Restoran di Mal Keren, Makanan Bisa Memble

Indria Salim
Seorang penerjemah, penulis dan blogger lepas. Suka mendengarkan musik, memotret, dan menulis. Sesekali merangkai sajak bebas.
Konten dari Pengguna
21 Agustus 2017 19:49 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indria Salim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Makan di restoran berlokasi di mall keren, tidak menjamin mutu sajiannya lebih baik daripada warung biasa. Sebaliknya, ada "restoran" di perumahan yang menyediakan "garansi kekecewaan", dengan harga makanan yang terjangkau segala lapisan kocek. Nah Restoran ini kusebut saja Resto Ramah.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa saat terakhir ini ada catatan pribadi soal kekecewaan sajian makanan restoran tersebut.
Resto A - bernuansa DraKor, kualitas lumayan, tapi suatu saat menyajikan makanan yang super asin, dan kesanku itu karena keseringan dihangatkan ulang.
Resto B, tampak mewah dan sedang tren karena mungkin efek drakor. Keseluruhan sajian enak, hanya saja kutangkap ada modus "mumpung ada yang pesan", maka tauge yang kuduga berhari-hari sudah layu di"selundupkan banyak-banyak" di antara komposisi berbagai sayuran lainnya. Prosentase komposisi tauge layu (yang direbus) ini mendominasi sayur lainnya. Duh, teganya.
Resto C, kunjungan 1,2, dan 3 ok dan kurekomendasikan ke tetangga dekat. Kunjungan ke-4, daftar komplinku ada (1), (2), dan (3), yaitu: Nasgor tanpa bumbu, rasanya seperti dikecapin manis saja; cakwe singapura (judulnya) rasanya minyak basi asam sekali, tekstur cakwe sekeras batu (bukan a lot lagi, tapi keras). Dugaanku, cakwe ini hasil pemanasan ulang yang entah berapa kali, sehingga minyak tidak terserap sempurna selain minyak daur ulang yang sungguh bikin mual. D.k.l. cakwe ini tidak layak saji. Masih di resto C, sendok yang disertakan di secangkir cappuccino tidak bersih, lengket dan burem (namanya juga tampaknya sendok bekas pakai. Ini sih mudah, tinggal minta ganti, namun kualitas pelayanan disayangkan).
ADVERTISEMENT
Resto D, mengenaskan. Saking sepinya, staff restoran pada berdiri di depan pintu tertutup, menghadap tamu, seakan mengawasi tamu yang sedang makan. Anehnya waktu dimintain acar, baliknya lama dan itu pun menyediakan acar yang rasanya sudah seminggu usianya haha. Gimana mau mengundang tamu, lha banyak factor yang tidak "menarik pembeli". Harganya? Nggak murah juga (memposisikan diri pada restoran berkualitas untuk menengah ke atas).
Resto E, pernah ngadain lomba produk barunya. Pertama pas masa lomba (bulan Ramadhan), aku sampai beberapa kali beli. Sesudahnya, yang disajikan berkurang "isinya atau kualitasnya", tidak seperti sebelumnya. Kadang tidak ada daun slada (seperti yang seharusnya), dsb.
Dari semua pengalaman di atas, aku menyampaikan kekecewaan langsung pada 4 restoran, yaitu restoran A, C, dan E. Untuk restoran E, tanggapan dan masukanku kusampaikan baik kepada staf yang ada maupun melalui SMS sesuai yang dicantumkan di dinding restoran. Hasilnya, sebatas ucapan minta maaf dan “akan kami cek keadaannya.”
ADVERTISEMENT
Dah, segitu aja dulu, karena yang segitu itu pengalaman terbaru. Oh ya, nama restoran dan makanan spesifiknya sengaja tidak kusebutkan. Maklum, konsumen belum mendapatkan payung hukum perlindungan atas pendapatnya bila itu sampaikan secara publik. Ingat beberapa kasus konsumen diperkarakan oleh pengusaha yang mutu produknya dikeluhkan? :: Catatan: Foto oleh dan milik Penulis, bukan contoh makanan yang dikeluhkan.
@IndriaSalim (IG & Twitter) ::