Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Menjadi Anak Bungsu Itu Tak Semenyenangkan yang Dibayangkan
9 Juni 2023 10:01 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ineztia Sila Widya Prasanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak orang yang memandang bahwa anak bungsu itu anak yang paling dimanja dalam sebuah keluarga. Namun tidak semua anak bungsu mendapatkan perlakuan tersebut. Bahkan, juga banyak dari mereka telah hidup mandiri secara finansial karena tuntutan keluarga.
ADVERTISEMENT
Terkadang menjadi anak bungsu merupakan suatu hal yang ingin dihindari oleh sebagian anak. Mengapa? Karena mereka kadang berpikir untuk selalu lari marathon, merasa semakin dewasa akan semakin banyak beban yang harus ditanggung dan kejar agar target mereka tercapai, walaupun menjalaninya sendiri.
Seperti dalam sebuah keluarga , apabila si kakak berhasil untuk masuk perguruan tinggi negeri (PTN) maka secara tidak langsung si adik akan diharapkan lebih baik dengan masuk PTN yang dipandang lebih baik, atau bahkan kampus negeri yang masuk top tiga.
Mungkin banyak yang melihat anak bungsu di bagian yang menyenangkan saja. Sebab, mereka kerap dianggap mendapatkan yang terbaik, selalu diberikan apapun kemauannya, selalu mendapatkan materi yang cukup, selalu mendapatkan kasih sayang yang melimpah dari orang tua serta kakaknya.
ADVERTISEMENT
Namun apakah mereka pernah melihat di bagian sedihnya? Apakah mereka pernah melihat kenyataan bahwa si bungsu sering menangis karena harus bersaing dengan waktu, umur, serta warna rambut kedua orang tua mereka?
Apakah mereka pernah melihat kenyataan bahwa menjadi si bungsu terkadang hanya hidup untuk menuruti perintah dan memperbaiki kesalahan kakaknya? Apakah mereka juga pernah melihat si bungsu sering menahan diri untuk tidak menangis karena melihat kondisi di dalam rumah?
Mungkin bagi sebagian orang, menjawab hal tersebut merupakan perkara yang mudah. Namun, bagaimana cara mereka untuk bisa memahami hal tersebut?
Banyak anak bungsu di luar sana yang harus melalui kehidupan keras ketika sudah kehilangan masa kejayaan orang tuanya. Si bungsu pasti punya banyak mimpi. Namun ia harus mengubur terlebih dahulu mimpi tersebut karena tertampar realita bahwa ia menjadi satu-satunya harapan terakhir keluarga untuk mengangkat derajat keluarganya.
ADVERTISEMENT
Mereka diharapkan lebih baik daripada kakaknya dan menuntaskan harapan orang tuanya. Ini merupakan suatu beban dan tanggung jawab yang harus mereka penuhi.
Sebenarnya, menjadi anak bungsu itu memang memiliki plus-minusnya. Ia memang kerap dianggap manja, tidak mau mengalah, dan bisa sesuka hati mengganggu kakaknya. Namun apakah kamu pernah melihat sisi minusnya menjadi anak bungsu?
Sering Dipandang Sebelah Mata oleh Keluarga
Ini memang benar adanya bagi saya. Mungkin karena dipandang berlabel anak termuda dalam keluarga, maka ia masih tetap dianggap sebagai anak kecil yang belum mengerti apapun di dunia ini.
Tentunya hal ini akan berdampak tidak baik untuk kehidupan anak bungsu tersebut. Mengapa? Karena tidak adanya kepercayaan yang diberikan oleh keluarga kepada anak bungsu untuk bersuara.
ADVERTISEMENT
Dampak ke depannya, ia bisa menjadi pribadi yang tidak mampu untuk mengambil keputusan yang baik untuk dirinya sendiri. Selain itu, ia juga akan merasa tidak pernah dibutuhkan figurnya dalam sebuah keluarga sehingga membuatnya akan menjadi pribadi yang tidak akan pernah bisa mengeluarkan pendapatnya.
Dipaksa Mengerti dan Memahami Keadaan di Rumah
Mungkin bagi sebagian anak bungsu, ia diharuskan untuk menemani orang tuanya di rumah sehingga kadang kala mereka harus mengalah dalam aspek pemilihan tempat pendidikan untuk jenjang pendidikan yang akan mereka lalui selanjutnya.
Mereka dituntut untuk tetap di rumah dan akhirnya memahami keadaan di dalamnya. Mereka sering kali menahan suara serta tangisannya ketika melihat kedua orang tuanya bertengkar dan mengeluarkan suara kencang yang dalam hal psikologis anak tersebut tentunya tidak baik.
ADVERTISEMENT
Selain itu, mereka juga merupakan salah satu saksi bisu dari keadaan kedua orang tuanya. Mereka melihat dan menyadari bahwa semakin hari maka kedua orang tua mereka akan semakin tua, menjadi saksi ketika rambut kedua orang tuanya kian hari kian berubah warna, dan menjadi saksi ketika orang tuanya sedang sakit di rumah.
Hidup dengan Persaingan
Dalam kehidupan, anak bungsu memang kerap kali menjadikan kakaknya sebagai role model yang baik. Namun pada hakikatnya, anak bungsu akan hidup dengan perjuangan dan akan menormalisasi persaingan dalam hidupnya.
"Persaingan" bukan merupakan hal asing bagi si bungsu. Ia kerap dibandingkan dengan capaian yang telah dicapai oleh kakaknya sehingga seringkali membuat anak bungsu lebih berusaha keras tanpa memikirkan risiko yang akan dihadapi di depannya, seperti halnya sakit karena terlalu memaksakan diri mengejar sesuatu yang melebihi kemampuannya.
ADVERTISEMENT
Sering kali anak bungsu juga mendapatkan perbedaan pola asuh dari kakaknya. Dan hal ini cenderung membuat anak bungsu merasa adanya pilih kasih dari perilaku orang tuanya sehingga dapat menimbulkan rasa benci terhadap kakaknya.
Lalu, bagaimana cara anak bungsu menghadapi permasalahan-permasalahan itu? Anak bungsu diharuskan menghadapi semua dengan berdiri di atas kakinya sendiri. Dalam hal ini peran orang tua sangat penting untuk mendampingi setiap tahap perjalanan hidupnya.
Namun anak bungsu tidak bisa menganggap bahwa orang tua akan selalu ada di sisi mereka sehingga sedari dini harus bisa mengurus kehidupan dan keperluannya sendiri meskipun sering kali dipandang belum mampu.
Anak bungsu akan dituntut untuk mengerti semua kondisi yang ada di sekitarnya. Ia juga biasanya merupakan sasaran dari kemarahan orang di sekitarnya. Namun ketika ia bisa menghadapinya, maka mereka akan terbentuk menjadi pribadi yang kuat dalam menghadapi permasalahan hidup di masa yang akan mendatang.
ADVERTISEMENT
Biasanya, anak bungsu juga akan mencari pelarian untuk bercerita kepada orang yang ia percaya seperti teman-temannya. Sebab, ia tidak diajarkan untuk terbuka dan hanya diajarkan untuk mengerti kondisi keluarganya.
Mereka juga cenderung memiliki peluang untuk mencari pertolongan kepada pihak professional seperti psikolog atau psikiater ketika merasa sudah tidak bisa menahan sesuatu yang ada dalam dirinya.