Konten dari Pengguna

Ikhtiar Memahami Kondisi Sosial-Politik Afghanistan Masa Pra dan Pasca Taliban

PPI Turki
PPI Turki adalah organisasi pelajar yang berbentuk perhimpunan yang mewadahi seluruh pelajar dan mahasiswa Indonesia yang ada di Turki. PPI Turki berasaskan Pancasila dan UUD 1945.
7 Oktober 2024 9:03 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PPI Turki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ikhtiar Memahami Kondisi Sosial-Politik Afghanistan Masa Pra dan Pasca Taliban
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ikhtiar Memahami Kondisi Sosial-Politik Afghanistan Masa Pra dan Pasca TalibanPPI Eskişehir mengadakan kegiatan diskusi Nation Facts Edisi Afghanistan yang bertema: “Afganistan’da Sosyal ve Politik Değişimler: Taliban Öncesi ve Sonrası” yang berusaha untuk memahami dinamika sosial dan politik di Afghanistan di era sebelum dan setelah Taliban berkuasa (18/8/2024). Diskusi ini sangat penting untuk mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Turki, untuk memahami dinamika politik negara yang terletak di Asia Tengah tersebut.
ADVERTISEMENT
Nation Facts bertujuan untuk menambah pengetahuan dan perspektif baru bagi pelajar Indonesia terhadap fakta-fakta sebuah negara dengan menghadirkan narasumber yang langsung berasal dari negara yang akan menjadi topik diskusi terkait. Kegiatan yang diprakarsai oleh divisi Akademik dan Kajian Strategis ini sesuai dengan salah satu misi Kabinet Muda Berdaya yang ingin menjadikan PPI Eskisehir sebagai wadah untuk memperluas relasi dan hubungan internasional pelajar Indonesia. Selain itu, kegiatan ini berusaha untuk memanfaatkan status pelajar diaspora Indonesia di Turki untuk bisa berdiskusi langsung dengan para pelajar internasional di Turki.
Isu Taliban telah menjadi perbincangan hangat di tahun-tahun belakang ini, tetapi masyarakat atau bahkan mahasiswa masih sangat awam terhadap isu tersebut. Beberapa media barat melabeli Taliban sebagai organisasi teroris sehingga sampai saat ini pun mayoritas dari negara yang ada di dunia ini tidak mengakui pemerintahan Taliban. Di sisi lain, ada beberapa framing yang datang dari media lokal di negara kita yang menyatakan Taliban sebagai penyelamat Afghanistan dari tangan Amerika Serikat, sebagai penegak syariat islam. Diskusi ini hadir untuk mencoba menjawab kekeliruan-kekeliruan yang datang dari berita-berita yang didapatkan tentang Afghanistan, khususnya mengenai pemerintahan Taliban. PPI Eskisehir mengundang Najib Najafizada, Mahasiswa Universitas Eskisehir Osmangazi jurusan Ekonomi yang sudah tinggal di Afganistan selama lebih dari 20 tahun, sehingga dianggap memiliki kapabilitas sebagai pembicara.
ADVERTISEMENT
Pembicara mengawali diskusi dengan menerangkan latar belakang singkat negara Afghanistan dari sisi historis maupun geografis. Afghanistan terletak di wilayah Asia Tengah, berbatasan dengan Pakistan di Timur dan Selatan, Iran di Barat, Turkmenistan dan Uzbekistan di Utara, dan Tajikistan serta Tiongkok di Timur Laut. Letak yang sedemikian strategis membuat Afghanistan tidak asing dari gejolak perpolitikan internasional.
Afghanistan adalah negara bekas koloni Inggris yang berhasil merdeka pada tahun 1919 di bawah kepemimpinan Amanullah Khan yang menjadikan Afghanistan sebagai negara monarki. Afghanistan kemudian mengalami kestabilan politik, makmur dan mengalami kemajuan pesat secara infrastruktur di bawah kepemimpinan Raja Zahir Shah yang memimpin negara itu selama 40 tahun sampai tahun 1973, ketika Muhammad Daud Khan yang merupakan Perdana Menteri sebelumnya melakukan kudeta tak berdarah dan merubah Afghanistan menjadi negara republik. Namun, pemerintahan Daud Khan hanya bertahan selama 5 tahun setelah terjadinya Revolusi Saur tahun 1978, dimana Uni Soviet mendukung rezim Sosialis yang menggantikan Daud Khan kala itu. Invasi Soviet ke Afghanistan memicu perang panjang antara pasukan Soviet dan Mujahidin Afghanistan. Perang ini berakhir dengan penarikan Soviet dan memicu perang saudara antara berbagai kelompok mujahidin. Kondisi chaos ini yang kemudian menghantarkan Taliban untuk mengambil alih tampuk kekuasaan Afghanistan. Mereka pertama kali dapat menduduki Afghanistan secara resmi pada tahun 1996. Rakyat Afghanistan yang sudah lelah dengan ketidakstabilan politik di negaranya, kemudian mempunyai harapan besar pada