Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tak Enak Ngopi Tak Enak Makan karena Koperasi Pandawa
17 September 2017 11:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari Indra Subagja tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tak sengaja bertemu, sebut saja Nardi, pria berusia 40-an tahun, yang kini hancur lebur karena koperasi Pandawa. Sayangnya dia gak mau difoto, wis pasrah katanya.
ADVERTISEMENT
Jadi ketidaksengajaan itu bermula dari perjalanan mudik Pancoran Jaksel-Depok. Waktu perjalanan sampai Lenteng Agung, rasanya kok ya capek. Ya uda, menepilah motor di pinggiran Jalan Lenteng Agung.
Mampir ke warung kopi, pesan kopi item plus sebat sebat. Enggak lama, datang Nardi itu, duduk di sebelah (kebetulan warung kopi di dekat halte, jadi duduk di kursi halte).
Pak Nardi ini pesan kopi juga. Cuma dia kopi susu, gak suka kopi item, katanya hidupnya uda pahit, jadi enggak mau kopi item yang pahit (hahaha).
Mulailah obrolan ringan dan santai:
Gue: lagi santai pak?
Nardi: ya mas, lagi nunggu sewa (nardi nunjuk mobil bak yang bisa disewa buat pindahan dll)
Gue: Punya bapak atau mobil bapak sendiri?
ADVERTISEMENT
Nardi: Punya sendiri mas
Gue: keren juga pak punya bisnis sewa (mobilnya sih kijang tua)
Nardi: tinggal satu mas, yang tiga lainnya uda dijual
Gue: dijual buat apa pak?
Nardi: itu koperasi Pandawa
Gue: Wah bapak ikut juga?
Nardi: saya korban mas
Gue: gimana ceritanya pak
Mulailah Nardi bercerita panjang lebar. Jadi setahun lalu, adik iparnya menawarkan untuk investasi di Pandawa. Adik iparnya ini uda jadi leader.
Nardi diiming-imingi bunga tinggi sampai 10 persen perbulan. Jadi tinggal ongkang kaki duit masuk ke rekening.
"Janjinya manis mas," kata dia dengan senyum pahit.
Nardi terus berbincang dengan istrinya, di kampung (sebuah daerah di Jawa). Istrinya ini punya toko sembako di kampung.
Si istri tergiur juga dengan janji manis, akhirnya diputuskan, investasi di Pandawa. Apalagi ada adik ipar jadi jaminan.
ADVERTISEMENT
Tiga mobil kijang tua dijual Rp 80 juta. Rumah sepetak di Jakarta di gadai ke bank Rp 100 juta. Uang total Rp 180 juta dia investasiin di Pandawa.
"Saya bayarnya setengah-setengah," kata dia.
Hanya dua bulan dia mendapatkan keuntungan. Dua kali uang belasan juta dia dapatkan dari Pandawa sebagai keuntungan. Setelah itu amsiyong alias rugi bandar.
"Habis mas semuanya. Kita uda datang ke sana nagih, cuma janji-janji. Eh dengar kabar, uda ditangkap polisi. Ya uda pasrah saja," tutur dia.
Gue: Jadi sekarang gimana pak?
Nardi: Cuma tinggal bayar cicilan ke bank, itu kan rumah digadai sertifikatnya. Sebulan Rp 4 juta. Kalo nunggak, diteleponin suruh bayar, plus ancaman disita.
Gue: lah adik ipar bapak gimana?
ADVERTISEMENT
Nardi: dia mah uda enak. Uang dari pandawa dia investasiin, punya rumah punya mobil. Enggak kayak kita ini, uda habis semuanya.
Enggak lama gue pengen videoin dia. Gue bilang aja tar saya unggah pak di medsos. Nardi malah enggak mau, katanya dia uda pasrah. Uda cukup katanya.
Dia cerita ke gue cuma buat berbagi keluh kesah saja. Enggak lama dia bayar kopi, terus ngeloyor pergi.
Ya wis pak nardi, sehat selalu. Semoga allah mengganti lewat rezeki yang lain.
Kopi segelas tandas, sebat sebat uda kelar. Lanjut lagi ke depok, diiringi panas menyengat.
M
P
u
D
aPO
A
ADVERTISEMENT
ceritanya, Minggu siang ini gue memutuskan mudik ke Depok. Karena buat gue jarak ini cukup jauh ceritanya, Minggu siang ini gue memutuskan mudik ke Depok. Karena buat gue jarak ini cukup jauh
c
c
J
Jadi ceritanya, Minggu siang ini gue memutuskan mudik ke Depok. Karena buat gue jarak ini cukup jauhadi ceritanya, Minggu siang ini gue memutuskan mudik ke Depok. Karena buat gue jarak ini cukup jauh
S
d