Korban Pertanyakan Pemerintah yang Diam Saat First Travel Obral Promo

16 Agustus 2017 14:51 WIB
Posko pengaduan First Travel di Bareskrim Polri. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Posko pengaduan First Travel di Bareskrim Polri. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
ADVERTISEMENT
Para korban First Travel yang gagal berangkat umrah berbondong-bondong mendatangi posko pengaduan di kantor Bareskrim Polri. Pasca mengadu, para korban mengeluh terkait dengan pemerintah yang memberikan izin kepada First Travel tentang promo umrah murah Rp 14,3 juta.
ADVERTISEMENT
"Harapan saya hanya negaralah, pemerintahlah dalam hal ini untuk melihat lebih perhatian terhadap korban. Taruhlah rasa kasihan kepada korban yang ingin beribadah tapi tahu-tahu uangnya digelapkan. Sedangkan izin itu kan Kementerian Agama yang memberikan," kata Ahmad (60), di kantor Bareskrim Polri, Kompleks Gedung KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (16/8).
Menurutnya, apabila promo Rp 14,3 juta memang tidak layak, semestinya pemerintah tidak memberikan izin kepada First Travel.
"Dalam pemikiran kita yang informasinya tidak banyak, ketika izin diberikan pasti ada pengawasan dan pembinaan, dan kalau memang dilakukan pengawasan dan pembinaan biaya promo itu kan sangat minim, kalau memang tidak patut dengan biaya itu kenapa tidak sejak awal, jadi korban tidak terlalu banyak," keluhnya.
ADVERTISEMENT
Posko pengaduan First Travel di Bareskrim Polri. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Posko pengaduan First Travel di Bareskrim Polri. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Apabila pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama sejak awal tidak memberikan izin kepada First Travel untuk menyelenggarakan biaya promo umrah yang hanya Rp 14,3 juta rupiah, maka korban tidak akan bertambah banyak.
"Salah satu keterangannya (Kemenag) bahwa melakukan promo haji dengan biaya yang tidak patut, dengan Rp 14,3 juta. Kenapa pernyataan itu nggak dilakukan dari awal?" lanjut dia.
Kementerian Agama, menurut Ahmad, dalam melakukan tindakan pencabutan izin sangatlah kurang tepat, karena dilakukan setelah korban First Travel sangat banyak yang mencapai 35 ribu orang.
"Tindakan ini (pencabutan izin) kan dilakukan di ujung sekali ketika korban sudah banyak, sudah 35 ribu baru dilakukan tindakan," terangnya.
"Jadi kalau dilakukan sejak awal ya saya rasa korban nggak begitu banyak," pungkasnya.
ADVERTISEMENT