Malu Bukan Tabu, Ambil Hikmahnya

Indria Salim
Seorang penerjemah, penulis dan blogger lepas. Suka mendengarkan musik, memotret, dan menulis. Sesekali merangkai sajak bebas.
Konten dari Pengguna
14 Januari 2017 10:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indria Salim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keasikan Selfie (Foto: Indria Salim)
Keasyikan jeprat-jepret sudut kota yang menawan, aku sok tahu jalan kaki menuju seberang, melintasi sekitar 4 persimpangan lampu merah. Kulihat bus rute pulang di ujung jalan, celakanya aku salah kira. Sudah bagus sampai ke tepi, dan berada di sekitar pedagang minuman dan pelanggannya -- aku malah berjalan masuk menjauh dari mereka, dan masuk lajur tol. Baru menyadari hal ini  setelah kira-kira 10 menit jalanku tak berujung ke trotoar. Semula kupikir aku telah mencapai jalur non-tol di bawahnya. Lokasi tepatnya kejadian di mana? Tebak saja, ya? Itu pun tidak terlalu penting untuk saat ini.
ADVERTISEMENT
Mau balik badan jelas itu ide  gila, dan memangnya aku malu menyelinap ke mana. Tak ada jalan kembali!
Lewat petunjuk arah, kuberharap ada sebuah persimpangan di mana kubakal dilewati kendaraan umum menuju pulang. Untungnya kondisi macet,  maka langkahku paralel dengan merambatnya kendaraan. Ada dua taksi lewat, tapi berpenumpang.
Setelah berusaha tabah dan menahan malu, aku sampai di area segitiga persimpangan (seluas badan) untukku berhenti. Aroma bangkai tikus menyambut kedatanganku. Untung aku bawa masker yang masih baru di dalam tas. Cepat-cepat kuambil dan kupakai untuk melindungi paru-paruku (halah!). 
Aku berusaha tampak tenang, dan elegan (wuidih!). Padahal, mukaku panas serasa sedang demo telanjang sendirian haaha. Aku waras, kok. Di luar peristiwa itu, aku memang berbakat nyasar. 
ADVERTISEMENT
Setelah sekitar 5 menit memaparkan diri di bawah terik Sang Surya, bus AC rute tempatku berjalan pelan. Bus melambat, dan kumenghambur masuk dengan kelegaan tak terhingga. 
Penumpang di sebelahku seorang ibu-ibu sebayaku, dengan rok panjang jeans dan kaos panjang serta berjilbab rapi dan wangi, kuajak senyum, sedikit basa-basi dan berbincang melepas sisa kepanikanku.
"Yuk kita turun, sudah sampai kita," ibu itu mengingatkanku.
"Lho, biasanya bus ini berhenti dulu di rest area Karang Tengah, apa sudah terlewat?"
Si ibu tersenyum, "Tadi sudah."
Kondektur yang sepuh dan semula tampak capek dan mengantuk di ambang pintu menyahut, "Ibu bahagia ya ngobrolnya, sampai nggak terasa sudah melewati rest area."
Kami bertiga tergelak akrab, mendadak serasa bertetangga lama yang sedang piknik bersama. 
ADVERTISEMENT
Memang hari itu sungguh berwarna, itu sudah kubilang dua hari lalu. Sampai di rumah, aku memuji diri sendiri, "Hey, selamat ya, hari ini kamu melakukan perjalanan dan petualangan termurah sepanjang tahun." Lha iyalah, aku hanya perlu naik bus umum satu kali pergi dan kembali, juga berjalan kaki sekitar beberapa kilo -- tanpa ojek, tanpa angkot. Sesuatu yang semakin sering kulakukan ahhir-akhir ini. Itu tandanya fisikku tidak setua usiaku hahaha. Menghibur apa ngeles, ya? Terserah penilaian pembaca, toh mengakui peristiwa "bikin salah tingkah dan agak memalukan" itu nggak tabu.
Kubersyukur, Kau menunjukkan perlindungan-Mu selalu.
*) Pengalaman sok tahu ini tidak direkomendasikan pengulangannya. Selfie dan asyik motret sebagai hobi sah-sah saja, namun perhatikan rambu jalan, keadaan sekitar, dan ingat syarat keselamatan. | @Indria Salim - 14.01.2017
ADVERTISEMENT