Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Peduli Bergerak untuk Pendidikan Anak
26 Desember 2022 21:49 WIB
Tulisan dari Indra Sanjaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Yang bisa sekolah yang punya dokumen, yang bisa sekolah yang punya uang,” ucap Muhammad Faiz, inisiator komunitas Peduli Bergerak, sebuah gerakan berbasis kerelawanan untuk pendidikan anak-anak pemulung di Kota Magelang, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Ketertarikan pada isu-isu kemanusiaan membawa mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang biasa disapa Faiz ini terlibat dalam respons bencana gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, pada 2018 lalu. Ia menjalani aktivitas kerelawanan untuk pemulihan para korban selama dua bulan penuh di Palu dan Donggala.
Sepulangnya dari Palu, Faiz mengaku mengalami gejolak batin lantaran celetukan bernada sindiran dari rekan senior selama di Palu. “Kamu ngapain jauh-jauh ke Sulawesi? Emang di daerahmu gak butuh? Emang di daerahmu sudah selesai urusan kemanusiaan? Ngapain kamu jauh-jauh kesini buat bangun sekolah?” tutur Faiz seraya menirukan ucapan seniornya.
Puncak gejolak batinnya terjadi saat Ia bertemu dengan seorang pemulung perempuan yang membawa dua anak kecil di dalam gerobak. Dengan rasa iba, Faiz mengajak pemulung perempuan itu dan kedua anaknya untuk makan bersama. Namun mereka menolak dan meminta agar makanannya dibungkus. “Mereka kayanya malu, merasa gak pantes untuk makan bareng kita-kita,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Berawal dari pertemuan dan kunjungan beberapa kali ke tempat tinggal pemulung perempuan itu, Faiz yang sebelumnya sudah terlibat dalam komunitas bernama Pelajar Peduli, secara bersama-sama menginisiasi gerakan Sekolah Pemulung di Yogyakarta. Tetapi, gerakan itu harus terhenti karena hadirnya komunitas Sekolah Marjinal di lokasi yang sama. Ia bersama rekan-rekannya di Pelajar Peduli menganggap bahwa Sekolah Marjinal memiliki sumberdaya manusia yang lebih berkapasitas dan berkompeten untuk melanjutkan gerakan Sekolah Pemulung. Sehingga, Pelajar Peduli memutuskan untuk berhenti terlibat dalam gerakan itu.
Menurut Faiz, anak-anak pemulung memiliki permasalahan yang kompleks. Dalam pengamatannya selama terlibat dalam gerakan Sekolah Pemulung, Ia melihat bahwa anak-anak selalu dihadapkan pada lingkungan kurang baik setiap hari. “Mereka gak dapat pendidikan sama sekali, mereka mau belajar gak bisa, entah karena dokumen, entah karena biaya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Berbekal pengalaman dan pengamatannya itu, Faiz mengajak salah seorang kawan SMP yang tinggal di Kota Magelang untuk membuat satu komunitas yang diharapkan dapat memberikan dampak baik bagi anak-anak pemulung. Setelah beberapa kali survey dan mengikuti pemulung-pemulung di jalanan Kota Magelang, mereka akhirnya menemukan satu pemukiman pemulung di Kiringbaru, Kota Magelang, yang kondisi anak-anaknya tidak jauh beda dari anak-anak di lokasi Sekolah Pemulung di Yogyakarta.
“Setelah beberapa kali kegiatan bersama anak-anak disana, karena banyak teman-teman yang upload foto-foto kegiatan di instagram, teman-teman lainnya tertarik untuk ikutan. Dari situ mulai berdiri komunitas Peduli Bergerak namanya. Kita bikin logo, branding dan lain sebagainya, akun instagram dan lain sebagainya, kita bikin kurikulumnya. Dari situ mulai terstruktur,” katanya.
ADVERTISEMENT
Peduli Bergerak memilih untuk memberikan pendidikan luar sekolah bagi anak-anak pemulung di lokasi itu. Mereka berpandangan bahwa sistem pendidikan saat ini masih menganut sistem pendidikan kolonial yang cenderung tebang pilih. “Yang bisa sekolah yang punya dokumen, yang bisa sekolah yang punya uang,” ujar Faiz.
Disisi lain, anak-anak pemulung itu pun cenderung tidak memiliki pilihan selain mengikuti jejak orang tuanya. Agar anak-anak punya pilihan baru, Peduli Bergerak mengajak mereka mempelajari hal-hal baru dan mengunjungi tempat-tempat yang sebelumnya tidak pernah dikunjungi. Harapannya, mereka mendapat pandangan atau dunia baru yang bisa diwujudkan di masa depan nanti.
Selama berkegiatan, Peduli Bergerak banyak membawa perubahan dalam diri anak-anak. Walaupun untuk mencapai perubahan itu tidak mudah dan membutuhkan proses panjang.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan diri mereka mulai tumbuh, mereka juga sudah memiliki kesadaran untuk belajar. “Dulu mereka mau belajar itu hanya dengan hadiah, jajan-jajanan, kalau tidak ada itu mereka gak mau belajar. Sekarang kalau kita mau pulang belum ngasih PR mereka, mereka minta,” kata Faiz.
Kedepannya, Peduli Bergerak akan bergabung dengan Sekolah Marjinal dan membentuk sebuah yayasan. Mereka berharap setelah terbentuknya yayasan tersebut, mereka mampu menciptakan program dan inovasi-inovasi baru yang berdampak lebih luas.
Live Update