Taliban saat itu. Namun, Taliban yang memiliki pandangan Islam ekstremis, menerapkan hukum islam yang sangat ketat, dan cenderung membatasi pergerakan warganya, terutama kaum perempuan. Periode kekuasaan Taliban periode pertama ini terjadi dari tahun 1996-2001. Pada akhir tahun 2021, Amerika Serikat menginvasi Afghanistan imbas dari tragedi masyhur 9/11 yang menuduh kelompok ekstrimis Islam sebagai penyebab utama dari tragedi tersebut. Afghanistan dinilai memiliki sangkut paut dengan sayap islam ekstrimis Al-Qaeda. Selama dua puluh tahun invasi Amerika Serikat, Afghanistan mengalami kemajuan yang sangat pesat, bahkan terlalu cepat, sehingga segala sesuatu berubah sangat signifikan. Westernisasi menyebar di segala penjuru negeri, dan hal ini membuat beberapa nilai-nilai konservatif seperti tradisi dan agama mulai runtuh. Pada tahun 31 Agustus 2021, Amerika Serikat resmi menarik seluruh pasukannya yang ada di Afghanistan. Proses ini ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian damai berjudul “Perjanjian untuk Membawa Perdamaian” pada 29 Februari 2020, oleh AS dan Taliban, dengan ketentuan termasuk penarikan semua pasukan reguler Amerika dan NATO dari Afghanistan, janji Taliban untuk mencegah al-Qaeda beroperasi di daerah di bawah kendali Taliban, dan pembicaraan antara Taliban dan pemerintah Republik Islam Afghanistan saat itu. Kesepakatan itu didukung oleh China, Pakistan, dan Rusia, dan dengan suara bulat didukung oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dengan mundurnya Amerika Serikat dari Afghanistan ini, maka sejak itu, pemerintahan Afghanistan resmi diduduki oleh Taliban. Karena banyaknya masyarakat yang sudah memiliki persepsi yang kurang baik terhadap pemerintahan Taliban periode pertama beberapa tahun yang lalu, banyak masyarakat yang memilih untuk meninggalkan Afghanistan ketika itu juga. Namun nyatanya, Taliban pada periode kedua ini cenderung lebih lunak dalam menjalani kebijakannya, walaupun masih terdapat pembatasan hak-hak kepada wanita, khususnya di bidang pendidikan. Saat naiknya kekuasaan Taliban pada periode kedua ini juga, sektor keamanan jauh lebih baik daripada dibanding masa sebelumnya. Walaupun belum bisa menilai secara keseluruhan karena masih belum berlangsung lama, setidaknya pembicara mengatakan bahwa Taliban periode kedua jauh lebih baik daripada ketika mereka pertama kali memimpin pada tahun 1996.
ADVERTISEMENT
Sejarah Kemunculan Taliban
Taliban sendiri bermula dari pelajar agama (Tholib/Talib) di utara Pakistan di masa setelah pasukan Uni Soviet mundur dari Afghanistan. Kelompok ini awalnya muncul di pesantren-pesantren yang kebanyakan dibiayai oleh Arab Saudi. Taliban dengan cepat menyebarkan pengaruhnya di Afghanistan dan pada tahun 1996, mereka berhasil menguasai ibu kota Kabul, menggulingkan rezim Presiden Burhanuddin Rabbani. Rakyat yang sudah muak dengan kekacauan politik dan sosial pada masa itu, menyambut baik naiknya Taliban menguasai pemerintahan Afghanistan. Ditambah lagi dengan berhasilnya mereka dalam menumpas korupsi dan membatasi pelanggaran hukum, serta membuat jalan-jalan dan area-area di bawah kekuasaan mereka aman untuk perdagangan. Namun di samping itu mereka juga menerapkan hukum syariat yang sesuai dengan pemahaman mereka seperti mewajibkan menumbuhkan jenggot untuk kaum laki-laki, dan pakaian burqa yang menutupi seluruh badan untuk Perempuan. Pembatasan HAM terhadap Perempuan terutama dalam mengenyam pendidikan tinggi juga merupakan salah satu kebijakan Taliban yang paling ditentang. Mereka dituduh melakukan berbagai pelanggaran HAM dan budaya, termasuk yang paling terkenal adalah pada 2001, ketika Taliban melanjutkan penghancuran patung Buddha Bamiyan yang bersejarah di Afghanistan Tengah, meski muncul kecaman internasional kala itu.
ADVERTISEMENT
Pada 7 Oktober 2001, koalisi yang dipimpin AS melancarkan serangan di Afghanistan, dan pada pekan pertama Desember tahun yang sama, kekuasaan Taliban runtuh. AS menyerang Afghanistan yang dipimpin Taliban kala itu dengan tuduhan memberikan perlindungan terhadap organisasi ekstrimis Al-Qaeda yang dipimpin oleh buronan internasional paling dicari kala itu, Osama bin Laden. Meskipun demikian, Taliban terus melakukan serangan dan akhirnya kembali menguasai Afghanistan pada 2021 setelah AS memutuskan untuk menarik pasukannya dari sana.
