mereka hadapi. Menurut mereka, hanya dengan cara demikian, masyarakat akan mampu memiliki pengetahuan baru, kepekaan dan kesadaran yang mendorong mereka memiliki keinginan bertindak dan melakukan sesuatu untuk mengubah keadaan yang mereka hadapi.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya sekadar bertindak, tindakan-tindakan itupun perlu dinilai, direnungkan kembali dan dikaji ulang untuk memperoleh pengetahuan baru, pelajaran-pelajaran berharga yang akan menjaga arah dan tindakan-tindakan mereka berikutnya. Demikianlah, proses pengorganisasian merupakan suatu proses terus menerus yang tidak pernah selesai (Tan & Topatimasang, 2004).
Setelah terbangunnya kesadaran kritis yang menghasilkan tindakan, langkah selanjutnya adalah networking atau membangun jaringan kerjasama dengan kelompok yang memiliki tujuan yang serupa. Hal ini memungkinkan terciptanya suatu proses berbagi pengetahuan, sumberdaya, dan pengalaman baik untuk mewujudkan hasil yang baik pula.
Dengan membangun jaringan kerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti LSM, pemerintah dan masyarakat, diharapkan mampu memperkuat basis atau sumberdaya yang diperlukan untuk mewujudkan suatu perubahan.
Melalui kesadaran kritis yang terbangun, tindakan dan aksi nyata serta jaringan kerja sama yang berkelanjutan, diharapkan mampu menciptakan suatu perubahan atas kondisi yang dihadapi oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ketika kesadaran masyarakat untuk memenuhi, melindungi dan mempromosikan hak-hak dasar sudah terbangun, dilanjutkan dengan tindakan nyata yang didasarkan sebagai upaya pemenuhan hak-hak tersebut, maka kota/kabupaten atau desa ramah akan terwujud dan bukan hanya sekadar predikat atau penghargaan.
Kejar Kesadaran, Bukan Hanya Predikat
Tidak dapat dipungkiri bahwa predikat kota/kabupaten ramah merupakan hasil dari agenda-agenda perubahan yang telah dilakukan oleh berbagai jaringan kelompok untuk meminta jaminan pemerintah dalam agenda pemenuhan hak-hak anak, perempuan dan hak asasi manusia di Indonesia.
Namun, perlu kiranya upaya mengejar predikat kota/kabupaten ramah tersebut dibarengi dengan upaya menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat untuk memenuhi, melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia, anak dan perempuan.
Dengan memberikan pelatihan secara berkelanjutan kepada forum anak, kelompok perempuan atau kelompok masyarakat tentang hak anak, perempuan dan hak asasi manusia, diharapkan kesadaran mereka akan terbangun dan menghasilkan tindakan nyata untuk mewujudkan lingkungan yang ramah terhadap anak, perempuan ataupun ramah hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Live Update