Konten dari Pengguna

Emosi Kecemasan pada Seseorang Utamanya Remaja Serta Gejala dan Penanganannya

Ines Novianggita
Mahasiswa S-1 Universitas Brawijaya
21 Desember 2020 5:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ines Novianggita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Oleh : Ines Novianggita

https://images.app.goo.gl/yCaLHC7Ky39mErLn9
zoom-in-whitePerbesar
https://images.app.goo.gl/yCaLHC7Ky39mErLn9
ADVERTISEMENT
Respon yang dialami seseorang terhadap situasi yang dianggap mengancam tetapi dapat ditafsirkan normal merupakan definisi dari kecemasan (anxiety). Kecemasan dapat digunakan sebagai suatu sumber motivasi kearah lebih maju untuk kesuksesan hidup apabila dalam takaran yang pas. Akan tetapi pada kondisi kecemasan tinggi dapat mengganggu kestabilan dan keseimbangan hidup (Hayat, 2014). Kecemasan merupakan salah satu dari banyaknya emosi yang diketahui. Meskipun kecemasan bukanlah salah satu dari enam emosi primer, namun cemas ini masih tergolong ke dalam suatu emosi berdasarkan buku Pengantar Psikologi Umum karya Sarlito W. Sarwono.
ADVERTISEMENT
Penyebab kecemasan secara psikologis telah disebutkan oleh Sadock dkk. (2010), bahwa penyebab kecemasan (anxiety) itu diantaranya teori psikoanalitik, teori perilaku, dan teori eksistensial. Ketiganya merupakan kelompok teori psikologis yang utama. Teori psikoanalitik menganggap bahwa kecemasan disebabkan oleh suatu dorongan yang tidak mampu diterima, kemudian menjadikan sadar untuk bertindak defense terhadap suatu tekanan melalui sinyal kepada ego. Pada teori perilaku, sebab kecemasan merupakan stimulus dari lingkungan spesifik (salah pola pikir, terdistorsi atau maladaptif, dan gangguan emosi). Terakhir pada teori eksistensial kecemasan, teori ini tidak mengidentifikasikan suatu stimulus dengan spesifik dalam emosi cemas.
Dalam penelitiannya, Navid dkk. (2005) membedakan gejala orang yang mengalami kecemasan kedalam tiga macam gejala, gejala-gejala tersebut diantaranya yaitu: (1) gejala fisik, gejala fisik bisa berupa rasa gelisah, bagian tubuh berkeringat, mengalami kesulitan dalam bernafas, terasa lemas, dan jantung berdegup lebih kencang dari biasanya; (2) gejala behavioral, gejala behavioral biasanya ditunjukkan melalui perilaku menghindar, merasa terguncang, terkesan agresif dan dependen, pola tidur dan makan berubah; (3) gejala kognitif, gejala ini dapat berupa munculnya rasa khawatir terhadap suatu hal, rasa terganggu dan takut perihal peristiwa apa yang akan terjadi di masa depan, meyakini bahwa akan ada suatu hal yang buruk atau menakutkan yang sebentar lagi akan terjadi, memiliki rasa was-was utamanya terkait ketidakmampuan dalam menghadapi suatu masalah, merasa bahwa pikiran bercampur aduk dan dilanda kebingungan, sulitnya berkonsentrasi, mudah tersinggung dan marah.
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, seseorang akan mengalami cemas apabila mereka merasa terancam oleh sesuatu yang dianggap tidak jelas, berarti bahwa emosi cemas dapat timbul dalam perkara yang berbeda-beda (Prakoso, 2008). Kecemasan (anxiety) tidak akan melanda dengan memandang usia, kanak-kanak, remaja, orang dewasa, bahkan lansia dapat mengalaminya. Namun kecemasan pada remaja patut diberi perhatian lebih. Mengingat kebanyakan remaja masih menempuh pendidikan, tentunya hal ini merupakan masa dimana pengalaman dan kegiatan baru didapatkan oleh para remaja yang berstatus pelajar. Tidak dapat dipungkiri, bahwa masa belajar akan menimbulkan gejala-gejala mental seperti kecemasan. Masa-masa penjajakan hal baru pastinya menimbulkan sedikit banyak kerepotan bagi remaja yang berstatus pelajar. Ditambah penyesuaian akan tugas-tugas baru yang terkadang menumpuk, belum lagi ujian penentuan kelulusan yang dianggap mengerikan. Tentu hal ini akan menimbulkan gejala-gejala kecemasan terhadap masa depan remaja yang merupakan penerus bangsa.
ADVERTISEMENT
