Ketika Jiwa Muda Bertemu dengan Kekerasan

Maria Immaculata Gloredine Indiyanto
Mahasiswa Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Konten dari Pengguna
26 Maret 2023 16:30 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maria Immaculata Gloredine Indiyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kekerasan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan. Foto: Shutterstock

What is klitih?

ADVERTISEMENT
Belakangan ini, terdapat satu fenomena yang kembali ramai diperbincangkan oleh para netizen di media sosial. Fenomena klitih kembali muncul di permukaan dan kembali ramai dibahas hingga tak jarang menjadi trending topic di Twitter ataupun TikTok.
ADVERTISEMENT
Kembalinya topik klitih ke permukaan bukanlah suatu kebetulan. Kembali bermunculan beberapa berita baru tentang korban klitih ini lah yang mampu menaikkan topik klitih ke tangga teratas trending topic di berbagai media sosial.
Tidak sedikit dari masyarakat yang masih bertanya-tanya, hingga mencari tahu lebih lanjut apa sih sebenarnya fenomena klitih itu apa? Mengapa klitih ini menjadi sesuatu yang meresahkan bagi masyarakat? Awal mula dari klitih sendiri itu seperti apa? Kira-kira sejauh itulah pertanyaan yang dilontarkan oleh masyarakat.
Menurut Sosiolog Universitas Sebelas Maret Arie Sujito, kata klitih, yang merupakan bahasa Jawa itu sendiri, memiliki makna yaitu mencari angin di luar rumah pada saat malam hari atau sederhananya berkegiatan di luar rumah saat malam hari untuk menghilangkan kesuntukan.
ADVERTISEMENT
Tetapi fenomena klitih sangat bertolak belakang dengan arti katanya. Fenomena klitih merupakan aksi ugal-ugalan, kekerasan dan kriminalitas yang kerap terjadi serta dilakukan oleh remaja di jalanan Yogyakarta pada malam atau dini hari.
Dirangkum dari berbagai sumber, aksi klitih rupanya sudah terjadi sejak awal tahun 1990-an. Tepatnya pada tahun 1997, kepolisian setempat menemukan sekumpulan atau geng berisikan remaja-remaja yang melakukan aksi kejahatan pada orang secara random, juga melaksanakan aksi tawuran.
Hal inilah awal mula pengertian masyarakat klitih bukanlah seperti arti aslinya, melainkan sebuah aksi kriminalitas serta kejahatan yang membahayakan keselamatan masyarakat sekitar.
Sejak saat itu, Herry Zudianto, Walikota Yogyakarta pada saat itu, meluncurkan amanat yang lebih bernada ancaman untuk meredam aksi tawuran tersebut. Amanat tersebut berisi, apabila masih ditemukan pelajar Yogyakarta yang terlibat pada aksi tawuran, maka akan dikenakan skorsing, atau juga dapat dikeluarkan dari sekolah. Tentu saja peluncuran amanat ini, Herry Zudianto sudah bekerja sama dengan sekolah-sekolah di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Semenjak dikeluarkannya amanat tersebut, para remaja kemudian mencari "target" dengan berkeliling kota di malam hari dan lalu melaksanakan aksi klitih. Sebenarnya motivasi utama para remaja ini dalam meluncurkan aksi klitih yaitu karena ingin dianggap keren serta mendapatkan validasi dari teman-teman sebayanya.
Tetapi, permasalahan pribadi, keluarga serta kondisi sosial ekonomi para remaja tersebut juga merupakan faktor pendorong remaja untuk menjadi seorang pelaku klitih.

