Konten dari Pengguna

Harmful Algal Bloom: Ledakan Populasi Ganggang yang Berbahaya

ineaamya
Pelajar SMA Citra Berkat Tangerang
26 Januari 2025 13:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ineaamya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Harmful Algal Bloom. Sumber foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Harmful Algal Bloom. Sumber foto: Pexels
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu membayangkan saat sedang bersantai di tengah laut, menikmati pemandangan air biru yang luas dan menyegarkan. Namun, tiba-tiba saja air di sekitarmu berubah warna menjadi hijau atau merah pekat dengan bau menyengat? Faktanya, hal tersebut bisa saja terjadi, fenomena ini dinamakan Harmful Algal Bloom (HAB) atau ledakan populasi ganggang yang mengancam ekosistem laut dan kesehatan manusia.
ADVERTISEMENT
Harmful algal bloom terjadi ketika koloni ganggang 一 tumbuhan talus yang biasa ditemukan di air laut maupun air tawar, berkembang biak terlalu cepat dan menghasilkan efek toksik atau berbahaya bagi manusia, biota perairan, serta ekosistem di sekitarnya (NOAA, 2016)
Saat perairan dipenuhi oleh ganggang hijau, sinar matahari yang seharusnya menembus air menjadi terhalang. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen di dalam air atau biasa dikenal dengan istilah hipoksia. Akibat kurangnya sinar matahari yang masuk ke dalam air, tanaman akuatik yang berperan dalam memproduksi oksigen bagi ekosistem perairan, kesulitan untuk berfotosintesis dengan baik. Dampaknya, organisme air seperti ikan, udang, atau kepiting mengalami kematian massal, karena tidak mendapatkan oksigen yang cukup untuk bernapas.
ADVERTISEMENT
Terjadinya fenomena ledakan ganggang kerap dikaitkan dengan pemanasan global serta aktivitas manusia yang mengganggu ekosistem perairan. Pada dasarnya, ganggang berkembang biak lebih cepat pada air dengan suhu tinggi. Dampak dari perubahan iklim global yang meningkatkan suhu rata-rata air laut, menciptakan kondisi yang sangat mendukung bagi pertumbuhan ganggang. Selain itu, pembuangan limbah pertanian, industri, ataupun domestik, menghadirkan unsur hara berupa fosfor dan nitrogen yang menjadi makanan utama para ganggang. Ketika nutrisi tersebut mengalir secara berlebihan ke teluk, sungai, dan laut, pertumbuhan ganggang menjadi tidak terkendali.
Di perairan Indonesia, fenomena ledakan ganggang kerap terjadi beberapa kali. Laporan pertama harmful algal bloom tercatat pada tahun 1983 di Selat Lewotobi, Flores Timur. Berdasarkan data, sebanyak 240 orang keracunan dan 13 orang meninggal dunia akibat mengkonsumsi ikan selar yang telah terkontaminasi racun toksik dari salah satu varian ganggang. Ledakan ganggang terbaru dilaporkan pada tahun 2020 silam yang terjadi di perairan Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. Kemunculan ganggang dengan aroma busuk seperti tanaman mati mengubah warna perairan menjadi merah kecoklatan.
ADVERTISEMENT
Fenomena harmful algal bloom tidak dapat dihentikan. Namun, berbagai metode pengendalian telah diujikan untuk menghentikan pertumbuhan ganggang baik di perairan tawar maupun asin. Pada awal tahun 2000-an, NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), menguji penggunaan tanah liat untuk menghilangkan populasi ganggang. Melalui penyebaran mineral tanah liat yang telah dimodifikasi, sel-sel ganggang beserta racun yang dihasilkannya berhasil ditarik ke dasar laut, di mana racun tersebut akhirnya terkubur.
Metode pengendalian lain seperti penggunaan nanobubble yang menciptakan ozon untuk melarutkan ganggang berbahaya serta pemeriksaan agen pengendali kimia juga turut diujikan untuk membantu menghentikan kasus ledakan populasi ganggang selanjutnya.