Remaja merupakan masa pada saat suatu ketegangan emosi meningkat, hal ini merupakan suatu efek samping dari perubahan fisik yang dialami (Hurlock, 1993). Setiap remaja pasti memiliki target hidupnya masing-masing. Seperti layak pada orang-orang umumnya, mereka juga mengejar suatu cita-cita yang menjadi keinginan mereka. Kehidupan remaja dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian kondisi sesuai kelas atau tingkatan mereka belajar. Umumnya tiap kali naik tingkat atau kelas pendidikan, remaja akan dihadapkan dengan lebih banyak tugas, dan berarti juga bahwa lebih banyak pemantik untuk kecemasan tiba melalui stimulus dari lingkungan.
Remaja atau siapapun yang mengalami kecemasan dapat ditangani dengan cara yang sama, berupa psikoterapi (termasuk obat-obatan), terapi relaksasi, dan meditasi. Psikoterapi merupakan istilah yang digunakan untuk metode pengobatan pasien gangguan jiwa dan emosi (termasuk kecemasan) dengan menggunakan cara-cara psikologi, dapat juga melalui obat-obatan. Psikoterapi dapat menurunkan skor kecemasan secara signifikan dan akan lebih bermakna jika dibersamai dengan psikofarmaka (Sudiyanto, 2005). Mengendorkan atau melemaskan bagian otot-otot tubuh yang mengalami ketegangan berefek pada penurunan denyut nadi, pernapasan, tekanan darah, dan juga keringat merupakan cara dari terapi relaksasi. Relaksasi dapat membantu mengurangi gangguan kecemasan dan juga gangguan ketenangan. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Powel dan Enright (1990), bahwa relaksasi dapat disebut sebagai keterampilan dalam mempelajari suatu respon yang mengakibatkan rekan penderita dapat memanfaatkannya untuk melawan pengalaman buruk berupa stress dan emosi cemas. Meditasi sebenarnya juga bagian dari teknik relaksasi, dan sudah banyak diterapkan oleh agama dari timur tengah untuk mengendalikan kecemasan dan mengatur stress. Meditasi dilakukan dengan mengatur nafas, memfokuskan dan memusatkan pikiran, kemudian sugesti akan dimasukkan ke dalam pikiran pasien (Adiputra & Budisetyani, 2018).
ADVERTISEMENT
Masa remaja memang rentan terhadap kecemasan, utamanya masalah kecemasan dalam menjalankan peran mereka sebagai pelajar. Sebagian besar orang memang menganggap kecemasan itu adalah hal yang wajar, tetapi tentu akan menjadi masalah apabila kecemasan dirasa berlebihan. Pada remaja yang masih berstatus pelajar, kecemasan berlebihan dapat mengganggu proses belajar mereka yang akan berdampak pada masa depan. Akan lebih baik jika seseorang yang telah merasakan gejala cemas yang berlebihan segera melakukan metode-metode penanganan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kecemasan akan sangat mengganggu kehidupan seseorang yang mengalaminya, maka dari itu mari kita berusaha peka terhadap diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Hal ini bertujuan untuk mendapat kehidupan yang sehat baik fisik maupun psikis.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Adiputra, G. B. A. & Budisetyani, P. W. (2018). Relaksasi Meditasi Dan Kecemasan Bertanding Pada Atlet Menembak Di Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana, 5(2), 233–240.
Prakoso, F.. (2008). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Depan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Ii B Klaten. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Hayat, A. (2014). Kecemasan dan Metode Pengendaliannya. Khazanah: Jurnal Studi Islam Dan Humaniora, 12(1), 52–63. https://doi.org/10.18592/khazanah.v12i1.301
Sadock, B. J. & Sadock, V. A. (2010). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2. Jakarta : EGC
Steven, S. S. (2000). Abnormal Psychology: A Discovery Approach. California: Mayfield Publishing Company
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Green, E. B. (2005). Psikologi abnormal (Terjemahan). Jakarta: Erlangga
ADVERTISEMENT
Ramaiah, S. (2003). Kecemasan. Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta : Pustaka Populer Obor
Sudiyanto, A. (2005). Keefektifan Psikoterapi untuk Menurunkan Skor Kecemasan Pasien Kecemasan Gangguan Anxietas. Indigenous, Jurnal Berkala Ilmiah Berkala Psikologi, 7(2), 158-170
Powell, T.P. & Enright, S.M. (1990). Anxiety and Management. London: Routledge