Klitih’s new cases

Pada awal Maret, tepatnya pada tanggal 7 Maret 2023, warganet digemparkan oleh sebuah kejadian yang terjadi di Yogyakarta. Kejadian tersebut diduga berhubungan dengan aksi klitih. Mengapa bisa dikatakan seperti itu? Bagaimana kronologi dari kejadian itu?
Nah, kronologi singkat dari kejadian hari itu dimulai dengan dua orang laki-laki yang sedang mengendarai mobil, dengan tidak sengaja melihat ada dua anak remaja berboncengan menggunakan motor, mengejar seorang ibu-ibu di jalan, sembari membawa celurit di tangan. Diduga dua orang berboncengan tadi seperti menargetkan seorang ibu-ibu itu secara kebetulan untuk sebagai "sarana" peluncuran aksi klitih.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, tiba-tiba terbesit di pikiran sang pengemudi mobil untuk mencoba menghalau aksi kedua remaja tersebut, dengan cara "memisahkan" dua anak itu dari ibu-ibu tadi menggunakan mobilnya. Ibu-ibu itu berhasil lolos dari incaran dua anak tadi, tetapi dua anak itu berontak dengan mulai terus menyerang mobil tersebut. Menyerang mobil menggunakan celurit yang dibawa oleh mereka.
Dikarenakan pemberontakan itu tidak kunjung berhenti, pengendara mobil memutuskan untuk mengambil alih kemudi dan menabrakkan mobilnya pada dua anak pengendara motor tadi, hingga jatuh. Setelah itu, pengemudi mobil langsung melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian setempat. Setelah diamati serta diselidiki, ternyata kedua anak tersebut sedang berada di bawah pengaruh minuman beralkohol, mabuk.
Setelah diinterogasi, mereka mengaku bahwa mereka melakukan aksinya guna membela diri setelah beralibi sedang pergi membeli rokok. Kedua anak tersebut berakhir mendapatkan putusan hukuman berdasar pada Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 51 Pasal 2, karena membawa senjata tajam tanpa izin. Jatuhan hukumannya ditangani oleh Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak).
ADVERTISEMENT
Dari berita tentang kasus baru klitih ini, melahirkan banyak sekali komentar serta pendapat dari warganet, mayoritas menunjukkan rasa prihatin, takut, serta geram. Terlebih setelah melihat banyak bermunculan berita klitih yang sampai menewaskan korban jiwa beredar di khalayak luas.
Selain itu, masyarakat makin merasa takut dan resah karena sasaran yang diincar oleh para pelaku aksi klitih yang tidak jelas kriterianya dan biasanya korbannya dipilih secara acak, yang berarti semua orang memiliki kemungkinan untuk menjadi korban dari aksi mengerikan tersebut, tanpa memandang bulu dan tanpa terkecuali.
Tidak jarang para warganet menyuarakan komentar serta protesnya terhadap aksi klitih ini di berbagai platform media sosial. Sampai lahir kalimat dari warganet, "Jogja darurat klitih".
ADVERTISEMENT

Cognitive Perspective Approach

Fenomena klitih ini dapat ditinjau dari berbagai perspektif, salah satunya lewat kacamata psikologi sosial, melalui perantara beberapa tokoh yang menuangkan pendapatnya terkait dengan perspektif kognitif.
Secara umum, perspektif kognitif dalam psikologi membicarakan tentang perilaku individu itu muncul atau dapat terbentuk tergantung pada cara individu tersebut mengamati situasi sosial di sekitarnya.
Dalam perspektif kognitif, juga dijelaskan bahwa suatu individu akan secara spontan serta otomatis akan mengorganisasikan persepsi, pikiran dan keyakinannya tentang situasi sosial yang diamatinya ke dalam bentuk yang lebih bermakna.
Sederhananya, teori perspektif kognitif ini menekankan pada pandangan bahwa kita harus mempelajari proses mental individu itu dahulu, barulah setelahnya akan terjawab perilakunya seperti apa.
Perspektif kognitif ini sendiri melahirkan tiga macam teori, salah satunya ada teori medan (field theory). Teori medan ini dipopulerkan oleh Kurt Lewin. Lahirnya teori ini, dikarenakan Kurt Lewin kurang setuju apabila dalam memahami perilaku serta keyakinan suatu individu itu tidak memperhitungkan faktor situasi, latar belakang lingkungan sosial individu tersebut.
ADVERTISEMENT
Teori medan ini memfokuskan pada pendekatan life space atau ruang lingkup kehidupan. Kurt Lewin (1935, 1936) mengemukakan bahwa perilaku atau keyakinan yang dimiliki oleh suatu individu sangat dipengaruhi oleh situasi lingkungan (field) yang sedang dihadapi oleh individu tersebut. Dapat disimpulkan bahwa dalam memahami perilaku individu kita juga harus mempertimbangkan tentang pengaruh situasi lingkungan sekitarnya.
Adapun satu teori lain tentang perilaku individu dalam pendekatan perspektif kognitif, yaitu teori perilaku massa. Teori perilaku massa sendiri memfokuskan pada suatu kelompok, di mana dalam kelompok tersebut perilaku per individunya tidak dapat diprediksi. Intinya, lebih ke mengindikasikan pada perilaku individu yang tidak jelas.