Afghanistan: Pra dan Pasca Kekuasaan Taliban
Membahas tentang dinamika sosial dan politik Afghanistan terkait dengan Taliban, kita bisa membaginya menjadi beberapa fase:
1. Pra 1996 (Sebelum Taliban berkuasa)
Afghanistan mengalami ketidakstabilan politik yang parah setelah invasi Uni Soviet pada tahun 1979 dan perang saudara berkepanjangan setelah penarikan Soviet tahun 1989. Kemudian pemerintah yang didukung Soviet jatuh pada 1992, diikuti oleh periode kekacauan dan konflik antar fraksi mujahidin. Masyarakat terpecah karena konflik, infrastruktur hancur, dan banyak warga sipil yang mengungsi atau hidup dalam kondisi sulit. Korupsi merajalela dan keamanan sangat rendah.
ADVERTISEMENT
2. 1996-2001 (Kekuasaan Taliban Pertama)
Ketika Taliban naik, mereka menerapkan hukum syariat yang ketat dan mengeksekusi kebijakan yang sangat konservatif. Perempuan dilarang bekerja, bersekolah, dan harus mengenakan burqa di tempat umum. Hiburan seperti musik dan televisi juga dilarang. Meskipun demikian, Taliban berhasil mengurangi kejahatan dan korupsi di wilayah yang mereka kuasai. Pemerintahan Taliban di masa ini tidak diakui secara luas oleh komunitas internasional.
3. 2001-2021 (Setelah kejatuhan Taliban)
Setelah invasi AS pada 2001, Taliban digulingkan dan pemerintahan baru yang mendapat dukungan dari komunitas internasional pun didirikan. Pemerintah ini berusaha membangun kembali negara dan memperkenalkan demokrasi yang sudah melekat dalam ideologi pemerintahan barat. Konon, inilah yang menyebabkan AS dan koalisinya bertahan selama dua dekade lamanya di Afghanistan. Invasi yang dilakukan, lebih mengarah ke kepentingan ideologis daripada kepentingan meraup sumber daya seperti yang terjadi di Irak maupun Suriah. Ada peningkatan signifikan dalam hak-hak perempuan dan akses pendidikan di masa ini. Perempuan mulai bekerja di berbagai sektor dan anak-anak perempuan kembali ke sekolah. Namun, keamanan masih jadi persoalan besar di banyak wilayah karena adanya serangan terus-menerus dari Taliban dan kelompok militan lainnya.
ADVERTISEMENT
4. 2021-Sekarang (Kekuasaan Taliban Kedua)
Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021 setelah penarikan pasukan AS. Mereka mendirikan kembali Emirat Islam Afghanistan dan menetapkan hukum syariah yang ketat. Kondisi sosial memburuk dengan pembatasan HAM pada perempuan dan kebebasan berpendapat. Ekonomi Afghanistan juga merosot akibat dari tidak adanya pengakuan pemerintahan Taliban secara luas oleh komunitas internasional yang menghambat perputaran uang di negara tersebut. Akibatnya, banyak masyarakat jatuh miskin dan kesulitan dalam mencari pekerjaan. Namun, dengan naiknya Taliban ke tampuk kekuasaan, keamanan di berbagai wilayah berhasil ditingkatkan dengan meredanya serangan militan dari berbagai fraksi mujahidin seperti saat masa invasi AS di sana.
Gelombang Pengungsi Afghanistan di Turki
Turki memiliki setidaknya 3-4 juta pengungsi di negaranya, yang 90% nya berasal dari Suriah. Pengungsi asal Afghanistan sendiri menempati urutan kedua terbanyak dengan total pengungsi kira-kira 130.000 orang. Tatkala terjadi gelombang besar-besaran pengungsi dari Afghanistan ke berbagai negara, ketika Taliban kembali ke tampuk kekuasaan, Turki memperkuat perbatasan dan menolak menerima pengungsi yang datang kala itu. Menurut laporan dari berbagai sumber, ribuan pengungsi Afghanistan ditangkap dan dideportasi. Menteri Luar Negeri Turki, Mevlüt Çavuşoğlu menyebut negaranya sudah tak bisa lagi menerima pengungsi. Ia mengatakan bahwa Turki sudah melaksanakan kewajiban moral dengan menerima jutaan pengungsi sebelum itu, sehingga tidak memungkinkan lagi bagi mereka untuk menerima gelombang pengungsi yang baru.
ADVERTISEMENT
Gelombang pengungsi dari Afghanistan sudah terjadi sejak tahun 1970-an ketika negara itu dilanda krisis politik dan sosial. Kebanyakan dari mereka mengungsi ke negara tetangga seperti Iran dan Pakistan. Turki sendiri dipilih untuk menjadi tempat pengungsian, dengan harapan bisa menjadi gerbang untuk menuju negara ketiga. Saat ini, Jerman menjadi negara penerima pengungsi Afghanistan terbanyak kesembilan setelah beberapa negara seperti Bulgaria dan Kroasia, dengan total sekitar 377.240 orang pengungsi. Amerika Serikat dan Inggris (UK) juga menjadi salah satu destinasi yang paling banyak menerima pengungsi dari negara tersebut.
Penulis: Ahmad Syah Alfarisi
Editor: Muh. Yusril Anam