Sejarah Jembatan Ampera dari Awal Pembangunannya hingga Kini

Konten dari Pengguna
1 Agustus 2022 13:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Infootomotif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jembatan Ampera Kota Palembang. (Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jembatan Ampera Kota Palembang. (Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sebagian orang mungkin belum banyak mengetahui sejarah Jembatan Ampera. Jembatan ini menjadi ikon dari Kota Palembang. Jembatan ini menghubungkan arus perekonomian wilayah Seberang Ilir dan Ulu.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari situs resmi Pemerintah Kota Palembang, Jembatan Ampera dibangun dengan panjang 1.117 meter dan lebar 22 meter. Tinggi Jembatan Ampera adalah 11,5 meter di atas permukaan air. Sedangkan, tinggi menaranya mencapai 63 meter dari tanah. Jembatan Ampera memiliki dua menara dengan jarak antar menara sekitar 75 meter. Jembatan Ampera memiliki berat berkisar 944 ton.
Lalu, bagaimana sejarah Jembatan Ampera hingga menjadi ikon Kota Palembang? Berikut ini adalah ulasannya.

Sejarah Jembatan Ampera

Jembatan Ampera Sungai Musi Palembang Foto: Shutter Stock
Mengutip dari Urban Id, ide pembangunan jembatan yang menghubungkan dua daratan di Kota Palembang sebenarnya sudah ada sejak Gemeente Palembang pada tahun 1906. Saat itu, jabatan Walikota Palembang diduduki oleh Le Cocq de Ville.
Pada masa kemerdekaan, gagasan pembangunan jembatan kembali muncul. Saat itu, usulan dimunculkan oleh DPRD Peralihan Kota Besar Palembang. Usulan dimunculkan ketika sidang pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956.
ADVERTISEMENT
Anggaran awal yang dimiliki dan akan digunakan oleh Kota Palembang untuk melakukan pembangunan jembatan sekitar Rp 30.000 saat itu. Pada tahun 1957, panitia pembangunan jembatan ini dibentuk. Panitia tersebut terdiri dari Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya, Harun Sohar, dan Gubernur Sumatera Selatan, H.A. Bastari. Lalu, Wali Kota Palembang M. Ali Amin beserta Wakil Wali Kota Indra Caya meminta bantuan Presiden Soekarno.
Proyek yang Dibangun Menggunakan Pampasan Perang Jepang. Foto: Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI
Anggaran pembangunan Jembatan ini kemudian menggunakan dana hasil rampasan perang dari Jepang. Menurut Antara Spektrum terbitan 26-07-1970, pampasan perang adalah pembayaran yang secara paksa ditarik dari negeri yang kalah perang sebagai ganti atas kerugian material. Istilah rampasan perang ini mulai digunakan setelah Perang Dunia I. Jembatan Sungai Musi atau dikenal dengan Jembatan Ampera menjadi salah satu proyek yang dibangun dari total pemberian rampasan perang oleh Jepang senilai USD 223,08 juta.
ADVERTISEMENT
Menurut Urban.id, Saat pembangunan dimulai, ahli konstruksi dari Jepang dalam proyek pembangunan Jembatan Ampera. Ahli konstruksi tersebut membantu perancangan dan pembangunan Jembatan Ampera.
Jembatan Ampera mulai dibangun pada April, 1962. Peresmiannya dilakukan pada 30 September 1965 oleh Letjen Ahmad Yani. Meski merupakan hadiah dari Presiden Soekarno, Letjen Ahmad Yani dipercaya menjadi orang yang meresmikan penggunaan jembatan untuk pertama kalinya. Peresmian ini menjadi salah satu agenda kenegaraan terakhir dari Letjen Ahmad Yani sebelum beliau menjadi korban G30S/PKI pada 1 Oktober dini hari.
Sebagai bentuk apresiasi masyarakat Palembang kepada Presiden Soekarno, Jembatan Ampera awalnya dinamai Jembatan Bung Karno. Namun, Presiden Soekarno tak berkenan terutama serta pergolakan politik pada tahun 1966. Pada tahun tersebut, gerakan anti-Soekarno sangat kuat. Sehingga, jembatan yang berdiri di Sungai Musi ini diberi nama Jembatan Ampera. Penamaan tersebut memiliki makna Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) yang pernah menjadi slogan Bangsa Indonesia pada tahun 1960-an.
ADVERTISEMENT
Jembatan Ampera sempat menjadi jembatan terpanjang di Asia Tenggara. Selain itu, Jembatan Ampera menjadi jembatan dengan teknologi yang canggih pada masanya. Hal ini dikarenakan bagian tengah jembatan dapat diangkat ke atas agar tiang kapal yang melalui bagian bawahnya tidak tersangkut oleh badan jembatan.
Bagian tengah jembatan dapat diangkat dengan peralatan mekanis dan dua bandul pemberat yang masing-masing memiliki berat berkisar 500 ton. Peralatan dan bandul tesebut terletak di dua menaranya. Kecepatan angkat yang mampu dicapai adalah 10 meter per menit. Sehingga, total waktu untuk mengangkat seluruh bagian tengah jembatan adalah 30 menit.
Namun, mekanisme mulai dinon-aktifkan sejak tahun 1970. Hal ini dikarenakan waktu untuk mengangkat bagian tengah jembatan ini terlalu lama dan dapat mengganggu arus lalu lintas. Selain itu, kapal-kapal besar sudah tidak melalui Sungai Musi.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1990, dua bandul pemberat untuk menaikturunkan bagian tengah jembatan dibongkar. Pembongkaran ini dilakukan dengan alasan keselamatan masyarakat yang melintasi jembatan.
Jembatan ini juga pernah dipreteli oleh pencuri pada tahun 1997 hingga 1998. Pencurian dilakukan dengan memanjat menara jembatan dan memotong beberapa onderdil jembatan yang sudah tidak berfungsi. Selain itu, jembatan sudah mengalami tiga kali pergantian warna yakni warna abu-abu pada saat pertama kali dibangun diganti menjadi warna kuning pada tahun 1992. Kemudian, warna kuning tersebut diganti warna merah di tahun 2022 hingga sekarang.
(RFN)