Behaviorism Perspective Approach

Selain menggunakan perantara perspektif kognitif, dalam melihat fenomena klitih ini, kita dapat meninjau melalui perantara perspektif behaviorisme. Perspektif behavioristik ini lebih menekankan pada pandangan bahwa perilaku individu itu terbentuk oleh apa yang telah dipelajari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, perilaku individu tersebut dapat menjadi sebuah kebiasaan atau dalam arti menjadi respons otomatis individu terhadap suatu stimulus yang diterima. Untuk memahami lebih dalam fenomena sosial dengan pendekatan behavioristik ini, ada dua macam teori yang dapat membantu, salah satunya ada Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory).
Teori Pembelajaran Sosial ini awalnya dipopulerkan oleh dua orang psikolog, yaitu Miller dan Dollard (1941). Miller dan Dollard, lewat eksperimen yang mereka lakukan, mendapatkan kesimpulan bahwa adanya proses belajar dalam pembentukan perilaku seseorang.
Proses belajar dilakukan dengan metode imitasi, yaitu dengan meniru perilaku orang lain atau biasa disebut dengan model lain. Proses imitasi tersebut menunjukkan bahwa pembentukan perilaku suatu individu itu melewati proses belajar, bukan hanya mengendalikan insting semata.
ADVERTISEMENT
Kemudian, oleh Miller dan Dollard menyebut proses belajar tersebut menjadi "social learning". Tetapi dalam teori social learning milik Miller dan Dollard ini, proses belajarnya masih dipengaruhi oleh ada dan tidaknya penguat (reinforcement and punishment).
Kurang lebih 20 tahun berikutnya, hadirlah Albert Bandura (1959) dengan teori observational learning miliknya, yang juga terinspirasi dari social learning milik Miller dan Dollard. Inti dari milik Bandura dengan Miller dan Dollard sebenarnya mirip, tetapi ada yang membedakan di antara dua teori tersebut.
Yang membedakan hanyalah ada dan tidaknya pengaruh penguat pada proses belajar individu. Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, teori social learning milik Miller dan Dollard masih dipengaruhi oleh ada dan tidaknya penguat.
Sedangkan teori observational learning milik Bandura tidak. Selain itu, dalam teori observational learning milik Bandura terdapat tahapan-tahapan dalam proses belajar, antara lain atensi, resensi, reproduksi perilaku, dan motivasi.
ADVERTISEMENT

Klitih dari kacamata Psikologi Sosial

Nah, dari pemaparan teori di atas kita bisa melihat bahwa para remaja yang meluncurkan aksi klitih itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Apabila dilihat dari pendekatan perspektif kognitif, aksi kejahatan klitih ini dapat dijelaskan dengan teori perilaku massa.
Hal tersebut tercerminkan dari cara para pelaku klitih mencari sasaran secara acak tanpa memandang bulu, serta sekumpulan geng yang melakukan aksi itu tidak pasti orangnya, juga mereka dapat melakukan aksi itu di mana saja.
Selain itu, fenomena sosial klitih ini juga dapat dijelaskan menggunakan teori perilaku agresi serta konformitas. Agresi sendiri merupakan suatu perilaku yang dilakukan untuk membahayakan orang-orang atau benda-benda yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) dan secara langsung atau tidak (Buss, A. H., & Perry, M., 1992).
ADVERTISEMENT
Lalu, mengapa klitih bisa termasuk ke dalam perilaku agresi? Fenomena klitih ini termasuk perilaku agresi karena aksinya menyakiti dan membahayakan orang lain menggunakan senjata tajam yang bertujuan ingin membuktikan "ke-macho-an" dari seseorang.
Lalu, perilaku konformitas sendiri merupakan proses dalam diri anggota suatu kelompok untuk menyesuaikan diri serta mengikuti norma-norma yang ada di dalam kelompok tersebut (Riggio, 2009).
Fenomena klitih juga termasuk mencerminkan perilaku konformitas karena biasanya ada satu orang yang menjadi pelopor yang memprovokasi, dan anggota lainnya mengikuti instruksi ketua kelompok dalam meluncurkan aksi klitih itu.
Selain itu, dalam kelompok klitih ternyata juga terdapat proses social learning di dalamnya, di mana sebelum melaksanakan aksinya tiap anggota akan belajar baik secara langsung atau tidak mengenai cara menyakiti orang lain, strategi dalam mengincar sasaran, aksi apa yang pantas digunakan dalam mewujudkan sikap agresi, dan dalam konteks apa sikap agresi itu dilakukan (Bandura, 1973). Proses tersebut juga mempercepat penyebaran perilaku klitih di khalayak luas, terutama kondisi sekarang yang serba online.
ADVERTISEMENT

The conclusion

Terdapat hubungan serta keterkaitan antara fenomena aksi kriminalitas klitih dengan berbagai perspektif serta teori dalam psikologi sosial. Di mana sekumpulan remaja yang melakukan aksi klitih tersebut perilakunya terbentuk karena beberapa faktor, serta terdapat proses belajar di dalamnya.
Dengan dibentuknya artikel ini, kita dapat mengetahui bahwa sangat dibutuhkan wadah untuk para remaja pelaku klitih itu untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki ke sesuatu yang lebih positif.
Serta untuk keluarga, orang tua, serta teman sebaya bisa menjadi contoh atau panduan moral yang lebih baik bagi pelaku klitih dalam kehidupan sosialnya sehingga perilaku agresi yang dimilikinya dapat diminimalisir. Kalau tidak dimulai dari kita, dari siapa lagi?