Konten dari Pengguna

FOMO atau Kebutuhan Nyata? Dilema Konsumen di Era Digital

Indri Febriyani
saya seorang mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
31 Desember 2024 10:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indri Febriyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber foto gpt ai
zoom-in-whitePerbesar
sumber foto gpt ai
ADVERTISEMENT
Di era digital yang serba cepat ini, kita seringkali dihadapkan pada istilah Fear of Missing Out atau FOMO. FOMO adalah perasaan cemas atau takut ketinggalan pengalaman, informasi, atau tren yang sedang populer di sekitar kita. Fenomena ini semakin diperkuat oleh kehadiran media sosial yang terus menyajikan konten-konten menarik dan menggiurkan. FOMO seringkali mendorong kita untuk melakukan pembelian impulsif. Kita merasa perlu memiliki produk terbaru, mengikuti tren terkini, atau mengunjungi tempat yang sedang hits, rela mengantre berjam-jam, saling berdesak-desakkan hanya untuk menghindari perasaan tertinggal. Namun, apakah semua keinginan yang timbul akibat FOMO benar-benar merupakan kebutuhan? mari kita bahas bagaimana membedakan fomo dan kebutuhan nyata.
ADVERTISEMENT
Untuk membedakan antara FOMO dan kebutuhan nyata, kita perlu melakukan evaluasi diri. Tanyakan pada diri sendiri misalnya, apakah saya benar-benar membutuhkan produk ini? pembelian ini akan memberikan manfaat jangka panjang? Atau hanya memberikan kepuasan sesaat? dengan melakukan evaluasi terhadap diri sendiri akan ada sebuah jawaban yang terlintas dalam benak diri kita bagaimana produk atau jasa yang akan kita beli ini kedepannya akan bagaimana. 
FOMO adalah fenomena yang umum terjadi di era digital. Meskipun wajar untuk ingin mengikuti tren, kita perlu bijak dalam mengambil keputusan. Dengan membedakan antara keinginan dan kebutuhan, serta menerapkan tips mengatasi FOMO, kita dapat menjadi konsumen yang lebih cerdas dan bahagia.